Kau yang biasanya menyentuhku.
Kau yang biasanya dengan enteng datang ke pelukanku.
Kau yang menutup matamu.
Setiap bagian kenangan kita sulit untuk dibuang.
Itu menyelimutiku
Terasa hangat, seperti sebuah selimut.
Masa-masa yang nyaman, di masa itu, Kita berdua...
.
Di bidang kedokteran, mereka menyebutnya Amnesia Lakunar. Tapi dalam kasusku, aku hanya melupakan satu kejadian saja dalam rentang waktu beberapa tahun ini.
Setelah malam aku menangis di kamar, ayah menceritakan bagaimana aku tidur satu hari penuh setelah pemakaman, dan bangun esok harinya tanpa mengingat kejadian apapun yang menimpa Aiden.
Konsleting litrik yang menyebabkan kebakaran tunggal di rumah Aiden. Setelah api padam, petugas menemukan jasad dia di kamarnya, diatas tempat tidur yang hangus. Spekulasi semua orang, dia sedang tertidur ketika kejadian.
Dan di waktu yang sama, ayah berkali-kali membangunkanku, tapi aku tidak terbangun.
Aneh. Aiden yang ku kenal tidak pernah tidur selelap itu. Ingatan akan pertengkaran terakhir kami melintas, dan ucapannya waktu itu. Aiden melupakan janjinya karena baru pulang dari rumah sakit.
Kekasihku kelelahan. Dia tertidur sangat nyenyak.
Hatiku kembali sakit. Dia kelelahan dan aku memarahinya hanya karena janji makan malam. Harusnya malam itu aku memintanya menginap dirumah dan membuatkan segelas susu. Dia baru saja akan menjadi dokter sungguhan dengan bekerja di rumah sakit. Impiannya lebur bersamaan dengan abunya.
Aku ingat bagaimana bibi menangis di samping peti mati Aiden. Dia memelukku erat. Mengucapkan ratusan kata penyesalan karena membiarkan putra tunggalnya tinggal seorang diri. Aku menangis bersamanya. Para pelayat yang datang pun enggan mengganggu kami.
Dia tersenyum dalam bingkai diatas peti penuh bunga. Itulah Aiden-ku yang tampan. Yang selalu membuatku cemburu karena sering mengumbar senyum pada setiap orang.
Terakhir kali aku menyentuh Aiden adalah dengan menabur abunya di laut. Diiringi suara tangisan bibi dan kata penenang dari paman. Dibandingkan aku, hati kedua orang tuanya yang paling sakit.
Aku memang pulang setelah itu. Bersama ayah dan juga Charlie. Aku tidak makan dan minum sejak malam, hingga tubuhku lemas dan aku memilih tidur. Dan setelah itu, seperti yang ayah ceritakan, aku menunggu Aiden seolah dia akan kembali.
.
.
.
Taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan tinggi. Aku yang pertama keluar dari taksi, disusul oleh Charlie. kami menyusuri jalan setapak menuju columbarium . Suasana disini seperti suasana di pedesaan, sangat tenang dan sejuk walau tempatnya berada di tengah kota.
Selama dalam perjalanan, Charlie banyak menceritakan tentangku yang tidak kusadari selama ini. Bagaimana aku akan berlama-lama berdiri di bawah tiang lampu berkedip di seberang rumah Aiden, bahkan di tengah hujan. Charlie ternyata sering membuntuti ku setiap kali aku pulang dari toko. Kalau hujan, aku akan keluar dari toko dengan sebuah payung, tapi ditengah jalan aku akan mengambil kertas koran bekas dan melepaskan payung begitu saja.
Charlie akan menyimpankan payung itu untukku. Beberapa hal kusadari, seperti berdiri berjam-jam di depan rumah Aiden, tapi tidak dengan payung kertas. Pantas saja sering sekali aku kebasahan begitu tiba di rumah, kufikir payungku rusak.
Kami sampai pada sebuah ruangan berukuran cukup luas yang di setiap sudut dindingnya diletakkan lemari kaca bersekat kotak-kotak. Charlie menuntunku untuk duduk di lantai, di depan sebuah sekat dalam lemari yang terdapat guci putih serta beberapa barang milik Aiden. Fotonya yang tersenyum berada disana juga.
Aku mengusap kaca dan membalas senyumnya. Kekasihku nampak bahagia. Mataku tertarik pada sebuah benda di samping fotonya. Sebuah kotak kayu kecil yang bagian sampingnya terbakar. Itu hadiah tahun baru dariku. Isinya adalah miniatur pasangan. Aku membelinya dengan uang tabunganku dan barang itu selamat dari kebakaran. Sangat beruntung.
Ada juga beberapa hiasan baru yang tidak ku kenali, mungkin Bibi yang meletakkannya. Charlie berdiri dan berkata akan menunggu di luar. Hanya ada aku di ruangan ini. Kami memiliki waktu berdua sekarang.
"Hai. Maaf, setelah sekian lama, aku baru menjengukmu hari ini."
Sunyi masih menemaniku.
"Bagaimana kabarmu? Kalau aku, tidak usah ditanya. Merindukanmu setiap hari rasanya tidak cukup."
Sudah dua setengah tahun aku menunggunya pulang. Selama itu juga aku tidak pernah ke tempat ini. Kau tau Aiden? Aku masih mengharapkanmu kembali. Berlari padaku, memelukku seperti dulu. Aku rindu ucapan cinta darimu yang berlebihan. Aku rindu pelukanmu yang hangat.
Setiap hari, kujalani seperti kau akan kembali. Aku terlihat menyedihkan bukan? Tapi itu demi dirimu. Selama ini aku selalu takut tidak bisa mengingatmu lagi. Setidaknya hanya ingatan itu yang membuatku masih berdiri disini. Jika saja waktu itu aku tidak pulang dan tidur satu hari penuh, mungkin aku sudah gila dan perlahan melupakanmu. Karena ingatan yang menyakitkan itu hilang, aku jadi terus memikirkanmu.
Aiden..
Ada saat mengingat tentang kita lebih nyaman daripada berusaha melupakannya. Aku sudah terbiasa. Tentang mu adalah nafasku. Berdiri berjam-jam di bawah tiang lampu seperti aku berbaring di atas sofa ruang tamumu yang biasa kita gunakan untuk menghabiskan akhir pekan dengan menonton film
Sayang..
Kapan kita akan bertemu lagi? Mengingatmu saja tidak cukup meringankan rinduku. Kau curang. Kau bisa melihatku setiap hari jika rindu, tapi kenapa aku tidak? Setidaknya muncul lah sebentar, pegang tanganku, katakan bahwa kau menyesal sudah meninggalkanku dan aku akan dengan senang hati memaafkanku. Walau hanya di dalam mimpi. Setidaknya beri aku kesempatan untuk memaafkanmu. Kau pergi tanpa mengatakan apapun. Jahat sekali.
Malam itu, kau pasti sangat kelelahan. Tapi kenapa kau masih saja berlari ketika keluar rumah? Berapa lama kau berdiri di bawah lampu untuk melihatku yang pergi meninggalkanmu? Apakah kau meminum coklat panas sebelum tidur? Kenapa kau tidak bangun saat rumahmu terbakar? Kau sengaja membuatku merasa bersalah?
Aiden, cinta pertamaku...
Aku tidak pernah bosan menyebut namamu. Jika langit bisa menyampaikan seluruh perasaanku padamu, kuharap dia tidak membawa serta hujan. Biarkan gerimisnya menemani sunyiku. Kesakitanmu sudah cukup. Kini kau bahagia. Meninggalkan aku, orang tua dan dan teman-temanmu membuatmu bahagia karena bisa memperhatikan kami dengan adil. Jangan tertawa, aku tau kata-kataku terdengar aneh. Aku sudah kehabisan kata untuk hari ini.
Kereta kosmik, pergilah antarkan perasaan ini
Kereta kosmik, menuju kembali padamu yang tersayang
Langit berbintang yang kita tengadahi kan menghubungkan kita..
Kita memang tidak lagi menatap langit yang sama. Tapi saat aku menatap ribuan bintang disana, kau ada pada salah satunya kan? Kita memang tidak lagi bisa berpegangan tangan. Tapi angin yang berhembus di sela kesunyian itu kau kan?
Tahun yang berlalu nanti akan lebih berat karena kini aku mengingat kepergianmu. Aku akan semakin tua dan ingatan tentangmu akan terkikis seiring berjalannya waktu. Jika aku tidur lagi, apakah masa lalu bisa terulang? Cinta pertama ku yang indah..
Aku mungkin akan bertemu pria lain nanti. Mungkin Louie. Tapi kau hanya memiliki aku sebagai satu-satunya kekasihmu. Aku bersyukur. Aku akan menyimpan ini. Bahkan jika usia sudah ingin membawaku pulang, ingatkan aku bahwa aku tidak sendirian. Kau ada disana untuk menjemputku. Untuk menghabiskan waktu kita yang tertunda.
Kekasihku, Aiden...
Aku mencintaimu..
.
Menyimpanmu selalu lebih mudah daripada menghapusmu.
Aku tak bisa melupakanmu untuk satu momen pun.
Aku telah terbiasa, seperti bernapas saja.
Setiap kali Ku biarkan diriku di dalam kenangan cinta
Masih terasa hangat, begitu nyaman walau itu menyakitkan...
.
.
.
.
.
END.