Lyon tersenyum licik mengiringi kepergian mereka keluar dari rumah sakit. Petra sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menggunakan jurus langkah seribu demi menjaga jarak sejauh mungkin dari tempat dimana Lyon berada, karena Petra sangat yakin ada tipu muslihat tersembunyi dari sebuah senyum licik seorang Lyonardo Levi kepadanya saat ini.
Pada kenyataanya, bagi kebanyakan orang yang melihat pasangan muda mudi tersebut yaitu Lyon dan Petra keluar dari rumah sakit bergandengan tangan merupakan pemandangan yang cukup langka. Sang pemuda dengan senyum kelewat manis menuntun kekasihnya masuk ke dalam mobil sementara sang gadis terdiam malu dengan wajah merah merona atas perlakuan kekasihnya itu. Dalam sebuah telenovela moment tersebut merupakan sebuah adegan nan romatis yang membuat detak jantung pemirsa berpacu tidak menentu.
Sayangnya semua itu hanya sandiwara pada sebuah drama televisi dengan mayoritas ibu-ibu tidak bekerja yang mana menghabiskan waktu 24 jam mereka di rumah saja. Setidaknya itulah yang Petra pahami hingga saat ini.
"Hentikan senyum palsumu. Itu membuatku mual." cebik Petra keceplosan.
Mobil sudah melaju membawa mereka pulang. Pulang ke rumah Lisa.
"Beberapa waktu lalu kamu katakan semua yang tadi kamu alami adalah hal gila bukan? Jika dipikir-pikir itu bukanlah seseuatu yang gila tapi kelewatan super gila, Petra. Bahkan dokter pun sampai kamu buat tidak berdaya." kata Lyon merespon Petra dengan hiperbola tidak beraturan.
"Hei, apa kamu tidak sekalian saja membawaku ke rumah sakit jiwa supaya kamu puas?" oceh Petra hanya semakin sebal melihat Lyon yang tidak berhenti tersenyum.
"Bagaimana pun juga...tetap ada yang janggal. Se-gila apapun cerita karanganmu aku masih bertanya-tanya siapa gerangan orang yang mengeluarkanmu dari dalam kontainer yang terkunci dari luar. Bahkan kamu sendiri tidak memiliki kekuatan super atau semacamnya yang mampu mendobrak dinding besi kan?" ucap Lyon yang tiba-tiba menatap Lyon tajam.
Mendengar Lyon bertanya seperti itu Petra merasa terpojok namun berhasil menutupi rasa keterkejutannya dengan baik. Petra tetap bersikap tenang seperti biasa. Petra hanya memalingkan wajah kearah jendela mobil menghindari pandangan mata Lyon.
"Aku pun penasaran. Apapun itu bukan sosok yang bisa dilihat." jawab Petra lirih, masih tetap menatap jendela.
Sebelum dirinya merasa yakin tentang sosok Kin, Petra tidak akan mampu mengatakan hal tersebut kepada orang lain. Apalagi kepada Lyon yang bagaikan seekor rubah berwajah malaikat pencabut nyawa.
"Informasimu tidak cukup menyakinkan untuk bisa melakukan penyeledikan. Ngomong-ngomong aku sangat penasaran apa yang akan kamu perbuat kepada Veronica dan teman-temannya?"
"Entahlah. Aku tidak tahu. Lagipula balas dendam bukan tipeku." jawab Petra santai.
"Jadi apa yang membuat mereka marah hingga melakukan hal keji padamu?" selidik Lyon, tanpa ia sadari kedua alisnya terangkat dan mengkerut.
"Menurutmu apa?" kata Petra enggan. Ternyata selain otaknya yang jenius Lyon juga tidak peka sama sekali.
"Kalau aku tahu tentu tidak akan bertanya, Petty." Cibir Lyon, memanggil Petra dengan sebutan Petty merupakan salah satu cara dia untuk mengejek Petra yang akan membuat ekspresi wajah Petra seperti akan marah namun terlihat begitu lucu dimata Lyon.
"Tentu saja karena dirimu, idiot."
"Kenapa aku? Apa salahku?"
"Begini ya...karena hari ini aku sedang sangat berbaik hati maka dengan terpaksa akan aku jelaskan. Singkatnya mereka cemburu karena saat ini aku menjadi pacarmu, walau sebenarnya palsu." gerutu Petra menahan marah.
Selain tidak sensitif, Lyon juga bebal dan tidak tahu diri.
"Hahaha...jangan bercanda, Petty. Untuk alasan apa mereka cemburu padamu? Dilihat dari segi manapun kamu jauh dibawah standart gadis-gadis yang pernah berkencan denganku." Lyon tertawa tanpa menyadari kesalahannya yang fatal.
"Justru itu. Dasar bodoh. Menurut logika para mantan gadismu itu...aku yang dibawah standart ini kenapa bisa menjadi pacarmu dan itu membuat ia begitu marah hingga melakukan tindakan kriminal tersebut. Masih belum paham?" jelas Petra dengan nada jengkel yang tidak ia tutup-tutupi.
"Perempuan memang aneh rupanya." Komentar Lyon.
"Jika dirimu tahu fakta tersebut kenapa masih bermain-main dengan perempuan?" hardik Petra.
"Karena itulah sekarang aku hanya bermain-main dengan dirimu saja." jawab Lyon dengan santainya.
"Asal kamu tahu kalau aku bukanlah mainan." tegas Petra serius menatap tajam kearah Lyon. Namun Lyon tampak tidak peduli.
Sekali pun dari luar Lyon terlihat tidak peduli dan berkata kalau Petra seolah mainan baginya, namun tidak demikian yang sebenarnya. Lyon tiba-tiba tersadar akan kesalahan besarnya. Mengabaikan perasaan gadis-gadis yang pernah ia temui seolah menjadi bumerang dimasa depan. Dan itu mengincar Petra yang tidak tahu apa-apa.
Meskipun demikian, melepas kejadian yang menimpa Petra begitu saja hanya akan membuat Veronica besar kepala. Tetapi, jika Lyon harus meminta kepada ibunya untuk mengeluarkan Veronica dan dua temannya itupun terlalu berlebihan. Ditambah lagi murid satu sekolah akan tahu kalau dirinya merupakan anak pemilik SMA Metropol. Suatu hal yang tidak Lyon inginkan terjadi.
Selain itu, perkataan Petra tentang sesuatu yang berbau supranatural mengganggu pikirannya. Hal tersebut tanpa sadar membawa ingatan Lyon tentan pembicaraan antara dirinya dengan Steven beberapa waktu yang lalu. Tentang legenda penguasa elemen dan sejarah Mestonia.
Belum lagi rahasia tentang keluarga Petra yaitu keluarga Valeri yang misterius. Hal itu pula membuat Lyon teringat tentang cerita legenda klan Valerian yang super misterius. Mulai dari mana Lyon akan mencari tahu semua hal yang sama sekali tidak masuk akal tersebut?
...
Mobil merangkak perlahan menembus jalanan protokol yang macet. Seperti biasa, pada jam sibuk para pekerja kantoran pulang kerja maka jalan utama Metropol memadat tanpa cela. Jarak tempuh yang seharusnya singkat pun menjadi begitu lama. Petra mendesah saat melihat isi jalan dipenuhi mobil yang berjejalan.
Sebagai gantinya, untuk menghilangkan rasa bosan Petra membuka jendela kaca mobil lebar-lebar. Menatap kearah langit yang sudah gelap. Malam telah beranjak rupanya. Namun tidak satu pun dari milyaran bintang menampakkan diri malam ini. Hanya bulan sabit yang samar-samar terlihat di kejauhan.
"Hari yang suram dan melelahkan. Bahkan bintang enggan menampakkan diri." keluh Petra, seolah berbicara sendiri dengan bunyi klakson mobil yang bersahutan tiada henti.
Malam hari di kota Metropol memang selalu ramai. Kota metropolitan yang seakan tidak pernah tidur itu tidak pernah bosan menunjukkan dirinya yang super sibuk. Entah itu padatnya jalan karena macet. Festival tahunan untuk memperingati hari Kemerdekaan Mestonia. Atau peristiwa darurat seperti kebakaran disebuah apartemen tingkat menengah dan lain sebagainya.
Selain biaya hidup di Metropol yang tergolong tinggi, kepadatan penduduk juga tidak bisa dibilang rendah. Banyak perantau dari kota lain di Mestonia menggantungkan nasib berburu uang di Mestonia atas nama kesejahteraan.
Melihat keadaaannya sekarang, Petra tidak yakin harus bersyukur atau mengutuki dirinya yang terjebak oleh tipu muslihat Lyon hingga harus membuatnya berhadapakan dengan bahaya yang mengancam nyawa...
"Bukankah aneh jika bulan tanpa bintang." bisik Lyon lirih, bahkan Petra tidak bisa mendengar.
-tbc-