Kenan yang sudah selesai membersihkan tubuhnya itu pun keluar dari kamarnya dengan kaos lengan pendek berkerah dan juga celana jens. Ia memakai tas ransel berwarna hitam dengan satu selempang yang ia taruh di pundak sebelah kanannya. Sepatu kets nike berwarna abu-abu itu pun membalut kakinya. Ia berjalan kearah meja makan dan disana ada Qia yang sedang memakan sarapannya.
"Kamu makan nasi goreng?" tanya Kenan sambil menarik kursi dan meletakkan tasnya di kursi sebelahnya.
"Iya, kak. Kenapa?"
"Kamu nasi, kenapa aku roti?" tanya Kenan menatap nasi goreng milik Qia.
"Kak Ken bukannya lebih suka roti untuk sarapan?"
"Aku mau nasi goreng kamu," ucapnya sambil menarik piring milik Qia.
"Terus aku?" tanya Qia sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Ini," ucap Kenan sambil mendorong piring yang berisi dua roti panggang yang di lumuri dengan telur.
"Ish, mana kenyang aku, kak."
"Masak lagi kalau gitu, aku mau sarapan nasi goreng pagi ini. Udah lama gak cobain masakan kamu," jawab Kenan sambil menyendokkan nasi goreng ke mulutnya.
Dengan bibir yang tertekuk kebawah, Qia memakan roti panggangnya hanya menggunkan garpu. Mereka pun makan bersama tanpa ada pembicaraan, selesai makan Qia membersihkan meja makan dan mencuci piring dan gelas kotor. Kini Kenan sudah berdiri di depan pintu appartementnya, "Sebentar lagi akan ada wanita paruh baya yang bernama Bu Munah datang kesini untuk menemani kamu selama aku kuliah. Jadi, jangan kemana-mana."
"Iya, kak," jawab Qia seraya tersenyum.
"Kalau kamu mau pergi kemanapun harus telpon aku," ucap Kenan lagi mengingatkan.
"Aku kan, enggak ada handphone, kak," ucap Qia.
"Aku sudah membelikan yang baru. Kalau kamu tidak bisa memakainya kamu tunggu aku pulang. Jika ingin menelponku, kamu bisa minta tolong Bu Munah untuk menelponku," ucap Kenan.
"Iya, kak," jawab Qia seraya tersenyum.
"Ya, udah. Aku berangkat, ya," ucap Kenan seraya tersenyum.
"Hum, hati-hat, kak," ucap Qia seraya tersenyum.
"Ya," jawab Kenan dan membalikkan tubuhnya untuk melangkah pergi.
"Kak," panggil Qia membuat Kenan menghentikan langkahnya dan langsung membalikkan tubuhnya.
"Kenapa?" tanya Kenan heran.
"Cium," jawab Qia sambil menatap Kenan.
Kenan tersenyum kemudian menghampiri Qia. Kenan mengulurkan tangan kanannya dan Qia pun langsung mengambil tangan Kenan untuk di cium punggung tangannya. Setelah itu, Kenan akan mencium kening Qia dengan dua jarinya, yaitu telunjuk dan jari tengah yang sebelumnya sudah ia tempelkan ke bibirnya kemudian ia letakkan di kening Qia.
Qia tersenyum menampilkan deretan giginya dengan perlakuan Kenan. Ciuman ala mereka ya seperti itu, karena Qia masih sekolah walau masa itu sudah terlewatkan beberapa tahun yang lalu. Namun, Kenan tidak mengubah kebiasaan itu karena ingatan Qia yang tidak boleh dipaksakan untuk mengingat jika ini sudah bertahun-tahun setelah kecelakaan. Dokter mengatakan, jika sampai Qia dipaksa untuk mengingat semua yang sudah ia lewati, itu bisa menyebabkan Qia semakin depresi karena berusaha mengingat. Perlahan tapi pasti, ingatan Qia akan kembali seiring dengan kondisinya yang membaik sehingga trauma yang ia alamipun ikut membaik. Kenan pun pergi dan Qia masih berdiri di ambang pintu sampai Kenan tidak terlihat lagi ia baru masuk ke dalam.
Sampai di kantor, para karyawan menatap kagum kearah Kenan. Beberap hari tidak pergi ke kantor, cara berpakaian Kenan berubah. Dengan penampilannya saat ini dia lebih terlihat lebih muda dan menawan. Ia berjalan dengan wajahnya yang selalu datar dan dingin, tapi walau begitu ia tetap keren.
Sampai di lantai ruangannya, tanpa mengetuk pintu ia langsung membuka pintu ruangan sekretarisnya. "Siapakan semua berkas yang harus saya cek," ucap Kenan setelah itu ia pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya yang begitu terkejut dengan kedatangan bosnya.
Kenan membuka ruangannya kemudian ia berjalan kekamar pribadinya yang ada diruangan itu. Ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa ia gunakan. Kemeja lengan panjang berwarna navy, dasi berwarna navy bercorak garis miring putih, celana dasar berwarna hitamnya. Gaya rambutnya yang ia turunkan dan tanpa berponi. Tidak seperti tadi, gaya rambutnya sedikit naik dan berponi. Ia keluar dari ruangannya dan saat itu sekretarisnya masuk setelah mengetuk pintu.
"Letakkan di meja kerja saya dan kamu boleh kembali keruangan kamu!" perintah Kenan sambil berjalan ke arah meja kerjanya.
"Iya, pak," jawab Flora sambil membawa tumpukan dokument. Ia meletakkan dokument di tempat yang di perintahkan bosnya setelah itu, ia pun pamit pergi.
"Saya tidak mau di ganggu hari ini, jadi jangan izinkan orang lain masuk keruangan saya!" tegasnya saat Flora membuka pintu ruangannya tanpa menatap Flora.
"Jika penting bagaimana, pak?" tanya Flora.f
"Tidak ada yang penting selain bertemu dengan klient!" tegas Kenan yang kini sudah duduk sambil mengambil salah satu dokument.
"Baik, pak," jawab Flora dan ia pun keluar dari ruangan Kenan.
Kenan pun mulai berkutat dengan pekerjaannya. Ada beberapa dokument yang sudah ia baca melalui e-mail yang dikirimkan sekretarisnya padanya, sehingga tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia menaikan kedua tangannya ke atas sambil menghembuskan napasnya karena akhirnya pekerjaannya selesai. Ia tinggal bereksperiment dengan design yang sudah ia buat.
Ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 11.50 wib. Ia mengambil handphonennya dan mendial nomor Qia untuk memastikan jika Qia tidak apa-apa. Pekerjaan membuat masalah tentang Qia, sedikit ia lupakan.
"Hallo," ucap Kenan saat sambungan terhubung.
"Hallo, kak," jawab Qia senang.
"Kamu lagi apa? Udah, makan?"
"Baru selesai makan," jawab Qia.
"Obatnya udah di minum?"
"Udah, juga," jawab Qia karena ketik Kenan menelpon ia akan memasukkan obat ke dalam mulutnya.
"Bagus, kalau udah di minum," ucap Kenan seraya tersenyum.
"Kakak udah makan?"
Baru Kenan akan menjawab pertanyaan Qia, tiba-tiba pintu dibuka secara kasar membuat Kenan tersentak kaget. "Kamu tuh, kemana aja sih, Ken?" tanya Raka sambil berjalan ke arah Kenan dengan wajah marahnya.
Kenan berdiri dari duduknya dan tidak lupa mematikan sambungan telponnya. Ia segera berjalan ke arah pintu untuk mengunci pintunya. "Jawab aku, kamu kemana aja beberapa hari ini? Aku telpon kamu enggak pernah angkat!" kesal Raka sambil menatap Kenan yang kini berjalan kearahnya.
"Bisa enggak, sih, kamu tutup pintu sebelum bicara?' tanya Kenan kesal.
"Gua enggak peduli! Gua marah sama lo yang hilang tanpa kabar!" kesalnya menatap Kenan yang kini di hadapannya.
"Buat apa kamu marah, bukannya kamu sudah memiliki kekasih!" ketus Kenan.
"Come on sayang, kamu itu kekasihku. Mau ada mereka kamu itu prioritas pertamaku," ucap Raka dengan nada lembut sambil meraih kedua tangan Kenan.
Kenan langsung melepaskan kedua tangan Raka kemudian ia berjalan kemejanya untuk mengambil kunci mobil, handphone dan juga dompetnya. "Aku baru datang dan kamu mau pergi?" tanya Raka tidak percaya.
"Waktunya makan siang," jawab Kenan sambil berjalan ke arah Raka tanpa peduli dengan raut wajah kekasihnya itu. "Ayo, makan siang," ajak Kenan yang kini sudah berdiri di hadapan Raka.
"Jangan mengalihkan pembicaraan!" kesal Raka.
"Siapa yang mengalihkan pembicaraan. Ini memang sudah waktunya makan siang," ucap Kenan begitu santai sambil melihat jam tangannya.
"Apa kamu habis membuat kesalahan?" tanya Raka memicingkan matanya.
"Memangnya aku, kamu?" tanya Kenan malas.
"Apaan, sih!" kesal Raka.
"Udah, yuk, makan siang!" ajak Kenan sambil berjalan meninggalkan Raka. Raka menurut, ia pun berjalan mengikuti Kenan dari belakang.