Chereads / "BERDARAH" / Chapter 9 - Dewasa

Chapter 9 - Dewasa

Sudah siapkah dewasa? Masa transisi dari remaja menuju dewasa memang sedikit rumit. Terkadang dengan dan tanpa sadar kita lupa akan diri yang menua, kita masih sibuk menggeluti hal-hal yang tidak seharusnya dan kita juga seringkali mendahulukan ego dalam mengambil keputusan.

***

Aku sudah cukup dewasa saat ini, Ada banyak proses yang sudah dilalui, ada banyak pelajaran yg ditebus dengan kesalahan.

Berikan sedikit penghargaan untuk diri yang membuat kesalahan, walau hanya dengan kalimat "kamu akan baik-baik saja" .

Menjadi dewasa bukanlah perihal usia, ini tentang menyikapi dan memilih untuk berdiri sendiri dan mempertanggung jawabkan segala keputusan.

Sibuk tertawa hari ini bukan berarti aku tidak dijalur yang benar untuk menjadi seorang yang lebih baik, ada cara disetiap cerita. Kita semua punya jalan dan itu tidak akan pernah sama.

***

Hingga saat ini penderitaan yang telah aku alami sama sekali belum usai. Seolah semuanya bertambah sulit dari fase ke fase. berbagai macam penderitaan dari setiap fase memiliki tingkat kesulitan tersendiri.

Sejak beranjak dewasa, aku mencintai seorang laki-laki yang berbadan tegap, tinggi, berkulit putih. Mungkin setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Kekurangan yang ia miliki adalah, sulit untuk bergelut dalam dunia pendidikan. Ya, ia sangat malas untuk pergi ke sekolah. Namun, bukan berarti ia tidak tahu dunia pendidikan.

Kedua orang tuaku melarang untuk menjalin sebuah hubungan dengannya. Karna orang tuaku berpikir bahwa dia akan mempunyai masa depan yang suram.

Sementara aku berpendapat bahwa nasib manusia siapa yang tahu. Mungkin saja ia tidak mempunyai gelar sarjana, namun memiliki nasib yang baik.

Aku tetap bersikeras melawan perintah orang tua yang melarangku untuk berhubungan dengannya.

Meskipun aku tahu ridha Allah terdapat dalam ridha orangtua. Namun apa daya, hati kecil masih saja tidak bisa dibohongi. Aku mencintainya dan aku ingin tetap bersamanya.

***

25 mei 2019

2 tahun sudah aku menjalani hubungan dengannya secara diam-diam. Aku tetap mempertahankannya, meskipun orangtua ku melarang.

Hingga pada saat hari raya idul fitri, aku diajak keluarganya untuk menemui ayahnya. aku sama sekali tidak izin terhadap ayah dan ibu, karna pikirku waktu itu sudah sore. Jadi sedikit susah untuk pergi keluar.

Aku hanya memberitahu kakak ipar saja, aku takut jika terjadi apa-apa denganku keluargaku tidak tahu sama sekali.

Namun semua diluar dugaan naluriku, kakak ipar yang begitu aku percaya. Pada saat itu setengah mati mengkhianati kepercayaanku.

Ia telah membocorkan masalah hubunganku dengannya terhadap ayah dan ibu. Mereka marah besar, kata-kata kasar dan kotor mulai keluar dari mulut ayahku sendiri.

"Pantesan apes hidup ayah, ternyata ayah ngasih makan jablay, ngerawat jablay"

Aku sama sekali tidak menggubris pernyataan itu. Aku hanya diam termenung dan menguraikan air mata. Betapa kejamnya seorang ayah tega mengeluarkan kata kotor yang seharusnya tidak ia keluarkan.

Tidak hanya perkataan kotor yang keluar. Namun, barang-barang seperti besi dan tupperwere dibanting tepat dihadapan wajahku.

Tepat pukul 00.00 aku diusir dari rumah, aku tidak berani untuk pergi sejauh mungkin dari rumah. Karena bagiku, ini hanyalah ujian yang harus aku lewati ketika aku ingin menggapai kebahagiaan.

Aku tetap berusaha untuk tegar, meskipun telah menerima ucapan yang sangat menyayat dalam hati dari ayahku sendiri.

Aku paham, mereka seperti itu karena mereka kecewa telah dikhianati oleh anak perempuannya. Namun apakah kita semua pantas untuk egois? Pantaskah kita dalam sebuah keluarga mementingkan keinginan sendiri tanpa memikirkan bagaimana perasaan seorang anak? Apakah pantas kita sebagai orang tua jadi penentu kemana hati anak kita berlabuh?

***

Malam itu aku pergi ke rumah kakak, meskipun hati merasa kesal dan kecewa. Namun aku tidak berdaya, aku tetap salah karena telah melanggar aturan yang telah ditetapkan.

Satu hal yang membuat ingatanku tersungkur, yang membuat ingatanku jelas  merasakan sakit yang luar biasa.

Orang tuaku menyuruhku untuk mengikuti tes keperawanan. karena pikir mereka, aku telah menjadi wanita layaknya seorang wanita malam karena sudah mau diajak kerumah ayahnya.

Aku menangis histeris meratapi penderitaan ini, mengapa aku seperti ini? apakah dunia tidak pernah memberikan keadilan untukku? Apakah dunia tidak memberikan kebahagiaan untukku?

Rasanya kejadian kemarin sangat keterlaluan. Sebegitu keterlaluankah masa khawatir orang tuaku? Hingga menyakiti hati dan perasaan anak perempuannya?

***

Aku tetap tegar, berusaha untuk menjadi yang terbaik dimata mereka. aku tetap menjalani hari-hariku dengan baik, meski kebahagiaan belum sepenuhnya berpihak padaku.