Rombongan murid kelas satu akhirnya sampai di lokasi yang dituju, sebuah pabrik pembuatan benang sintetis dan aneka jenis kain.
Murid-murid dibagi jadi sepuluh kelompok dan masing-masing dari mereka dipandu oleh seorang pegawai General Affair pabrik tersebut. Guru pelajaran Ekonomi meminta para murid untuk benar-benar memperhatikan apa yang diintruksikan oleh perwakilan pabrik.
Seperti yang sudah-sudah, tugas para murid adalah membuat makalah tentang apa yang sudah mereka saksikan. Kemudian makalah tersebut harus sudah diserahkan dalam waktu tidak lebih dari satu pekan setelah kunjungan.
Bagaimana tidak para murid kelas Sosial sepakat jika kehidupan mereka di sekolah lebih seperti kerja paksa karena banyaknya tugas yang menuntut deadline? Masa tenggat pengumpulan tugas yang tidak wajar dan membabi buta seperti yang guru Sander lakukan hanya semakin membuat para murid membenci Ekonomi.
"Jadi...saya harap kalian akan mengerjakan tugas ini dengan baik. Tidak boleh ada yang mencontek pekerjaan teman sendiri. Dan dengarkan baik-baik apa yang dikatakan oleh ketua regu kalian." tegas bapak guru pelajaran Ekonomi, guru Sander memincingkan matanya yang sipit kepada barisan murid paling depan seolah mereka adalah penjahat.
"Baik pak guru." teriak para murid serempak. Jika tidak menjawab dengan teriakan maka akan lebih panjang lagi kata-kata yang keluar dari mulut guru Sander.
Pria itu, memiliki postur tubuh tinggi besar layaknya seorang tentara. Suaranya lantang dan tegas dalam bersikap. Dan bagi seorang Sander Rudflame tidak ada yang bisa menginterupsi kata-katanya kalau tidak ingin nilai mereka berkurang lima point. Singkat kata Sander Rudflame adalah guru killer, kejam. Guru paling kejam di SMA Metropol.
Setelah mengucapkan orasi singkat tersebut, guru Sander memerintahkan murid-muridnya untuk segera berpencar keseluruh penjuru pabrik sesuai dengan kelompok mereka dan ketua regu yang berasal dari pegawai pabrik.
...
Petra bersama kelompok tiga berisikan lima murid perempuan dan lima murid laki-laki. Kesemuanya tidak begitu akrab dengan Petra. Mereka adalah penduduk asli Metropol. Lagipula dengan penampilan mereka yang modern tidak mungkin akan cocok bergaul dengan Petra yang sederhana dan apa adanya.
Belum lagi ditambah dengan fakta kalau Petra bekerja sambilan sepulang sekolah di Kohiti Cafe yang berada tepat diseberang sekolah mereka. Perbuatan yang boleh dikatakan sebagai tindak kriminal. Mencoreng nama besar ke-elitan SMA Metropol yang prestisius oleh murid miskin yang bekerja sebagai pelayan.
"Kenapa kita harus satu kelompok dengan gadis pelayan?" cetus salah satu murid perempuan yang bernama Veronica.
Sedangkan dua gadis disamping Veronica ikut membenarkan ucapan tersebut. Menatap sinis kearah Petra yang berdiri paling ujung belakang rombongan.
"Sudahlah, kalian tidak perlu terbawa emosi. Lebih baik kerjakan tugas kalian sendiri." decak murid laki-laki berkaca mata tebal yang merasa terganggu dengan bisik-bisik trio Veronica.
"Jika kalian tidak suka lebih baik abaikan saja. Tidak ada untungnya bagi kita bergaul dengan gadis miskin sekalipun berprestasi. Yang bisa dia lakukan hanyalah menggigit untuk mencari keuntungan." decak murid laki-laki lain.
Percakapan itu terdengar jelas di telinga Petra namun ia hanya bisa diam. Tidak akan ada yang bisa merubah pendirian mereka sekalipun Petra mengatakan yang sebenarnya terjadi.
Intinya Petra dikucilkan oleh rombongannya sendiri. Walaupun Petra menyadari hal itu, tidak langsung membuat Petra kecil hati. Ada yang lebih penting dalam daftar prioritasnya saat ini dari pada meladeni ucapan rubah betina kelaparan yang tidak lain masih teman satu kelasnya sendiri.
Rombongan mereka terus berjalan mengikuti pemandu masuk lebih dalam ke area produksi.
Deretan mesin-mesin pemintal benang berjejer disepajang garis jalur produksi yang tengah kelompok Petra lewati. Mesin-mesin tersebut tidak dalam keadaan beroperasi karena pekerja dibagian produksi tersebut masih libur dan baru esok lusa mulai bekerja kembali.
Pegawai pabrik yang sekaligus sebagai pemandu mereka sedang sibuk menjelaskan berbagai jenis mesin-mesin besar tersebut dan apa saja kegunaannya.
"Nah, sampai disini dulu. Silahkan kalian melihat-lihat tapi jangan pernah meninggalkan area ini. Ada penjaga keamanan yang mengawasi kalian, ingat itu. Kami sedang ada pengiriman ke pelabuhan di Yamelai dan sedang kekurangan tenaga karena banyak tenaga kerja tidak masuk karena sakit." pesan pegawai tersebut lalu berpamitan untuk membantu bagian pengepakan barang yang kekurangan orang dan segera pergi meninggalkan posnya sebagai pemandu murid-murid SMA Metropol.
Area produksi yang luasnya dua kali lipat lapangan bola dan tidak sedang beroperasi itu terasa begitu lenggang nan sunyi setelah kepergian pegawai pemandu tersebut.
Menyisakan Petra dan teman kelompoknya dan beberapa kelompok lain yang berdiri tidak jauh darinya. Sembari melihat-lihat Petra juga mencatat apa-apa saja yang menurutnya penting di buku catatan kecilnya.
Walau gips ditangan kiri Petra belum dilepas ia masih bisa menulis dengan tangan kanannya dengan baik. Ketika Petra sedang mencoba memeriksa salah satu mesin pemintal benar yang ukurannya dua kali lemari pakaian tiba-tiba trio Veronica menghampirinya.
"Kenapa kamu begitu bekerja keras, Petra?" kata Veronica lebih dulu sembari berkacak pinggang.
Dari sorot matanya yang tampak tidak bersahabat Petra merasa akan ada sesuatu yang tidak enak terjadi kepadanya.
"Bukankan ada Lyon yang pasti akan membantu apapun permintaanmu?" ucap gadis disamping kiri Veronica, Diva ikut berkacak pinggang.
"Benar sekali. Jangan terlalu membebani dirimu sendiri Petra, apalagi tanganmu itu belum sembuh kan?" cicit Romy menyusul. Gadis berambut ikal yang berdiri disamping kanan Veronica.
"Apa mau kalian?" kata Petra mencoba bersikap setenang mungkin.
Bukan kali pertama Petra berhadapan dengan Trio Veronica yang super menyebalkan. Setiap ada kesempatan mereka akan menindas Petra. Salah satu bentuk perundungan karena isi dengan nasib Petra yang beruntung. Ditambah lagi kedekatannya dengan Lyon, hanya semakin besar alasan Trio Veronica untuk melakukannnya.
"Jangan membuatku tertawa Petra. Lagi pula sudah jelas apa mau kami terhadapmu. Jangan pernah berbuat apapun yang mencolok jika tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada diriumu. Jika kata menghilang dari dunia ini terlalu berlebihan untuk diucapkan." gertak Veronica menajamkan nada disetiap ucapannya.
"Kenapa aku harus menuruti keinginanmu yang tidak masuk akal?" ujar Petra pura-pura tidak mengerti.
Pada kenyanyaanya, hidup sebagai muris penerima beasiswa di SMA Metropol tidak mudah bagi Petra. Terlebih lagi latar belakang keluarganya yang sangat sederhana.
Tidak seperti murid penerima beasiswa lain yang berasal dari kalangan berada, mereka tidak mengalami perundungan seperti yang saat ini ia alami. Dan, ketika medengar kata 'menghilang' dari mulut licik Veronica membuat Petra sedikit gentar. Bagaimana pun satu lawan tiga dengan tangan kirinya yang masih terluka tidak cukup banyak kemungkinan bagi Petra untuk bisa lolos kali ini.
"Dasar gadis murahan..." pekik Veronica dengan suara tertahan. Gadis itu mencoba untuk tidak menimbulkan kecurigaan kelompok yang lain.
Detik berikutnya, Petra dapat merasakan ada benda keras menghantam kepala bagian belakang hingga semuanya menjadi gelap...
-tbc-