Selesai sholat subuh, Jelita pergi kedapur untuk membuat sarapan, disana sudah ada mbok Rahmi salah satu asisten rumah tangga di rumah mewah milik keluarga Mahendra.
"Selamat pagi nyonya." sapa mbok Rahmi ketika melihat Jelita memasuki area dapur.
"selamat pagi, mbok."
"nyonya mau sarapan apa? biar mbok bikinin."
"ga usah mbok, saya bikin sendiri aja, hari ini saya yang masak boleh?"
"boleh, tapi nanti tuan.."
"ga apa-apa, kan kewajiban saya menyiapkan keperluan suami, termasuk keperluan perut." jawab Jelita dengan senyum lebar.
"ya udah, mbok tak mengerjakan yang lain, kalau perlu bantuan, tolong panggil saya nyonya."
"iya mbok."
Jelita membuka kulkas dan melihat stok bahan makanan yang ada di sana. kemudian dia mengeluarkan brokoli, wortel, udang, baso, dan cesim serta buncis, selanjutnya dia meracik bumbu dan mulai menumis, dan akhirnya jadilah capcay sederhana. kemudian dia menggoreng ikan basah sebagai lauknya, setelah selesai dia kemudian menuju meja makan menata makanan disana, dan tak lupa dia menyiapkan buah diantara makan yang tersaji di atas meja.
"Mbok Rahmi !! sini deh.."
"Ada apa nyonya."
"sarapan yuk."
"Nyonya makan saja, mbok nanti bareng sama Santo, dia lagi cuci mobil."
"saya makan sendiri dong." jawab jelita dengan wajah cemberut.
"lha memangnya Tuan Danil kemana, buah?"
"Danil ada masalah dikantor, mendadak semalam dia harus ngecek situasi, jadi sendiri deh saya." jelita menutupi kenyataan yang terjadi.
"walahhh...kasian tenan nyonya ini, malam pengantin kog ditinggal."
"ga papa mbok, kan waktu kami masih panjang, ya udah deh, saya makan dulu sudah laper."
Jelita menuju meja makan, baru saja dia mau duduk di kursi makan, terdengar langkah kaki menuju ruang makan, Jelita bisa menebak itu pasti Danil, dan benar saja dia datang tanpa mengucapkan salam.
"waalaikumsalam." kata Jelita ketika Danil hampir sampai di meja makan, sontak hal tersebut mengagetkan Danil, sedang mbok Rahmi dan jelita hanya terkikik geli.
"bagaimana dia masih baik-baik saja." kata Danil dalam hati, tapi Danil tetaplah Danil dengan tenang dia melangkah menuju meja makan. baru saja dia mau ambil piring tapi tangan Jelita lebih menaruh piring dihadapannya.
"nasinya mau di ambilin sekalian, atau mau ambil sendiri." tanya jelita.
"aku ambil sendiri aja."
"oke." mereka makan dengan hening, tapi yang tak disangka baru beberapa menit makan nasi dipiringnya sudah tandas Habis, bahkan dia sudah mengambil nasi dan sayurnya lagi.
"habis kerja rodi bang.." goda Jelita.
Danil hanya diam dan melanjutkan makannya.
"Mbok, besok pagi masak ini lagi ya, enak saya suka." kata Danil sambil berdiri dari meja makan.
"Itu nyonya Jelita yang masak, tuan."
"sialan." batin Danil meronta
"kalau gitu tidak usah." kata Danil sambil melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Jelita terkikik melihat sikap Danil.
"sabar ya, nyah, sebenarnya tuan Danil baik kog, nyonya kan belum lama kenal sama Tuan Danil."
"Santai aja mbok, saya ga apa-apa kog," jawab Jelita santai.
"Tolong rapikan ya, Mbok, saya mau ke atas." lanjut Jelita.
"iya, nyonya."
Jelita melangkah menuju kamarnya dengan santai, sampai disana, dia duduk dibalkon sambil membaca buku kegemarannya.Danil yang menjadi tetangga kamarnya, sedang asyik berendam di bathup kamar mandi mewahnya. Dia mendial nomor anak buahnya yang ditugaskan membunuh Jelita tadi malam, tapi sampai akhir hangat berubah menjadi dingin pun dia gagal menghubungi anak buahnya. bahkan kata anak buah nya yang lain mereka tidak dapat menemukan kelima orang suruhan Danil tersebut.
Akhirnya Danil mengakhiri mandinya, membilas badannya dibawah shower dan meraih handuk yang tergantung dikamar mandi.
Danil keluar kamar mandi hanya dengan lilitan handuk di pinggangnya. kemudian dia mengambil sebatang rokok menyalakannya kemudian menyesapnya sambil menuju balkon kamarnya, manik hitam Danil menatap tajam keseluruh area di depannya, dan tatapannya berhenti pada sosok cantik di balkon sisi kamarnya. jilbab yang menjuntai hingga pinggang berkibar terkena tiupan angin. Danil terus menatap sosok itu, sosok yang tiba-tiba hadir dan memporak-porandakan hati dan pikirannya.
"cantik." gumamnya.
"shit." Danil merutuki gumamannya. kemudian mematikan rokok dan menaruhnya diasbak. Danil masuk ke dalam kamar dan membanting tubuhnya ke atas kasur tanpa memakai baju terlebih dahulu. dengan posisi tengkurap dia mencoba memejamkan matanya. Tak berapa lama dia sudah terbuai di alam mimpi.
Jelita bukan tidak tau kalau Danil menatapnya, tapi Jelita sengaja mengacuhkannya. kedua sudut bibirnya tertarik keatas, namun tatapan matanya tajam, dengan terus menatap buku dihadapannya. Beberapa menit berlalu Jelita mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"waalaikumsalam" jawab Jelita, rupanya orang diseberang telpon telah mengucapkan salamnya terlebih dahulu.
"apa semua berjalan lancar?"
"..."
"oke, baik lah aku mengerti, untuk sementara kau bisa menghendel sendirian?'"
"..."
"bagus kalau gitu, okey aku tunggu laporannya."
"Assalamualaikum" Jelita menutup telponnya.
Jelita tersenyum penuh kelegaan, menatap ponselnya beberapa saat, dan akhirnya masuk kembali kedalam kamar.
waktu Zuhur telah tiba, Jelita sudah bersiap dengan mukena berenda putih miliknya. dia melangkah menuju kamar Danil. kemudian mengetuk pintu dihadapannya dengan perlahan.
tok tok tok
1 menit
2 menit
3 menit tidak ada jawaban.
tok tok tok
hingga beberapa menit masih tidak ada jawaban. namun ketika hendak mengetuk pintu lagi, tiba-tiba pintu itu terbuka dari dalam. Jelita reflek menurunkan tangannya yang tadi mengantung karena gagal mengetuk pintu kamar.
"sudah waktunya sholat Zuhur, kau masih ingat perjanjian kita kan?"
"tidak mau." ucap Danil.
"oke, kalau begitu tiga perempat hartamu akan menjadi milikku."
"apa!!!!" trial Danil tak percaya.
"lho, bukannya itu yang ada di isi surat perjanjian kita??? atau jangan-jangan kau tidak membaca dengan benar surat perjanjian dari ku...ckckckck."
"Sial!!!" kata Danil
"oke, kamu tunggu di mushola aku mau pakai baju." kata Danil tanpa menunggu jawaban dari Jelita
Jelita masih berdiri di depan pintu dengan wajah keheranan. kemudian dia menuju ke sebuah ruangan yang memang difungsikan sebagai mushola di dalam rumah tersebut.
Beberapa menit kemudian Danil datang ke mushola, Danil berhenti sejenak ketika sampai di depan pintu mushola, tubuhnya serasa kaku, jantungnya berdebar dengan kencang, lantunan ayat suci dengan suara yang lembut masuk kegendang telingganya, dadanya sesak dia mengingat kembali kapan terakhir dia menjalankan sholat? dia masih terpaku hingga suara lembut itu memanggil namanya.
"Mas Danil." tanpa menjawab Danil masuk kedalam mushola dan mengambil posisi sebagai Imam.
Merek sholat dengan khusuk, hingga setelah beberapa menit mereka selesai mengerjakan sholat, Danil merasakan dadanya berdesir ketika bibir jelita mencium tangannya.
Danil kembali duduk bersila membelakangi Jelita, hingga suara mbok Rahmi mengagetkan mereka.
"Maaf tuan, ada den Ronald dibawah menunggu tuan."
"ya, trimakasih."
Tanpa mengucapkan sepatah kata, Danil langsung pergi meninggalkan Jelita yang masih duduk menyelesaikan zikirnya, dan berdoa agar Danil bisa menerimanya dan mencintainya.