Siang itu di sebuah taman yang indah, duduk dua orang perempuan di bawah sebuah pohon. Tak terdengar suara diantara keduanya. Setiap orang yang datang ke taman itu adalah mereka yang ingin berlibur dan bercanda ria bersama teman, kekasih dan keluarga. Namun tidak tampak keceriaan sedikitpun dari dua orang perempuan itu. Mereka adalah Sukma dan Tesa. Sudah dua tahun berlalu sejak Maisa menghilang bahkan Sukma dan Tesa telah menamatkan sekolah mereka. Namun tanpa putus asa Sukma dan Tesa terus mencari keberadaan Maisa.
" Sudah dua tahun ya kita tidak bertemu Maisa, aku sangat merindukannya, entah mengapa dia pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun, aku sungguh ingin tau apa yang terjadi padanya, dan aku akan melakukan apapun untuk membantunya, tapi kenapa, kita seperti orang asing baginya, kenapa dia tidak terbuka sama sekali? aku kira sudah sangat dekat dengannya, ternyata aku tidak tau apapun tentang dirinya, mengapa dia menangis malam itu? aku benar-benar tidak mengerti", ucap Sukma saat teringat temannya yang tidak kunjung juga dia temukan.
Tesa yang duduk di samping Sukma hanya bisa diam, dia juga tidak tau jawaban dari setiap pertanyaan yang ada di kepala mereka masing-masing.
" Tesa, aku ingin berkunjung ke rumah Maisa lagi", ucap Sukma lagi.
" Mau apa kesana? Maisa tidak pernah pulang ke rumah itu lagi, kita sudah berkali-kali kesana, tapi semuanya sia-sia saja, kita tidak mendapatkan informasi apapun", ujar Tesa.
" Ada yang ingin aku cek di rumahnya", jawab Sukma.
" Cek?!, mau ngecek apa? kamu mengingat sesuatu?", tanya Tesa penasaran.
" Aku tidak bisa bilang sebelum memastikannya, apa kau mau ikut?", tanya Sukma.
" Tentu saja", jawab Tesa.
Tidak butuh waktu lama mereka sampai di rumah Maisa yang dulu. Karena sudah lama tidak ditempati rumah itu terlihat sangat kotor sekali. Sukma dan Tesa mencoba membuka pintu, karena kondisi kayu yang sudah mulai rapuh, pintunya juga sudah miring, sehingga mereka bisa membuka pintu itu tanpa kunci.
Sukma masuk ke dalam rumah dan mencari-cari sesuatu.
" Apa yang akan kita cari disini?" tanya Tesa.
" Mencari sesuatu yang mungkin ditinggalkan oleh Maisa disini", jawab Sukma.
Tesa yang semula berdiri di depan pintu, kini juga ikut masuk ke dalam, dan memeriksa seluruh rumah itu. Ketika Sukma memeriksa kolong tempat tidur Maisa, di dalam sebuah kardus, dia menemukan sebuah foto berbingkai, dia masih ingat sewaktu ke rumah Maisa dulu, foto inilah yang disembunyikannya.
" Ini dia yang aku cari", ucap Sukma
" Foto?!", tanya Tesa bingung.
Tanpa banyak komen, Sukma membersihkan foto tersebut. Ketika foto itu bersih, mereka kaget melihat foto itu adalah foto Maisa dengan wanita yang bersamanya malam itu.
" Sudah berapa lama sebenarnya Maisa bersama perempuan ini? aku tidak menyangka ternyata ini foto yang disembunyikannya waktu itu", ujar Sukma.
" Kenapa kau tau tentang foto ini?", tanya Tesa.
" Sewaktu kita kesini dulu, aku melihat Maisa menyembunyikan foto ini, tapi aku dulu tidak terlalu ambil perhatian dengan hal ini, dulu aku mengira bahwa ini mungkin foto dirinya dulu yang dia tidak ingin kita melihatnya, tapi ternyata foto ini adalah foto dia dengan perempuan itu", jawab Sukma.
" Kalau tidak salah, aku pernah melihat perempuan ini bersama Maisa sebelumnya, maksudku sebelum malam itu juga, tapi mereka tampak seperti teman biasa", ucap Tesa mencoba mengenali perempuan itu yang tidak terpikir olehnya ketika kejadian malam itu karena cukup terpukul dengan apa yang dia lihat.
" Kau pernah melihatnya?! dimana?", tanya Sukma.
" Akan aku coba untuk mengingatnya,,hmmm...dimana ya?!", ucap Tesa yang berusaha mengingat.
Cukup lama Tesa berusaha untuk mengingatnya, sampai akhirnya dia menyadari.
" Nah itu dia! aku mengingatnya sekarang, aku melihat mereka di halte ketika mereka ingin pulang, kalau tidak salah sewaktu mereka selesai olimpiade", Ujar Tesa yang akhirnya bisa mengingat.
" Hmmm....selesai olimpiade ya?", Sukma mencoba memikirkan beberapa kemungkinan.
" Apa kau tidak menanya pada Maisa tentang perempuan itu dulu?", lanjut Sukma lagi.
" Huhh...aku tidak begitu mengingat hal itu", jawab Tesa.
" Cobalah kau ingat-ingat, kau kan selalu mengingatkan kami karena suka lupa hal sepele, tapi kenapa sekarang malah kau yang lupa!", ucap Sukma yang berusaha membuat Tesa untuk mengingatnya.
" O iya, aku bertanya pada Maisa waktu itu, Maisa bilang dia adalah teman yang ditemukannya sewaktu olimpiade", ujar Tesa
" Begitu ya, kita harus mencari perempuan ini!", tegas Sukma.
" Kau benar, aku yakin dia pasti mengetahui sesuatu", kata Tesa.
Lalu mereka menyimpan foto itu, karena foto itu sangat dibutuhkan untuk mencari perempuan itu.
Sementara Sukma dan Tesa sibuk berusaha mencari keberadaan perempuan yang diduga sebagai kekasihnya Maisa, di sebuah kafe di tengah kota yang berbeda tampak beberapa orang pemuda sedang berkumpul.
" Senangnya bisa kumpul bareng lagi, sudah lama aku menunggu momen seperti ini", ucap Bino dengan senang sekali.
" Kau benar, sudah cukup lama setelah kita lulus sekolah, dan kita tidak pernah berkumpul setelah itu", balas Diki.
Perkumpulan itu merupakan perkumpulan Diki dan teman-temannya. Mereka tampak bahagia sekali, mereka juga sangat berisik dan kadang juga suka usil.
" Tapi, ada yang jadi pertanyaan dariku untukmu Diki, kenapa kau berhenti mengejek si rambut pirang itu? dan kau bahkan juga belum membalas perempuan yang tidak punya orang tua itu, o iya aku baru ingat bagaimana juga mau membalasnya, dia sudah menghilang duluan, aku yakin dia pasti takut, atau kau telah melakukan sesuatu padanya?!", ucap Bino tanpa tau apa yang terjadi.
" Bukkk...", satu tinju yang cukup kuat langsung sampai ke wajah Bino.
" Hey...apa yang kau lakukan?!", teriak Bino pada Diki karena sudah meninjunya begitu saja. Bino berusaha membalas Diki, tapi teman lain menghalanginya dan berusaha menenangkan mereka berdua.
" Seharusnya kau menjaga mulutmu itu sialan!", ucap Diki sambil meninggalkan kumpulan itu.
" Hey Diki, kau mau kemana? mengapa jadi begini?", gerutu Ciko.
Diantara teman-teman Diki, Ciko lah yang paling dekat dengannya. Namun dia juga tidak mengetahui mengapa Diki begitu, tapi dia senang ketika Diki berhenti mengejek dan menjatuhkan orang lain. Ciko berusaha mengejar Diki, dia cukup merasa khawatir karena Diki yang pergi dengan emosi, dia takut ketika Diki menyetir akan kehilangan kendali.
" Diki, tunggu Dik!", teriak Ciko sambil berlari mengejar Diki.
" Ada apa? apa kau akan menyalahkan aku? apa kau juga ingin bertengkar dengan ku?!", ucap Diki tanpa menoleh pada temannya itu.
" Apa yang kau pikirkan?! tidak ada gunanya aku bertengkar denganmu, aku cuma ingin mengajakmu nginap di rumahku, aku sendiri di rumah, orang tua ku lagi ada keperluan di kampung, kau juga sudah lama tidak menginap di rumahku", ujar Ciko seraya memegang pundak Diki.
" Hufff....begitu ya, baiklah", jawab Diki yang sudah mulai terlihat tenang.
" Syukurlah akhirnya emosinya turun juga", ucap Ciko dalam hati seraya mengelus dada.
" Baiklah kalau begitu, tapi izinkan aku yang nyetir mobilmu", pinta Ciko karena khawatir dengan temannya yang habis naik darah itu.
" Baiklah, lakukan apa yang kau mau", balas Diki seraya menyerahkan kunci mobilnya.
Malam itu terasa terasa berisik seperti biasanya, ada suara kendaraan dimana-mana, ada perkumpulan dimana-mana, ada musik dan masih banyak lagi, tak terkecuali sebuah bar yang tersembunyi di sudut kota dan hampir tidak diketahui, hanya orang-orang tertentu yang mengetahui tentang bar tersebut. Tentu saja begitu karena bar itu merupakan bar ilegal yang hanya aktif di malam hari, sedangkan pada siang hari bar itu hanya terlihat seperti sebuah gudang saja, bagaimana tidak karena itu merupakan bar tempat perkumpulan para LGBT yang ada di kota tersebut. Mereka mengadakan pesta hampir tiap malam, mungkin lebih pantas untuk di sebut diskotik. Namun tidak hanya LGBT saja yang ada di pesta tersebut, tetapi juga terdiri dari banyak bajingan seperti laki-laki hidung belang dan si penjual diri.
Bar itu memang tujuannya untuk perkumpulan orang-orang seperti itu, mereka menyediakan minuman keras dan juga obat terlarang.
Namun siapa sangka bahwa seorang gadis yang dikenal sebagai pengharum nama sekolah terfavorit karena kecerdasannya sewaktu masih sekolah dulu juga merupakan bagian dari kumpulan itu. Bahkan dia datang hampir tiap malam bersama kekasihnya.
" Seperti biasa, tempat ini benar-benar tempat kotor ya? Maisa", ujar seorang perempuan yang duduk di samping Maisa.
" Hmmm...itu sudah pasti sayang", balas Maisa kepada perempuan itu.
Perempuan itu bernama Kinan, dia adalah kekasihnya Maisa, tidak jauh berbeda seperti Maisa, Kinan merupakan siswi yang pintar di sekolah, bahkan mereka pun bertemu dikala olimpiade tingkat nasional waktu itu. Siapa sangka ternyata mereka sama-sama memiliki gangguan psikologi dan sekarang berada di bar tersebut.
Masa lalu adalah kenangan, masa sekarang adalah perjuangan dan masa depan adalah rahasia, kata-kata inilah yang cocok untuk menggambarkan keadaan dimana tiba-tiba bar tersebut dikepung oleh polisi, tidak ada yang menyadarinya. Polisi masuk ke bar tersebut dan menangkap semua orang yang ada di sana. Namun karena mereka begitu ramai, tentu saja untuk menangkap mereka tidak bisa dilakukan sekaligus, ketika polisi sedang sibuk menangkap orang-orang, Maisa dan Kinan yang berada pada pojok tentu memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Mereka melarikan diri dikala polisi sibuk. Namun mungkin memang nasib buruknya malam itu, belum juga cukup jauh dari bar itu, polisi melihat mereka. Beberapa orang polisi dikerahkan untuk mengejar mereka. Karena mereka tidak mau berhenti polisi terpaksa sesekali menembakkan senjatanya sebagai peringatan agar berhenti lari, karena kondisi yang cukup buruk itu, akhirnya Maisa dan Kinan terpisah. Maisa lari ke gang-gang yang ada disekitar sana agar bisa bersembunyi.
Sementara itu di sebuah rumah yang tidak begitu mewah bahkan terkesan sederhana, terdengar tawa dua orang laki-laki, mereka adalah Diki dan Ciko. Seperti biasanya jika Diki menginap di rumah Ciko mereka selalu bermain ular tangga dengan berbagai tantangan.
" Ya...aku kalah lagi", ucap Ciko
" Hahaha...kau tidak akan mengalahkan ku, sesuai aturan kau harus menari menggunakan pakaian cheerleader milik adik mu ini!", ujar Diki sambil cengingisan.
" Itu terlihat memalukan sekali", keluh Ciko.
" Ngak boleh begitu dong, sportif, sportif", ucap Diki seraya memberikan pakaian itu kepada Ciko.
" Huff....Baiklah, baiklah, aku tau itu, aku juga tidak akan curang begitu", ucap Ciko seraya memakai pakaian itu.
Suka tidak suka, Ciko harus menari karena itulah kesepakatan mereka berdua.
" Hey Dik, apa yang kau lakukan?!", teriak Ciko yang menyadari dirinya di rekam oleh Diki.
" Tidak ada kok, cuma rekam kamu doang, ini bakalan jadi tranding di sosmed nih", ujar Diki seraya tertawa.
" Dik jangan lah seperti itu! berikan hp mu padaku", teriak Ciko seraya mengejar Diki.
Ditengah sedang asik merebut hp itu, tiba-tiba saja mereka mendengar ada keributan di luar, dan beberapa kali terdengar suara tembakan.
" Ada apa itu?", tanya Diki.
" Entahlah, mungkin polisi lagi ngejar maling atau semacamnya, sebaiknya kita tidak ikut campur", jawab Ciko.
" Aku akan melihat sebentar keluar", ucap Diki dengan segera membuka pintu.
" Jangan Dik!", larang Ciko.
" Tidak apa-apa, aku hanya melihat di teras saja kok", ucap Diki.
Ternyata ucapan Ciko benar, itu adalah polisi yang lagi mengejar seseorang, tapi sepertinya bukan maling. Diki berusaha untuk melihat aksi kejar-kejaran itu dari teras. Dari kejauhan tampak bahwa yang di kejar polisi itu adalah seorang cewek. Diki mencoba terus memperhatikan kemana cewek itu lari, tapi alangkah terkejutnya Diki ketika cewek itu melewati tiang, dan terkena cahaya lampu jalan, dia melihat dengan jelas wajahnya.
" Maisa!", ucap Diki kaget bercampur rasa bingung karena melihat Maisa yang dikejar-kejar polisi.
Dengan sigap Diki pergi kearah yang berbeda dari gang disana dan akhirnya bertemu dengan Maisa di persimpangan. Diki langsung memegang tangan Maisa dan membawanya berlari.
" Cepat kesini, ikut aku!", ujar Diki.
Maisa yang tengah panik mengikutinya begitu saja, tanpa sadar kalau itu adalah Diki, ditambah lagi dia dalam keadaan mabuk karena minum di bar tadi. Diki membawa Maisa ke rumah Ciko dan menyembunyikan.