Chereads / Ayuka kenshin (sudah terbit) / Chapter 5 - Nata Di Tahan Polisi

Chapter 5 - Nata Di Tahan Polisi

"Maaf mengganggu proses belajar kalian, tapi petugas kepolisian akan melakukan pemeriksaan".

Semua seisi kelas dibuat terkejut sekaligus bingung dengan adanya para petugas kepolisian yang datang secara mendadak. Terdengar suara anak-anak yang mulai gaduh walaupun suara mereka tak sebesar tukang jualan di pasar. Namun, kasak kusuk suara mereka cukup mengganggu telinga.

"Maafkan kami yang telah menggaggu proses belajar kalian. Kami berada disini karena mendapat informasi kalau ada yang menggunakan narkoba. Untuk itu kami akan melakukan pemeriksaan. Kalian tidak perlu khawatir jika kalian tidak menggunakan atau membawa barang terlarang".

Terjawab sudah pertanyaan yang berputar di kepala mereka. Para petugas meminta mereka untuk meletakkan tas di atas meja serta berdiri di samping meja masing-masing. Saat hendak berdiri dan menaruh pulpen di dalam loker meja, tangannya memegang sesuatu. Lantas Rangga langsung panik, bagaimana mungkin benda terlarang itu berada di dalam mejanya. Melihat hal itu, tanpa sepengetahuan yang lain, Nata lagsung mengambil barang tersebut dari tangan Rangga dan menelannya. Rangga menoleh ke arah Nata yang menelan sabu-sabu tampa berpikir panjang terlebih dahulu. Nata membalas tatapan Rangga dengan menggelengkan kepala sambil tersenyum yang sengaja dibuatnya.

Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhnya, kepalanya terasa sedikit berat. Tapi ia harus tetap kuat, setidaknya sampai petugas itu pergi.

Melihat pemeriksaan Rangga yang berjalan mulus, Nata menjadi lega. Kini tibalah gilirannya untuk di periksa. Betapa terkejutnya ia saat seorang petugas menemukan sebungkus kecil sabu – sabu di dalam tasnya. Ternyata bukan hanya Rangga yang sedang di fitnah tapi dirinya juga. Tapi siapa yang melakukan hal keji seperti itu pada dirinya?, musuh ?, orang Jepang tidak akan melakukan hal serendah itu, terlebih di negara orang. Jika benar mereka yang melakukannya untuk apa, toh hal itu akan memperumit masalah mereka. Bukankah mereka menginginkan agar ia segera kembali ke negara asalnya?.

Seluruh siswa menoleh ke arah Nata termasuk beberapa guru yang ada disana dengan tatapan tidak percaya saat barang haram itu ditemukan di tasnya. Mereka melihat kepergian Nata yang digiring oleh para polisi dengan tangan di borgol hingga sampai ke lapangan. Siswa dari kelas lain yang menyaksikan hal tersebut lantas bertanya kepada teman sekelas Nata. Mereka tak percaya dengan apa yang di dengarnya.

"TUNGGUUU !!!!" Rangga berteriak diantara kerumunan orang yang menyaksikan penangkapan Nata.

"Pak, Nata tidak bersalah, Nata nggak mungkin menggunakan obat telarang, pasti ada yang telah menjebaknya"

"Jangan khawatir nak, kalau memang temanmu tidak bersalah pasti dia akan di bebaskan. Kita hanya menjalankan tugas"

Setelah kepergian Nata bersama para petugas dari kepolisian. Rangga langsung meminta izin untuk pulang dengan alasan kesehatan. Ia berniat untuk menemui Elis, karena dia satu satunya teman Nata, sekaligus keluarga bagi Nata. Akan tetapi kemanakah ia harus mencari, sementara alamat rumah Elis yang ada di Lombok ia tidak tahu. Berapa kali ia mencoba menghubungi Elis. Namun, sayangnya tak ada jawaban dari orang yang dituju.

"El, angkat dong !!!, gua butuh bantuan lo, teman lo dalam masalah. Please El, angkat !"

Ketika air itu tak dapat ditahannya. Disanalah semboyan seorang lelaki juga bisa menangis. Menangis, iya itu yag sedang di lakukannya. Keputus asaan membuat lelaki yang selalu ceria itu menangis seperti anak kecil disudut bangku kosong. Ia dikalahkan oleh keputus asaan yang dengan bangga menghampirinya berkacak pinggang penuh kemenangan.

Harapan tinggalah harapan yang masih tersisa dari dalam hatinya. Ia berharap sebuah keajaiban akan menyelamatkan orang yang dicintainya. Seperti lilin kecil dalam kegelapan, berharap menerangi ruang yag gelap.

Memang benar, orang yang terus berharap seperti lilin kecil dalam kegelapan. Namun, lilin itu dapat menghidupkan lilin-lilin yang lain, hingga menerangi ruangan yang ada. Itulah yang dirasakan Rangga saat ponselnya berdering.

"Hallo…, Ngga?" Ucap suara di seberang yang tak lain adalah Elis.

Kepalang bukan main rasa senang yang dirasakan Rangga saat mendengar suara Elis."El, kamu bisa pulang sekarang, nggak?, Nata butuh bantuan"

"Ada apa dengan Nata ?" Ucapnya dengan nada heran.

"Nata ditangkap polisi".

"Bagaimana bisa?". Ucap Ayuka terkejut. Tidak biasanya Nata akan seteledor begitu sampai harus berurusan dengan polisi.

"Aku ngga bisa cerita disini, kita harus ketemu".

"Ok. Kamu langsung ke rumah Dava".

Rangga langsung mematikan hadphonenya dan meninggalkan bandara. Sebenarnya jika Elis tidak menjawab telephonenya, ia bertekad akan pergi ke Lombok mencari alamat Elis.

Dilain tempat Ayuka masih berada di markasnya. Ia meminta Dava untuk segera pulang ke rumah, sebelumnya ia menjelaskan apa yang dikatakan Rangga padanya.

"Bagaimana kita bisa langsung di rumah tampa menimbulkan kecurigaan, kita nggak tahu Rangga sudah dirumah atau belum".

"Gunakan pikiranmu!"

"Gunakan pikiranmu!" Ulang Ayuka.

Dava tidak mengerti dengan ucapan Ayuka. Tanpa peduli Dava yang kebingungan, Ayuka langsung melompat ke arah pembatas tembok yang ada. "Lompatlah! konsentrasi!, kamu pasti bisa" Setelah mengatakan hal itu Ayuka langsung melompat ke atas atap dan berlari meninggalkan Dava sendirian.

"Gila, dia ninggalin aku sendirian" Dava mencoba melakukan apa yang dilakukan oleh Ayuka. Namun tak berhasil. Tubuhnya jatuh dan sedikit berguling akibat tanah yang tak rata. Sementara Ayuka sudah jauh meninggalkan Dava.

Setelah lama mencoba, ia bisa melompati tembok pembatas, berlari walau keseimbangan belu sepenuhnya di kuasai. Dilihatnya sosok yang dikenalnya, semakin jauh. Ia segera mengejarnya. Tubuhnya seakan ringan untuk melangkah, tampa disadari ia berlari dengan begitu cepat hingga bisa mengejar Ayuka. Ayuka hampir tiba di halaman rumah. Pandangannya beralih saat mendengar namanya disebut. Lantas ia terkejut saat Dava berteriak menyuruhnya minggir. Belum sempat ia mengelak Dava menabrak tubuh Ayuka hingga mereka terjatuh ke tanah. Tubuh mereka sempat berguling di atas atap, tapi keterkejutannya yang belum hilang membuat ia tak dapat menendalikan diri.

Untung saja kepalanya tak terbentur batu. Saat ia bangun, matanya beradu dengan mata Dava untuk beberapa menit sampai sadar dan segera bangun.

"Maaf " Ucap Dava dengan suara lirih. Ayuka tak menjawab, ia sibuk mebersihkan bajunya yang kotor dan masuk ke dalam rumah.

Bunyi bel membuyarkan lamunan Dava. Segera dibersihkan tubuhnya dari tanah yang menempel. Lalu, berjalan membukakan pintu gerbang. Belum sepenuhnya pintu terbuka Rangga langsung mendorong pintu gerbang tersebut, tanpa mempedulikan Dava yang kepental kebelakang.

"El…, El" Teriak Dava dari bawah.

Dengan segera, ia turun menemui Rangga. Ia mengajak Rangga duduk di ruang tamu. Setelah itu, baru Ayuka meminta Rangga menjelaskan kronologi kejadiannya.

"Kita harus memeriksa CCTV sekolah". Berdiri dari tempat duduknya.

"Aku yang nyetir" Tangkas Elis saat melihat Dava menuju tempat kemudi. Dava mengalah tidak ingin menyita waktu untuk berdebat.

"Pasang sabuk pengaman kalian!" Perintah Elis. Mereka sedikit bingung, tapi mereka tetap saja mengikuti apa yang diucapkan Elis.

Mobil melaju dengan begitu cepat, hingga mereka dibuat sedikit terguncang. Beruntung mereka pergi saat masih jam kantor, sehingga jala raya tak terlalu ramai.

Setelah memarkirkna mobil, mereka segera berlari menuju ruang tata usaha yang merupakan monitor semua CCTV sekolah. Setelah meminta izin dari petugas Elis langsung memeriksa CCTV dengan seksama bersama kedua temannya itu.

"Elis, Dava kapan kalian pulang?" Tanya petugas piket yang kebetulan memasuki ruangan dan melihat mereka dengan pakaian bebas. Kembali lagi ia harus menjelaskan.

"Rangga" Ucapnya lagi dengan nada tak percaya.

"Iya, bu" Ucap Rangga yang sadari tadi berharap tak diperhatikan.

"Kenapa kamu masih disini?, bukanya kamu tadi izin?".

"Aduh gimana ini, mau bohong nggak mungkin. Yang nyatet nama aku kan dia"

"Karena kamu sudah membohongi guru, kamu ikut saya" Apes sugguh apes dialami Rangga, kini ia harus menerima hukuman akibat perbuatannya itu, seharusnya ia diam di rumah Dava menunggu kabar baik dari keduanya, tapi ia rasa ia tak akan bisa tenang jika dia tidak ikut.

Setelah mengcopy rekaman CCTV dan beberapa data siswa yang terasa akan dibutuhkannya. Elis dan Dava langsung pergi meninggalkan sekolah.

Setelah beberapa kali memeriksa CCTV, tak ada satu petunjuk pun yang ditemukan. "Ayolah, pasti ada yang ketinggalan" Batin Elis. Ini sudah kelima puluh kalinya ia memeriksa rekaman CCTV. Pelakunya terlalu cerdik dalam menjebak sahabatnya itu, kejahatannya begitu mulus, tampa meninggalkan kesalahan sedikitpun.

"Istirahat dulu, ni aku bawain makanan, kamu belum makan sedikit pun sejak tadi pagi" Ucap Dava yang sedikit khawatir dengan kesehatan Elis.

"Bagaimana bis…" Ucapannya terpotong denga suara bel yang berbunyi.

Dava lantas turun dan mencari tahu siapa yang memencet bel sesore ini.

"Bagaimana El, sudah ketemu pelakunya?" Tanya Rangga saat memasuki kamar Elis.

"Belum". Ucap Elis pendek.

"El, aku makan ya, dari tadi siang sampe sore aku bantuin ni anak ngerjain hukumannya". Ucap Bimo saat melihat makanan di meja kecil Elis.

"Makan saja" Tampa berniat untuk melihat ke arah lawan bicaranya.

"Aku gantiin, keliatannya kamu udah penat banget" Tawar Rangga.

Sama dengan Elis Rangga juga tak mendapatkan hasil apa pun.Mereka akhirnya menghentikan kegiatan dan mulai menggunakan logika untuk memecahkan kasus yang dialami sahabat mereka.

"Kita pulang yu' udah malam nih" Pinta Bimo yang sudah kusut.

"Sebaiknya kalian pulang dulu, besok siang kalian kesini lagi" tambah Ayuka.

Setelah mereka pergi. Ayuka tidak langsung istirahat, ia berniat melanjutkan penyelidikannya.

"Aku gantiin" Ucap Dava saat Elis hendak bangkit dari tempat duduknya.

Tak ada jawaban dari Elis, tapi diamnya Elis dianggapnya sebagai tanda setuju. Di ikutinya Elis menuju kamarnya, hingga kemudian mengambil alih mengamati rekaman CCTV. Sementara Elis memulai meditasinya.

Menit demi menit berlalu, jam dinding terus berputar tampa henti. Pukul dua dini hari, Elis terbangun dari meditasinya. Terlihat secercah sinar di wajanya, mungkinkah ia telah menemukan pelakunya?.

"Dav, coba buka file siswa !". Ucap Elis ditelinga Dava membuatnya terkejut.

"Stop!!!" Ucap Elis saat melihat foto seorang cowok berkacamata.

" Kamu tahu siapa dia?" Tanya Ayuka kemudian.

"Namanya Dito Rahendra, dia anaknya cukup pintar, terlebih di pelajaran kimia. Selain itu, anaknya pendiam, jarang bergaul dengan yang lain" Jelas Dava.

"Selain itu ?" Tanyanya lagi.

Dava mengernyitkan alisnya, tak mengerti dengan ucapan Elis barusan.

BRUKSSSS…

Terdengar suara benda terjatuh dari belakangnya yang tak lain adalah Elis sendiri. Keringat bercucuran membasahi tubuhnya, T-shirt berwarna hijau yag digunakan basah oleh keringatnya. Dava membopong tubuh Elis ke tempat tidur.

Walau sudah menyalakan kipas AC, tubuh Elis tetap saja mengeluarkan keringat. Diambilnya handuk kecil untuk mengelap wajah Elis yang terus bermandikan keringat.

"Kenapa dia berkeringat banyak sekali, padahal suhu tubuhnya normal. Apa aku panggil dokter aja ya". Batin Dava.

Dava teringat saat Elis pingsan dulu, Nata melarangnya untuk menghubungi dokter tampa menjelaskan alasannya.

"El, eh Ayuka. Maaf aku belum terbiasa dengan nama kamu. Apa kamu akan tidur seperti waktu itu lagi?, tapi bukannya kamu harus bangun buat bantu Nata".

"Aku bingung, setiap kali kamu pingsan pasti lama, terus suhu badan kamu normal dan tumben sekarang ngeluarin keringat banyak. Peralatan kalian canggih sekali seperti di film action" Dava menerawang meningat kejadian yang di alaminya bersama Elis yang nama sebenarnya adalah Ayuka. Ia teringat saat menolong Rangga, mereka berada di dalam motel, Ayuka memberinya sebuah alat yang harus ia letakkan di sudut kamar cewek penipu itu. juga saat ia diajak Ayuka pergi ke sebuah rumah yang kemarin ia tinggali.

"Sebenarnya kalian itu siapa ? dari planet mana kalian berasal?".

****

Siang harinya mereka sudah berkumpul di rumah Dava, untung saja saat Rangga dan Bimo datang Ayuka sudah sadar. Setelah menjelaskan kepada keduanya, mereka langsung pergi mencari alamat rumah Dito menggunakan mobil Rangga.

Setelah lama berkeliling dan bertanya, sampailah mereka di rumah Dito. Rumah itu terlihat sepi tak terawat. Sampah dedaunan berserakan, tembok yang sudah tua mulai berlumutan, retak di sana sini.

"Kamu yakin ini rumanya?". Tanya Bimo menyapu sekeliling rumah lewat celah gerbang.

"Kita coba aja dulu". Jawab Ayuka menekan nekan bel.

Samar samar terdengar suara dari dalam rumah bersamaan dengan di bukanya pintu rumah. "Kkkk..kalian mmm..mau apa kee..sini ?" Ucap Dito dengan suara terbata.

"Boleh kita masuk ?". Tanya Ayuka kemudian.

Setelah dipersilakan masuk dengan hati-hati Ayuka menyampaikan tujuannya. Ia tak ingin buang waktu terlalu disana.

"Langsung saja ya, kita kesini ingin tanya sesuatu sama kamu. Kamu tidak keberatan kan?."

"Tanya apa?" Tanyanya dengan heran.

"Kamu kan yang naruh barang haram itu di tas Nata?" Tanya Ayuka menyelidik.

Semua yang ada disana Nampak terkejut mendengar pertanyaan Ayuka. Ayuka sendiri tak pernah mengatakan hal itu sebelumnya, ia hanya mengatakan kepada mereka kalau Dito tahu sesuatu.

"Bbb..bu..kan saya".Elak Dito.

"Lalu bagaimana barang itu bisa ada di tas Nata?, bisa kamu jelaskan!". Ucapnya lagi.

Rangga yang baru tahu hal itu langsung geram dibuatnya. Ia tak dapat menahan emosinya. Ia cengkram baju Dito hendak memukulnya namu dihalangi oleh yang lain.

"Jangan gegabah, kita belum tahu siapa pelaku pastinya". Tegas Ayuka kepada Ranga. Walaupun ia tahu sendiri siapa dalang dari perbuatan tersebut.

Rangga hanya bisa diam mendegar ucapan Ayuka, walau begitu emosinya belum sepenuhnya hilang.

"Jujur atau rekaman CCTV ini, aku serahin langsug ke kantor polisi". Ancam Ayuka.

Ancaman Ayuka bagaikan bom besar bagi Dito, keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Dito tak bisa mengelak lagi, kini ia sudah kalah telak, skak mat kalau di permainan catur.

"Ayo kita tak punya banyak waktu disini". Pancing Ayuka. Lalu berdiri dari tempat duduknya di ikuti yang lain.

"Tunggu!" Memegang tangan Ayuka. Ayuka diam sejenak menunggu kalimat selanjutnya dari Dito.

"Baik, akan aku kasih tahu yang sebenarnya" Ia berbicara dengan lancar tak gagap seperti tadi.

Mereka duduk lagi untuk mendengar penjelasan Dito. Perkataan Dito membuat mereka bingung. Terlebih dengan Ayuka, sementara Rangga sendiri sedikit pun tak percaya dengan ucapan Dito.

Sesampainya di rumah Ayuka menatap tajam apa yang ada di depannya. Namun, pikirannya menerawang jauh mengingat sesuatu. Pikirannya masih terbebani oleh ucapan Dito. Jika memang benar Dito hanya menaruh barang haram itu di mejanya Rangga, lalu siapa yang menaruhnya dalam tas Nata.

"Sebenarnya aku cuma naruh obat itu di dalam mejanya Rangga lantaran aku cemburu sama dia. Aku nggak suka liat dia dekat sama Nata. Selain itu juga, waktu berangkat sekolah, ada seorang preman yang mencegatku dan menaruh barang itu di saku bajuku". Mengingat kembali ucapan Dito.

Ia yakin kalau Dito berkata jujur padanya. Lantas siapa pelaku sebenarnya.

"El, kenapa lepasin Dito sih, udah jelas kalau dia salah. Lagian juga kamu nggak bisa percaya gitu aja dengan ucapannya". Ucap Rangga yang masih kesal dengan Dito.

"Dia sudah bicara jujur, setidaknya kita harus hargai itu".

"Tapi nggak harus ngelepasin dia kan?. Dia udah ngejebak aku dan kamu tahu itu kan? Coba aja Nata nggak minum obat itu, aku juga pasti nyusul dia dipenjara. Bagaimana kalau Nata juga diperiksa kesehatannya, bagaimana kalau dia positif pengguna. Tak akan ada cara lain lagi untuk membelanya".

"Kalau cuma mau ngoceh, mending kamu keluar. Kamu tahu kan pintu keluarnya dimana?" suara Ayuka meninggi, ia sudah hilang kesabaran. Mendengar suara Ayuka yang begitu keras untuk pertama kalinya. Rangga hanya bisa terdiam.

"Begini saja, kalian pulang dulu, besok kita lanjutkan penyelidikan kita". Dava menengahi. Pemikiran mereka sudah kacau, tidak mungkin bisa berdiskusi apalagi merencanakan sesuatu.

Rangga dan Bimo setuju dengan hal itu, kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing. Setelah mereka pergi Ayuka mulai membuka pembicaraannya lagi." Kamu percaya kan dengan apa yang aku percaya?".

"Iya, tapi ada sesuatu hal yang mengganjal. Perkataan Rangga ada benarnya juga, kenapa kita harus melepaskan Dito, dia bisa kita jadikan saksi untuk membebaskan Nata".

"Dia tidak ada pengaruhnya sama sekali" Alis Dava mengernyit membuat Ayuka memotong pembicaraannya sendiri."Aku belum selesai, jangan melihat seperti itu. kamu tahukan siapa kami?, barang tersebut dalam jumlah kecil tak berperanguh sama sekali. Jadi, jangan khawatir!".

"Terus apa yang lo bakal lakuin sekarang?".

"Ada satu cara, cara ini lebih cepat dari yang lain, tapi resikonya sangat besar".

"Apa?" Tanyanya penasaran.

"Seperti yang pernah aku lakuin, tapi kali ini aku nggak yakin kapan bisa bangun lagi".

"Kalau seperti itu, jangan!". Tersemat nada khawatir dalam ucapan Dava.

"Tapi Dav, ini satu satunya cara. Kita sudah menemui jalan buntu".

"Kita bisa melihat sidik jari siapa pelakunya" Ucapnya setelah lama terdiam.

"Itu hanya sia-sia saja, musuh lebih cerdas, mereka menggunakan sarung tangan agar sidik jarinya tidak tertinggal".

"Jika pelakunya sudah ditemukan dan aku sudah berbaring lagi. Bawa aku ke tempat yang pernah ku tunjukkan kepadamu. Bilang ke Nata untuk mengumpulkan yang lain. Satu lagi, aku minta selamatin Dito, jika tidak berhasil. Mungkin ini akan mempermudah urusan kamu saat ditanya polisi. Kamu bilang ke mereka kalau kamu tahu orang itu dari Dito. Sehingga kamu nggak akan ditanya lebih lanjut lagi. Tapi aku minta selamatin Dito, kalau dia selamat kamu harus cari cara lain saat ditanya polisi". Setelah mengatakan hal itu, Ayuka duduk bersila memejamkan matanya tampa memberikan kesempatan Dava untuk mengatakan sesuatu.

Jam lima pagi, setelah selesai menggambar wajah seseorang. Ayuka lantas pingsan. Dengan segera Dava membawa ia ke sebuah kamar rahsia yang diucapkan padanya semalam. Setelah itu, ia langsung ke rumah Dito. Apa yang diucapkan Ayuka semuanya benar, dia telat beberapa menit saat menemukan tubuh Dito bergelantungan di kamarnya. Dengan tangan gemetaran, ia menelphone polisi.

Setelah dimintai keterangan tentang kronologis kejadia. Dia berbohong kepada polisi kalau Dito tahu pelakunya dan menggambarkan sketsa wajah orang tersebut. Tapi saat dia datang untuk menemui Dito. Ia hanya menemui mayatnya yang bergelantungan dan sebuah sketsa wajah yang ia yakin adalah orang yang telah memfitnah Nata. Ia juga mengatakan kepada polisi sebelum ia membujuk Dito untuk mengatakan siapa pelakunya. Dito pernah berkata padanya, kalau ia mengatakan yang sebenarnya dan penjahat itu tau siapa yang menyebabkan dia masuk penjara,dia akan merasa ketakutan. Ia takut kalau penjahat itu akan mencarinya setelah bebas dan membalas perbuatanya. Mungkin hal itu yang membuat dirinya melakukan bunuh diri. Atau mungkin penjahat itu benar-benar tahu kalau Dito akan membocorkan identitasnya sehingga ia membunuh Dito dan memanipuasi kematian Dito". Dava menjelaskan dengan memasukkan alibinya.

Kedua polisi itu percaya denga ucapan Dava dengan mempertimbangkan logika mereka. Akan tetapi mereka akan tetap melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sementara sketsa wajah yang dibawa Dava lagsung disebarkan untuk membantu menyelesaikan kasus ini.

Wajah pelaku sudah tersebar, tinggal menunggu hasil. Kepolisian semakin gencar mencari, Densus 88 ikut disertakan dalam pencarian. Butuh waktu satu minggu lebih untuk menangkap pelaku.

Setelah diselidiki lebih lanjut buka hanya dosa kecil yag dilakukannya di balik itu semua. Ia telah berhasil memasok barang terlarang tersebut ke beberapa daerah dan meraup ke untungan triliunan rupiah. Namun sayangnya polisi belum bisa mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pengedaran barang haram itu. Terpaksa pihak berwenang harus menutup kasus tersebut lantaran pelaku tertangkap memilih mengakhiri hidupnya.

"Apa langkah selanjutnya?". Tanya Dava sambil menyerahkan milkshake kepada Nata.

"Seperti yang diperintahkan". Jawabnya cuek.

"Setelah itu?".

"Kembali" .

Dava terdiam Nata melanjutkan ucapannya" Itu yang terbaik".

"Boleh aku tahu siapa mereka?". Tanyanya penasaran.

"Sedikit rumit untuk dijelaskan siapa mereka. Hmmm… sebaiknya mulai sekarang urus dirimu sendiri dan terima kasih untuk minumannya". Melangkah meninggalkan Dava seorang diri.

"Nat…" Teriak Dava. Nata menoleh dengan tatapan tanya.

"Boleh aku ikut?".

"Boleh". Jawab Nata. "Setelah orang tuamu tidak ada". Lanjutnya lagi.

"Lawakanmu garing". Teriak Dava saat Nata terus melagkah meninggalkannya.