Aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam tatapan laki-laki itu. Aku sempat menemukan pelangi dalam tatapan laki-laki itu, tidak lama kemudian air hujan datang mengguyurku.
***
Begitulah suara hati dari seseorang yang baru saja menginjak fase remaja, seseorang itu adalah diriku sendiri. Didalam bangunan sekolah itu, rupanya ada cinta yang hampir membuatku lupa dengan tujuan utama membanggakan kedua orang tua.
Selalu saja laki-laki yang duduk dibangku paling belakang yang secara diam-diam menyukaiku. Ya, laki-laki yang bertubuh kecil dengan rambut sedikit merah serta memiliki ciri khas berjalan seperti preman.
Ia berasal dari keluarga yang cukup berada. Orangtua nya aktif dalam organisasi ke-agamaan, namun tidak menjamin anaknya untuk memiliki kepribadian seperti kedua orang tuanya.
Meskipun aku sudah mengetahui sedikit kepribadian laki-laki itu, namun tidak menutup kemungkinan untuk aku menyukainya. Entah kenapa rasanya hati ini mendorong untuk mencintai laki-laki itu.
Perkenalan itu diawali dengan ia yang diam-diam mencari informasi tentang diriku. Malam itu adalah malam dimana ia mengirimkan pesan pertamanya lewat sebuah whatsapp, yang entah dari siapa ia mendapatkan informasi itu.
Semakin hari semakin dekat, semakin pula timbul rasa yang berbeda. Mungkin ini adalah cinta pertama yang aku rasakan dimasa remaja. Seorang laki-laki yang membuatku luluh entah dari segi mana aku melihatnya.
***
21 september 20.00
Malam itu tepat pukul 20.00 laki-laki itu menyatakan cintanya, aku yang tengah duduk dimeja belajar seketika meloncat ke kasur untuk membaca pesan darinya berkali-kali.
Jantung ini berdetak dengan cepat dari biasanya, perasaan yang begitu menggebu. serta tidak menunggu waktu lama lagi akupun segera menerima pernyataan cinta dari laki-laki itu.
Hampir satu tahun lebih aku menjalin hubungan dengannya, setiap hari aku selalu bersamanya tanpa terkecuali.
Hari-hari dipenuhi kebahagiaan, tidak lupa juga dengan kesedihan yang selalu hadir disetiap kebahagiaan.
Ia bisa dibilang sangat posessif, aku berteman baik dengan siapa pun terutama laki-laki harus mendapat persetujuan darinya. Semua kontak laki-laki diwhatsapp ku di block kemudian dihapus.
Seluruh dunia kehidupanku diambil alih olehnya, aku seperti boneka yang harus nurut jika pemilik boneka itu menggerakannya.
***
Sampai dimana hari itu adalah hari yang sial untukku. Aku mendapat panggilan dari wali kelas untuk segera menghadap, mungkin ini adalah bentuk aduan dari teman kelasku karena mereka merasa risih setiap hari harus melihatku selalu berdua dengannya.
"Aduh gimana ini rupanya ada cctv dikelas, jangan selalu duduk satu bangku berdua. takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan" ucap walikelasku
Aku hanya membalas ucapan itu cukup dengan anggukan kepala dan tersenyum dengan lebar.
Aku pun di sidang, sempat dikucilkan juga oleh teman satu kelasku. Meminta permohonan maaf didepan teman satu kelas karena ulahku yang selalu duduk berdua bersamanya.
Aku meminta pada walikelas untuk merahasiakan permasalahan ini agar tidak sampai terdengar ke telinga ayah dan ibuku.
Namun selalu saja ada manusia yang tidak memiliki hati. Mereka bilang bahwa aku sedang tidak sadar, bahwa aku sedang mabuk cinta, bahwa aku sedang membela diriku sendiri dari perbuatan yang salah.
Aku paham semua ini mungkin terlihat berlebihan dalam sudut pandang mereka. Namun pernahkah mereka bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi sebelum menghujat? Pernahkah mereka merasakan sebelum berbicara keburukan?
Yang hitam tidak selalu menampakkan bahwa dirinya kotor, begitupun dengan putih tidak selalu menampakkan bahwa dirinya bersih. Tergantung dari sudut mana kita menilainya.
***
Hingga pada akhirnya permasalahan itu sampai terdengar tepat ditelinga ibuku. Entah siapa orang yang sengaja memberikan seluruh informasi itu. Sampai saat ini akupun belum mengetahuinya.
Pada saat itu, sepulang sekolah aku merayakan hari jadiku dengannya tepat 1 tahun disebuah tempat yang tidak jauh dari jarak sekolah.
Aku merayakan hari jadi ini tidak berdua saja, melainkan bersama temannya. Tidak lama kemudian handphoneku berdering, notif panggilan dari ibu.
Berhubung tempat itu memang susah untuk menjangkau signal, akupun merasa gelisah. Karena ibuku tidak terlalu pintar teknologi, Ia mengira bahwa aku selalu me-rijeck telpon darinya.
"Dimana? Cepet pulang, ayah marah."
(Aku merubah bahasa diatas menjadi bahasa yang formal. karena bahasa yang digunakan ibuku adalah bahasa daerah).
Ibuku yang mengirim pesan berkali-kali dengan tutur bahasa yang sangat kasar membuatku kembali merasa takut, kakiku bergemetar kembali seperti kejadian waktu itu.
"Ayo pulang, udah sore. ibuku sudah menyuruhku pulang." kataku
Untungnya ia sudah mengetahui bagaimana keluargaku, bagaimana sifat ibuku. jadi aku tidak perlu menjelaskannya lagi.
Akhirnya kita bertiga bergegas pulang, ia bersama temannya sedangkan aku mengendarai motorku sendiri. Cuaca saat itu juga sangat tidak mendukung, diperjalanan hujan dengan sangat lebat. Namun tidak menghalangi langkahku untuk pulang.
Ketika hampir sampai dirumah, aku mendapat notif panggilan kembali dari ibuku. mungkin ia merasa khawatir karena waktu sudah terlalu sore tapi anak perempuan satu-satunya itu tidak kunjung datang juga.
Se-sampainya dirumah, ternyata ibuku sedang tidak dirumah. kemana ibuku? sempat terlintas dalam fikiran bahwa ia pasti mendatangi laki-laki itu.
Ternyata firasatku benar, ibuku mendatangi laki-laki itu ditengah jalan yang sedang dilalui menuju rumahnya.
"Jauhi anak saya, kamu ga pantes buat anak saya. kamu tau? anak saya satu-satunya harapan ayah dan ibunya, kamu jangan coba-coba buat mendekati anak saya apalagi sampai menghancurkan dan merusak masa depannya" ucap ibuku
Entah jawaban apa yang diberikan laki-laki itu atas ucapan ibuku. Aku tidak mengetahui permasalahan ini secara detail, ibuku pun tidak memberitahuku sama sekali.
Jika aku berada diposisi laki-laki itu aku merasa sangat terpukul, namun lain cerita pada jiwa laki-laki itu. Ia tetap memperjuangkan cintanya, ia tetap melakukan yang terbaik agar kebencian ibuku cepat berakhir.
Namun perjuangan itu sia-sia, ibuku tetap saja membencinya. ibuku tetap melarangku untuk menjalin hubungan dengannya, ibuku selalu menilai manusia dari covernya.
"kenapa bu kenapa?" bukankah ibu yang mengajarkanku untuk tidak cepat menilai orang lain? bukankah ibu yang mengajarkanku agar bisa menjaga perasaan orang lain? tapi kali ini mengapa ibu sendiri yang memperlihatkan bahwa itu semua tidak tertanam dalam diri ibu?" ucapku dalam hati sembari air mata mengalir yang tidak bisa aku tahan.
Kali ini aku benar-benar merasa kecewa atas perbuatan yang dilakukan ibuku. Aku sempat tidak ingin memaafkannya, aku sempat berfikir bahwa ini semua sudah kelewatan.
Namun tidak bisa dipungkiri, fikiran jernih itu hadir. ibuku melakukan ini semua karena sayang terhadap anak perempuan satu-satunya. ibuku melakukan ini agar tidak terjadi seperti yang dialami oleh kakakku.
Hanya saja aku tidak menyukai cara ibuku yang selalu menilai kalangan manusia dari covernya. Yang bertato sekali pun jika ia memiliki hati seperti malaikat, kenapa tidak?
***
Kejadian itu sempat membuatku terpuruk, sebab ia adalah laki-laki yang telah berhasil membuat hari-hariku penuh warna. kini harus menghilang dari kehidupanku akibat kebencian ibuku sendiri.
Aku merasa tidak ada semangat sama sekali ketika menuntut ilmu, bahwa hari-hari disekolah aku terbiasa melewati bersamanya.
Kesedihan itu semakin hari semakin surut, airmata tidak lagi menetes di pipi. Ternyata pilihan seorang ibu tidak pernah salah, ia benar-benar tidak baik untukku. selama menjalin hubungan denganku rupanya ia telah diam-diam menjalin hubungan dengan wanita lain.
Aku tidak membencinya, akupun tidak marah. Hanya saja orang yang selama ini aku bela mati-matian didepan ibuku ternyata hari ini mengecewakan.
Kini aku mulai membatasi kegiatan yang berhubungan dengannya, aku tidak lagi ingin mengingatnya. sekali saja aku sudah merasakan kecewa, maka sangat enggan untuk aku kembali padanya.
***
Semenjak kejadian itu, aku sejenak berhenti dari cinta yang salah. cinta yang sudah membuat orang-orang disekeliling ku menjauh. Aku kembali membuka mata, hati dan fikiran yang jernih untuk menjalani kehidupan yang masih panjang dan harus aku jalani dengannya atau tanpanya.