Chereads / Paper Umbrella / Chapter 3 - For

Chapter 3 - For

Kau yang biasanya menatapku dengan tenang

Kau yang biasanya mendengar cerita-ceritaku

Kau yang biasanya tersenyum cerah

Aku bersandar pada kenangan tentangmu yang tak ingin Ku lupakan satu momen pun

Aku telah terbiasa, seperti bernapas saja.

Seolah berbaring di sebuah sofa tua

Saat memikirkanmu, Aku masih merasa nyaman..

.

Siang ini Charlie berkunjung ke toko. Dia dengan segala macam kue kering miliknya membuatku tak berhenti tersenyum. Sejak kecil, Charlie memang suka memanjakanku. Meskipun bukan adik kandung, dia tau bahwa aku merasa kesepian sebagai anak tunggal tanpa ibu.

Charlie suka membaca beberapa buku. Aku sering mendapatinya membaca "A Short History of Nearly Everything". Dia hanya seorang pembuat kue di pinggiran kota, tapi pengetahuannya tentang dunia membuatku takjub.

Hari ini ku dengar ia mengeluh tentang sakit kepala yang memang sering ia alami. Toko kue miliknya ia liburkan dan memilih menemaniku di toko buku meski aku sudah memaksanya pulang dan beristirahat.

Obrolan hangatnya kadang membuatku betah berlama-lama duduk menunggu pelanggan. Saat sekolah menengah atas, Charlie bercita-cita ingin kuliah di kedokteran. Ia ingin menjadi dokter. Harapannya untuk bisa membantu orang-orang terdengar mengharukan. Dia memiliki ibu penderita Alzheimer.

Tapi harapan itu tinggal harapan. Paman Park dinyatakan meninggal setelah kecelakaan di tempat kerja. Charlie dan kakak perempuannya berusaha menuntut perusahaan. Tapi mereka kalah. Uang diatas segalanya. Sejak itu, yang dua tau hanya bagaimana ia bersama ibunya bisa bertahan hidup.

Kami menghabiskan sebungkus kue dengan cepat. Sisa reremahan berhambur di sekeliling meja. Karena sakit kepalanya, Charlie tidak bisa membaca buku. Sudut ruangan yang berdebu sedikit menariknya untuk mengambil kemoceng dan kemudian berdumel tentang betapa malasnya aku.

Dilihat seperti ini, dia sangat mirip dengan Aiden. Kekasihku yang cerewet dan begitu perhatian. Saat tau aku menjalin hubungan dengan lelaki itu, Charlie hampir tidak setuju. Ia memarahiku hampir sepanjang hari. Tapi Aiden yang berlari padaku setelah mendapat kabar bahwa aku terjatuh dari tangga hari itu membuatnya diam. Tanpa ungkapan kata yang berarti, dia meminta Aiden untuk menjagaku.

Ada suatu hari ketika hujan turun deras. Menjebakku bersama Aiden di toko tua ini. Kami memiliki malam yang panjang untuk saling bercerita. Banyak hal yang baru ku ketahui tentangnya setelah lebih satu tahun bersama. Dia yang terlihat menawan dengan title kedokteran yang disandangnya ternyata pernah menangis karena seekor kecoa di dalam celana olahraga yang dimasukkan teman sekelasnya saat sekolah menengah pertama sebagai bentuk kejahilan mereka.

Aiden merengut karena aku tertawa dan mengejeknya. Tapi ikut tertawa kemudian. Malam yang hujan menjadi lebih hangat karena dirinya. Saat giliranku bercerita, dia hanya terus menatapku dengan tenang. Mendengarkan baik-baik tiap pengalaman masa kecilku. Aku merona, gagal bercerita.

Malam.

Tidak pernah semenarik ini untuk masuk dalam cerita hidup yang mungkin akan ku kisahkan pada anak cucuku kelak. Tapi Aiden membuatnya lebih dari sekedar cerita. Tidak banyak waktu yang bisa kami habiskan karena kesibukannya kuliah. Jika ada waktu, Jongin akan menjemputku dari toko dan menghabiskan separuh malam di sepanjang jalan.

Aku suka berceloteh tentang banyak hal yang kutemui. Charlie mengatakan bahwa itu menyebalkan. Tapi Aiden mendengarkan, membiarkanku menjadi pengisi suara di malam yang sunyi. Saat aku bertanya mengapa, dia berkata tentang sesuatu yang sulit ku pahami tentang waktu. Tapi aku mengerti bahwa dia hanya merindukanku. Ocehanku akan membayar semua kesibukan yang dia jalani. Mendengarkanku dan merekamnya, kemudian memutar ulang di sela jadwalnya.

Aku semakin mencintainya. Setiap hari. Sesering kebersamaan kami.

Kata bosan tidak pernah bisa mendobrak masuk. Karena cinta yang ia berikan lebih besar. Aiden mencintaiku dengan caranya sendiri yang membuatku semakin gelap mata dan mengikatnya hanya untukku.

Kami berjanji tentang satu hal di masa depan. Di banyak tahun yang akan kami lewati. Tapi di pertengahan tahun kedua kami, aku menghilangkan itu. Karena keegoisan ku.

Aku selalu merasa bahwa dia pergi karena pertengkaran kami. Tapi aku tidak bisa merasakan kemarahannya. Untuk satu hal yang tidak ku mengerti, aku merasa kehilangan yang mendalam. Aku selalu mengatakan bahwa itu wajar karena Aiden pergi sangat lama. Tapi tidak sesederhana itu.

Aku tidak mengerti. Atau tidak ingin mengerti?

"Elian?"

Aku tertarik keluar dari ingatan masa lalu ketika suara Charlie memanggilku dari balik rak buku. Aku berdiri, menghampirinya yang sedang mengerutkan kening pada sebuah buku.

"Pantas saja kau cepat tua." aku berniat berkelakar, tapi ia serius menatapku. Buku yang ia pegang tersodor. Ku ambil dan dia mengatakan halaman yang harus ku buka.

Aku duduk di bagian belakang toko. Membuka halamannya dan menemukan setangkai daun maple kering. Dadaku berdegup kencang ketika memikirkan sudah berapa lama daun itu terkurung disana dan Aiden kah yang meletakkannya?

Semakin berdegup saat ku baca kata demi kata pada halaman yang tertandai.

Suara tercekatku mengundang Charlie. Tapi dia tidak mendekat, hanya berdiri bersandar pada rak. Pun enggan menatapku. Aku tau, aku semakin jelek ketika menangis.

Buku bersampul jingga itu berjudul Happy Autumn dari Keisha Sarang . Daun maple kering menggambarkan kebersamaan dua tokoh utama yang tertulis jelas pada halaman 93 dan 94.

Di bagian paling bawah halaman, ada tulisan tangan milik Aiden yang sangat ku kenali. Sekarang aku tau seberapa besar dia mencintaiku. Aku merasa berdosa untuk sebuah perpisahan seperti ini.

"Charlie." tidak ada sahutan, tapi aku tau Charlie mendengarkan. "Kenapa aku merasa dia tidak akan kembali?"

Aku bersyukur setiap kenangan singkat kita masih bisa kuingat dengan jelas. Setiap kata yang kau ucapkan masih terdengar di tiap hembusan angin. Jadi Aiden, jangan paksa aku untuk melupakan semuanya. Ingatan tentangmu adalah nafasku. Yang membuatku nyaman seperti berbaring di rumah.

Kau membuatku banyak menangis. Tapi aku bahagia. Setidaknya hanya kenangan itu yang bisa ku simpan.

.

.

"Jika rindu, maka setiap malam lihatlah bintang. Maka kau juga akan melihatku" - Aiden (Who loves you most ^^)

.

.

.

.

Bersambung..