Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 57 - Ch. 57 Jeda

Chapter 57 - Ch. 57 Jeda

Petra mendapati dirinya hanya bisa tersenyum kecut saat berpapasan dengan Veronica dilorong menuju kelas. Mulut Petra mengatup rapat. Bukan karena takut atau sekedar merasa segan kepada sosok Veronica. Hanya saja...

"Bagaimana mungkin gadis miskin itu masih hidup? Bahkan seperti tidak mengalami luka sedikit pun. Hei, Remy kamu memukul dia cukup keras kan?" bisik Veronica kepada anggota trio disalah satu pojok kelas. Mereka jelas shock melihat Petra datang ke sekolah tanpa mendapat luka sedikit pun.

"Tentu saja. Tanganku sampai kram ketika memukulnya Veronica. Apa kamu sedang meragukan diriku saat ini?" yakin Ramy dengan wajah serius. Terlihat ada kecewa dari raut wajahnya yang kuning kecoklatan.

"Lalu kenapa dia masih hidup? Setidaknya butuh waktu satu bulan membuatnya kembali sekolah, tapi apa ini..." geram Veronica tidak habis pikir.

Ketidakpercayaan masih menyelimuti dirinya dan Veronica tidak menemukan satu petunjuk yang memungkinkan Petra bisa lolos dari dalam kontainer yang terkunci dari luar. Bahkan ponsel milik Petra sudah ia hancurkan. Lalu kepada siapa dia minta tolong atau siapa yang menolongnya?

Jika pun Petra harus ditemukan tentu dia sudah ada dibelahan benua lain dalam keadaan tidak bernyawa dan itu dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Paling cepat adalah satu pekan. Tapi apa yang Veronica lihat, hantu Petra kah?

Ketiga gadis trio jahat itu hanya bisa berpandangan penuh rasa heran. Tentang Petra yang seolah tidak terjadi apa-apa, bahkan tangan kiri yang oleh Remy sengaja diinjak-injak supaya benar menjadi patah pun kini terlepas dari gips dan bisa melakukan aktifivatas layaknya manusia normal lainnya yang tidak pernah terluka.

Satu hal lain yang membuat trio itu tidak habis pikir adalah ketika Petra tersenyum pada mereka seakan gadis itu tidak merasa mengalami kejadian itu tempo hari. Seakan yang oleh trio Veronica lakukan hanya ada didalam mimpi mereka saja.

Dilain pihak, Petra yang berpura-pura tidak terjadi apa-apa hanya bisa mengepalkan buku-buku jarinya sendiri. Sekali pun darah dalam dadanya mendidih, deretan kalimat makian untuk trio Veronica mengendap dikepala ingin dikeluarkan namun tidak bisa. Yang lebih parah adalah Petra tidak bisa menceritakan apapun kepada temannya, Hime.

Petra harus menyimpan apa yang ia rasakan seorang diri tanpa bisa berkeluh kesah pada siapa pun jua.

Bukan karena larangan dari Lyon atau siapapun. Karena Petra berpikir tidak ada gunanya membalas kejahatan dengan kejahatan serupa atau lebih keji. Sejak kecil Petra tidak didik untuk berbuat semacam itu oleh paman Jon dan bibi Mia di Finelan.

"Aah, ingin rasanya pulang ke Finelan." Desah Petra berkhayal tentang kebun dibelakang rumah mereka. Hanya hal indah itu yang terlintas dipikiran Petra saat ini.

Petra sedang tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran atau pun tugas-tugas yang menumpuk.

"Finelan? Akhir pekan libur dua hari kamu bisa pulang kalau mau Petra. Akan aku temani, gimana?" celetuk Hime yang entah sejak kapan sudah duduk didepannya.

"Benar juga ya, tapi pekerjaan di Kohiti Cafe? Belum lagi banyak hal lain...tugas dan lainnya" gerutu Petra merasa frustasi sendiri. Ajakan Hime terdengar begitu menggoda daripada apapun.

"Hei kawan, santai lah sejenak. Apa kamu tidak kasihan dengan otakmu sendiri dikepala yang terus dipaksa bekerja 24 jam setiap hari?" ledek Hime tersenyum mengejek namun terlihat lucu.

"Biar pun pada kenyataan begitu, Finelan adalah sesuatu yang dirindukan tapi seperti tidak bisa kesana dalam waktu dekat." ujar Petra seakan ada pikiran lain yang ia pikirkan.

Tentu saja, akhir-akhir ini sejak dirinya bertemu dengan Lyon bahkan sejak hari pertama mereka membuat perjanjian selalu saja hal-hal aneh terjadi padanya. Petra merasa tidak nyaman setelah menyadari hal tersebut.

"Kalau begitu kita pergi ke taman bermain saja. Kamu tidak bisa menolak loh." usul Rita yang tiba-tiba bergabung dalam obrolan.

"Setuju." seru Hime dan Teresa yang kemana pun Rita berada pasti akan ada juga Teresa.

...

Akhir pekan yang dinanti oleh para gadis untuk menghabiskan waktu di taman hiburan berjalan sesuai rencana. Petra datang paling awal, jarak antara rumah Lisa dengan taman hiburan cukup ditempuh sepuluh menit dengan berjalan kaki.

"Selain rajin belajar kamu juga tepat waktu, Petra. Aku iri padamu loh." puji Hime, orang kedua yang datang diawal waktu.

"Jangan seperti itu Hime. Kamu juga salah satu penerima beasiswa. Tidak baik selalu merendah seperti tadi." elak Petra tidak nyaman.

Jika harus jujur, Petra sangat tidak nyaman selalu dipanggil dengan sebutan sebagai 'murid penerima beasiswa terbaik' di sekolah maupun diluar sekolah. Walau pada kenyataan memang nama Petrasia Valeri berada diurutan pertama peraih beasiswa di SMA Metropol, selain merasa risih terus-terusan dipanggil dengan sebutan seperti itu juga tidak ada keuntungan apapun yang Petra dapatkan dari gelar tidak resmi tersebut.

Sejak tinggal di Metropol, Petra sangat perhitungan apalagi soal uang. Petra harus banyak berhemat jika tidak ingin bangkrut dipertengahan bulan. Walau pun uang yang Lyon berikan setiap bulannya lebih dari cukup bagi Petra untuk hidup layak tetap saja ia tidak bisa menggunakkan uang itu dengan hati senang.

Selama ini Petra hidup hanya dengan mengandalkan uang dari pekerjaan sampingan di Kohiti Cafe. Sedangkan uang dari Lyon ia simpan tanpa berniat menggunakan. Apalagi selama ini Petra dan Lyon selalu beradu mulut jika bertemu dan tidak sekali pun memiliki kesamaan dalam berpendapat. Hal itu yang membuat Petra semakin tidak ingin menggunakan uang tersebut.

Setelah lebih dari sepuluh menit menunggu akhirnya Rita dan Teresa datang bersama pacarnya. Tentu membuat Petra dan Hime terkejut. Diawal mereka membuat janji bukan seperti itu kesepakatannya. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur yang tidak sedap.

Sekali lagi, Petra harus menahan diri untuk tidak menampakan wajah tidak senang. Kali ini, setidaknya hari ini Petra ingin menjadi anak yang baik, anak yang tidak memperturutkan emosi disetiap tindakan. Petra hanya ingin mengambil jeda untuk ancang-ancang selanjutnya ketika belajar esok.

-

Ada banyak wahana di taman hiburan nomor dua di Metropol, Oasis. Mulai dari bianglala raksasa hingga tornado dan halilitar serta water boom dengan seluncuran setinggi 45 meter.

"Apa kamu mau ikut kami naik water boom?" tanya Rita dan Teresa beserta pacar mereka.

"Tidak terima kasih." tolak Petra dan Hime. Mereka tidak terlalu suka dengan ketinggian dan sesuatu yang memicu adrenalin selain belajar sampai larut malam.

"Baiklah, kalau begitu kita akan ketemu lagi di restoran di pintu keluar. Oke?" kata Rita

"Oke." jawab Petra dan Hime serempak.

Akhirnya mereka berpisah menuju tujuan masing-masing. Rita dan Teresa menuju water boom sedangkan Petra dan Hime menuju rumah kaca.

Bagi Petra dan Hime cara terbaik menjelajahi arena taman hiburan adalah dengan berjalan menggunakan kaki-kaki mereka. Apapun wahana yang mengharuskan mereka berjalan kaki pasti akan mereka datangi.

-tbc-