Chereads / Ayuka kenshin (sudah terbit) / Chapter 6 - Bandara Internasional Tokyo Narita

Chapter 6 - Bandara Internasional Tokyo Narita

Bandara Internasional Tokyo Narita, Chiba, Japan pukul 07:00

Setelah berbincang dengan beberapa orang lengkap dengan seragam serba hitam. "Keluarlah!". Ucapnya pada seseorang yang dari tadi memata matainya. Dari balik tiang ia keluar dengan wajah dingin.

"Aku akan membantu". Ucapnya keras kepala.

"Kami tidak butuh bantuan dari bocah ingusan". Sarkas Nata.

"Please" Pinta Dava. Ia mulai berjongkok sambil memegang kaki Nata. Sorot mata orang yang berlalu lalang tertuju pada mereka. Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak di pahami orang yang ada disana Dava terus memohon. Ada satu hal yang di mengerti mereka, Dava memohon sesuatu kepada Nata.

"Baiklah" Ucap Nata melihat dirinya menjadi pusat perhatian "Kamu bisa ikut, setelah ulangan semester selesai, aku nggak mau masa depan kamu hancur lantaran masalah kami. Aku janji, aku sendiri yang akan menjemputmu".

"Baiklah, aku akan mempercepat pertemuan kita". Ucapnya lega.

Di sepanjang perjalanan pulang dengan ditemani dua orang bodyguard Dava berpikir bagaimana caranya agar dia bisa cepat kembali lagi. Sementara ulangan semester akan di lanjuti denga try aout dan ujian nasioan. Hal yang tidak mungkin dapat dipercepat.

****

Empat bulan kemudian…

Dava benar -benar gigih dengan keinginannya, ia sudah berdiri di Bandara Tokyo Narita tepat dimana ia pernah berjanji, begitu juga dengan Nata.

Beberapa saat kemudian setelah pertemuan, mereka sudah meluncur cepat menyusuri jalan aspal yang terbentang di pulau Honshu. Di luar mobil mereka, Dava melihat sekelompok gedung menjulang tinggi tampak kabur akibat kecepatan mobil mereka.

Mereka hanya terdiam dalam kesunyian, sampai tiba-tiba, Nata menginjak pedal rem. Mobil berhenti dengan suara mendecit di luar pos penjagaan. Mobil itu kemudian masuk ke dalam sebuah kapal besar yang sudah menanti.

Di dalam kapal Dava sudah di jamu dengan makanan istimewa masyarakat pulau Sando yang berupa makanan laut. Tak lupa juga dengan Arame masakan berupa rumput laut. Yang membuat Dava heran adalah kepiting khas pulau Sado, kepitingnya berbeda dengan kepiting yang ada di Indonesia, dagingnya hanya terdapat pada kakinya. Namun makanan tersebut merupakan salah satu kebanggaan di pulau itu.

Sambil berjalan jalan mengelilingi pulau Sado yan merupakan salah satu pulau terbesar terlepas dari pulau utama dengan garis pantai 227 kilometer dan luas sekitar 857 kilometer persegi dengan letaknya sekitar 45 kilometer sebelah barat kota Niigata, di bagian utara dari wilayah Chubu. Nata menceritakan Pada Dava kalau dulunya pulau ini merupakan tempat pembuangan tahanan, baik tahanan politik, perang maupun yang menurut penguasa saat itu dapat menghalagi jalan politik mereka. Seperti Nichiren, seorang asisten biksu yang diasingkan ke pulau ini, ia menjadikan rumahnya sebagai kuil yang disebut dengan kuil Myosen, yang dikenal dengan pagonda lima tingkat. Bersama-sama mereka membentuk bagian dari Sado Yahiko Quasi-National Park. Budaya aristocrat berkembang pada abad ke-8. Selain itu, selama periode Edo di abad ke-17 dan ke-18, samurai dan para pedagang orang yang menambang emas menciptkan budaya yang unik seperti seni tradisional dan hiburan seperti Mumyoi-yaki (tembikar tanah liat), tari Sado Okesa, Sado Noh (klasik drama musical Jepang) dan boneka memainkan. Terdapat sebuah atraksi tambang emas dengan 70 boneka yang dapat bergerak, seperti penambang. Tambang emas ini terdapat di Nishimikawa yang digunakan pada tahun 1601.

Kini mereka sudah sampai di tebing terjal Teluk Senkaku memandang luasnya Danau Kamo ditemani semilir angin yang mengibaskan rambut mereka.

"Akan lebih Indah jika ada musim semi" Ucap Nata tiba-tiba.

Dava hanya menoleh, bukankan sebentar lagi akan musim semi, kenapa dia bisa berkata seperti itu seolah tidak ada lagi musim semi.

"Tidak akan ada musim semi sebelum kedamain hadir di antara umat manusia".

"Kedamaian?, seperti apa kedamaian yang diinginnkan pulau ini".

"Lebih baik kita kembali ke markas, akan ku tunjukkan sesuatu" Nata melompat menuruni tebing lantas berlari dengan begitu cepat di ikuti Dava yang mulai terbiasa.

"Katamu kita akan ke markas, tapi kenapa kita malah disini?"

Nata tak menjawab, ia berkonsentrasi pada sebuah dinding tua di dalam tambang. Tangan kanannya mulai bergerak ke kiri kanan, bawah atas mengikuti pola yang muncul. Terdengar gemuruh bersamaan dengan tembok tambang yang bergeser ke samping, membelah di hadapan mereka. Keduanya kemudian masuk ke dalam, sungguh berbeda dengan apa yang ada di luar. Setelah memasukkan kartu pengenal ke alat pemindai tangga yang ada di hadapannya, tangga bergerak dengan sendirinya.

"Cepatlah, jika tidak tangganya akan berpindah!" Tanpa menoleh kearah Dava yang memandang ke arah tangga-tangga yang mulai berpindah pindah.

"Tetap berada di belakangku, jika tidak tangga-tangga ini akan membawamu ketempat lain. Tangga-tangga ini di desain dengan waktu berpindah yang berbeda "

"Jangan memandang apa pun!, aku tidak punya waktu untuk mencarimu". Peringat Nata.

"Kamu bisa mencariku lewat CCTV".

"Disini tidak ada CCTV".

"Benarkah?, tempat secanggih ini tidak ada CCTV, bagaimana bisa?, bagaimana kalau ada penyusup yang masuk?".

"Tidak ada, kalau pun ada yang mencoba tidak akan berhasil. Tangga-tangga ini memiliki waktu yang berbeda dan mengetahui siapa pemiliknya" Jelas Nata.

"Terkadang ada yang diluar nalar manusia" Ucap Nata melanjutkan sebelum Dava semakin bingung dengan apa yang dialaminya.

Perjalanan mereka disambut kabut kecil tebal, mengganggu penglihatan mereka. Digenggamnya tangan Dava sambil terus berjalan menembus kabut, hingga Dava merasakan suatu yang aneh, tubuhnya seperti menembus suatu yang tak nyata seperti dimensi lain.

Setelah menembus kabut, ia dibuat takjub dengan apa yang ada di depannya. Tidak seperti dibayangannya, tidak terlihat seperti serambi bawah tanah yang gelap dengan nyala lampu pucat tergantung disepanjang tembok untuk menerangi ruangan.

Hawa dingin mulai terasa saat mereka berjalan di sepanjang koridor yang suram tanpa satu pun benda yang terpampang di atasnya hingga mereka memasuki ruangan yang terbuat dari kaca seperti ruang laboratorium.

Dava mengernyitkan alisnya. Untuk apa dia dibawa ku ke tempat seperti ini?, bukankah tujuannya untuk bertemu Ayuka.

"Kenapa kau mengajak ku kesini?". Tanyanya bingung. Belum sempat ia mendengar sepatah kata pun dari Nata seseorang dengan sopan memberinya benda kecil berbentuk seperti earphone tanpa kabel.

Dengan ragu ia mengambilnya dari tangan orang itu yang berusaha menjelaskan kegunaan dari barang tersebut dalam bahasa Jepang.

Nata tersenyum kecil melihat Dava seperti orang linglung, ia kemudian memberi intruksi untuk langsung menggunakannya. Setelah memasangnya Dava langsung mengerti apa yang diucapkan orang itu. Entah bagaimana hal ini bisa terjadi. Benda ini merupakan benda tercanggih yang pernah ditemukannya.

"Aku telah mensetingnya menggunakan bahasa Indonesia, agar kau mengerti apa yang kami ucapkana tanpa harus belajar bahasa Jepang terlebih dahulu".

Dava mengangguk mengerti.

"kamu tahu, kau berada dimana?",

"Tidak. hanya saja yang kulihat saat ini adalah pajangan senjata".

"Kamu benar. Hal ini yang akan kutunjukkan kepadamu".

"Zulfikar"

"Rupanya kau sudah tahu dengan pedang ini. Namun kau tak boleh tertipu pedang dengan blade bermata dua ini hanyalah imitasi. Pedang milik Muhammad yang kemudian diberikan kepada Ali pada saat perang. Sayangnya aku tidak tahu dimana pedang itu berada, aku ingin sekali melihat pedang yang menjadi kebanggan umat muslim. Selain pedang ini kami mempunyai pedang Damascus yang digunakan umat muslim pada saat perang salib".

"Apakah ini asli ?".

"Iya".

"Kenapa kau tak menggunakan pedang ini untuk menghabiskan musuh-musuhmu?. Dari cerita yang pernah ku dengar pedang ini dapat menembus baju zirah pasukan crusader, bahkan mampu membelah tameng".

"Kamu pikir semudah itu ? Tak ada yang bisa menyuntuhnya, apalagi menggunakannya"

"Why?".

"Karena kami bukan pemiliknya. Berhentilah untuk bertanya dan dengarkan penjelasanku!". Berjalan menuju pedang yang lain, menjelaskan sejarahnya dan bagaimana ia bisa mendapatkannya.

"Tunggu dulu!, untuk apa semua ini, untuk apa pedang-pedang ini jika tidak bisa digunakan?, kenapa harus bersusah payah pergi ke pelelangan bararang antik hanya untuk mendapatan pedang yang tidak bisa kalian gunakan?".

"Siapa bilang kami tidak bisa menggunakannya?". Ucap Nata balik bertanya.

"Barusan, waktu kau menunjukkan pedang Damascus padaku".

"Aku tak pernah mengatakan kalau kami tidak bisa menggunakannya. Aku hanya mengatakan kalau pedang itu hanya bisa digunakan oleh pemiliknya. Orang yag memiliki darah yang sama, keturunan yang sama". Nata menekankan kalimatnya pada kata keturunan.

Dava terdiam dengan sejuta pertanyaan di benaknya.

"Kamu pikir berperang itu mudah, hanya dengan menghunuskan pedang kearah musuhmu, tentu saja tidak semudah itu walau kamu punya pedang legendaris sekalipun. Kamu harus tetap belajar bagaimana menjadi seorang Samurai sejati. Kita tidak bergantung pada pedang apa yang kita miliki, tetapi dari jiwa Samurai. Pedang-pedang ini hanya pelengkap, aksesoris semata.

Mereka berjalan memasuki ruangan yang lebih dalam. Ruangannya lumayan besar dengan sedikit perabotan. Mata Dava terpancing oleh sinar biru dari sebuah pedang yang tergeletak rapi pada tempatnya. Semakin ia mendekati pedang itu, semakin terang cahaya yang terpancar di dalamnya.

"Peganglah!".

Bagaimana ia akan memegangnya, jika pedangnya masih di dalam kotak kaca berukuran besar.

"Peganglah" Ulangnya lagi.

Dengan ragu dan rasa tidak percaya ia memasukkan tagannya menembus kaca penghalang. Memegang pedang yang ada di dalamnya.

"Coba ayunkan katanamu !"

"Katana?" Ia tidak berani untuk bertanya, menunggu penjelasan Nata selanjutnya dengan menganyunkannya ke kiri dan ke kanan, atas dan bawah.

"Waaooww… katana ini ringan sekali" sambil terus mengayunkannya.

"Ku kira katana itu berat seperti di film – film".

"Katana ini telah menemukan tuannya".

"Maksudmu?".

"Seperti yang pernah ku katakan sebelumnya, setiap pedang akan kembali ketuannya, termasuk keturunannya. Sama halnya dengan katana ini".

"Keturunan?, katana?".

"Pemilik pedang ini sebelumnya adalah Tokugawa Ieyasu, ia adalah seorang shogun pada zaman Edo. Sebenarnya dia bukanlah seorang shogun, karena bukan keturunan klan Minamoto. Untuk menjadi shogun ia memalsukan garis keturunannya. Di sebut zaman Edo karena dulu ibu kota terletak di Edo yang sekarang Tokyo. Tokugawa memerintah dari zaman Edo hingga Restorasi Meiji. Ia Memerintah secara diktator militer, membuat hirarki dalam masyarakat. Kelas tertinggi berada pada genggaman Samurai diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Akibat pembagian kelas ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan. Pajak yang dibebani petani selalu tetap tanpa pernah mempertimbangkan terjadinya inflasi. Pajak yang membebani memicu terjadinya kerusuhan. Disanalah mulai timbul pemberontakan untuk menggulingkan Keshogunan Tokugawa yang dikenal dengan sebutan Bakumatsu. Tokugawa kemudian memilih memperbesar kekuatannya dengan bekerjasama dengan kekuatan asing. Namun, ia kalah dalam perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji. Kekuasaannya berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyoyang berpengaruh. Keshogunan ini resmi berakhir setelah shogun tokugawa ke-5 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ketangan kaisar. Namun, Yoshinobu berharap kelak shogunan dapat dipertahankan kembali. Semenjak itu klan Tokugawa tak lagi terdengar hingga salah satu dari mereka sekarang memperlihatkan diri, berniat mengwujudkan harapan Yoshinobu. Kamu pasti bertanya kenapa aku menceritakan keturunan Tokugawa kan?, karena kamu adalah salah satu keturunannya. Setelah kamu tahu siapa dirimu, kamu berhak memilih bergabung dengan kami dan melawan klan mu sendiri atau malah sebaliknya menjadi musuh kami".

* Shogun atau shogunan adalah pemerintah militer

* Restorasi Meiji adalah serangkai peristiwa yang berpunjak pada pengembalian kekuasaan di Jepang pada kaisar pada tahun 1868.

* Perang Boshin adalah perang saudara dari tahun 1868 hingga 1869 antara Keshogunan Tokugawa dan faksi yang ingin mengembalikan kekuasaan politik ke tangan kekaisaran.

* Daimyo berasal dari Ucap Daimyoshu yang berarti kepala keluarga terhormat. Orang yang memiliki pengaruh besar di suatu wilayah.

Penjelasan Nata bagaikan baku hantam bagi Dava, bagaimana tidak ia terlahir dari sebuah klan pemberontak, terlebih dengan ucapan terakhir Nata yang membuatnya harus memilih, menjadi pemberontak bagi klannya sendiri yang dia sendiri tidak tahu seperti apa keluarganya itu, apakah benar seperti yang diucapkan Nata atau Nata sengaja mengatakan hal itu untuk membuatnya bingung. Pilihan macam apa yang akan dia buat, di satu sisi ada orang yang ia sayangi, membutuhkan uluran tangannya, berbaring kaku tidak bergerak walau untuk saat ini ia tidak pernah melihatnya.

"Kamu tidak perlu memutuskannya sekarang". Menepuk bahu Dava.

"Lupakan tentang ini, akan kuberitahu semua senjata yang digunakan bangsa kami, agar kamu tidak terkejut saat berhadapan dengan kami atau klanmu sendiri".

"Bentuknya memang mirip dengan katana, namun lebih kecil. Panjang mata bilah antara 30 sampai 60 cm pedang ini disebut wakizashi.sementara tombak ini disebut dengan naginata" Sambari memegang tombak tersebut.

"Aku tidak butuh penjelasanmu tentang senjata kalian yang aku butuhkan adalah waktu untuk sendiri". Ucap Dava memotong pembicaraan Nata.

"Baiklah, jika itu maumu" Ucap Nata dengan kesal, lalu meninggalkan ruangan. Padahal dia sudah berniat baik memberitahu kegunaan semua senjata agar waktu peperangan ia dapat menggunakannya.

Dava termenung sendiri bersama sunyi dan dinginnya ruangan, menutup wajah dengan kedua tangan seolah tak ingin mellihat dunia, dunia yang dirasakannya sekarang. Ingin rasanya semua yang pernah terdengar terlempar jauh ke angkasa, menembus kegelapan dan meninggalkannya begitu saja. "Siapa aku sebenarnya, bukankah aku anak dari pasangan Bayu Abi Hardiasyah dan almarhum Meylina Ariska Damayanti, lalu bagaimana bisa aku menjadi keturunan klan pemberontak?, apa bisa aku terlahir dua kali, atau jangan- jangan aku bukan anak dari mereka, tapi bagaimana bisa aku berasal dari Jepang, tinggal dan lahir di Indonesia?, jika memang aku berasal dari klan entah apa itu namanya, kenapa mereka tak mencariku sejak awal?, apa aku bukan orang penting buat mereka, jika memang aku bukan orang penting buat mereka lantas kenapa aku harus bergabung dengan mereka?, tentu saja, untuk apa aku harus bergabung dengan mereka?, toh tak ada untungnya bagiku, terlebih akan menambah jarakku dengan Elis. Itu pilihan yang tepat, benar-benar tepat. Sekarang, aku harus menemui Nata, aku harus minta maaf padanya karena telah berkata kasar".

Nata duduk sendiri dibangku taman ditemani bayangan bulan yang menyinari aneka bunga malam, menari indah di pelupuk mata. Pikiran membentang selebar angkasa yang tak berujung, seperti pikiran dan hati yang tak bersatu. Namun pikiran ini harus berhamburan pergi entah kemana ketika sebuah benda mengenai pelipisnya.

"Jangan bergerak".

Setelah mendengar suara tersebut, lantas Nata menepis tangan tersebut, dan membalikkanya, melempar tubuh tersebut ke depan.

"Awww…" Terdengar suara rintisan.

"Kau sadis sekali" Ucap Dava sambil memegang bahu kananya yang sakit.

"Mau apa kau kesini?". Tanyanya ketus.

"Kau masih marah padaku?".

Nata memandang jauh ke depan, terdiam tampa menjawab.

"Aku ingin minta maaf atas ucapanku tadi. Mungkin ucapanku terlalu kasar. Aku sedang kalut, bingung dengan situasi ini".

"Hanya itu?".

"Mmm… aku akan bergabung dengan kalian".

"Baguslah".

Dava mengernyitkan alisnya tak puas dengan ucapan Nata yang terlalu singkat " Apa kau tak ingin bertanya alasanku?".

"Apa?". Tanyanya tak berminat mendengarkan.

Dava menarik napas panjang sebelum mulai bicara "Hmmm…kau memang orang yang suka to the point. Aku bergabung dengan kalian karena dua alasan, pertama karena sebuah jati diri, aku mengakui, kalau aku terlahir di Indonesia dan kedua orang tuaku adalah orang Indonesia, bukan seperti yang kamu katakan dari klan Tokugawa. Yang kedua, karena cinta" Dengan bangga memegang dadanya.

"Kau mencintainya?". Ucap Nata terkejut.

"Tentu saja, bukan hanya sekedar cinta, juga melaksanakan sebuah amanah".

"Oooh itu, aku pernah mendengarnya, kalau kalian sudah di jodohkan. Tapi apakah itu masih berlaku setelah kau tahu siapa Elis sebenarnya?".

"Elis, tetaplah Elis tidak akan pernah berubah menjadi orang lain".

"Memang fisiknya tidak berubah, tapi yang berubah adalah siapa dia yang sebenarnya, dia bukanlah seperti anak SMA yang kamu kenal, umurnya jauh lebih tua dan statusnya jauh lebih tinggi dari pada kamu. Kamu hanyalah keturunan dari seorang pemberontak".

Ucap terakhir Nata menyanyat hati. Namun, Dava berusaha menahannya " Apapun yang kamu ucapkan, yang aku tahu kalau dia adalah tunanganku dan satu hal yang perlu kamu ingat dengan ucapanku aku bukanlah klan pemberontak seperti yang kamu ucapkan, aku adalah orang Indonesia dan orang tuaku bernama Bayu Abi Hardiansyah dan Meylina Ariska Damayanti".

"Kita lihat saja apa yang akan terjadi!". Tantang Nata.

Keduanya kemudian terlelap dalam pikiran masing-masing bersama gelapnya malam dengan sedikit awan hitam. Dava merebahkan tubuhnya di atas rerumputan yang tumbuh subur. Pandangannya menyapu luas langit malam. "Bintang disini masih kalah dengan bintang yang ada di Lombok". Guman Dava.

"Baka!, Bagaimana bisa melihat bintang kalau langit tertutup awan. Disni pun tidak kalah dengan yang kamu sebutkan itu, ada beberapa tempat dimana kamu akan melihat surganya bintang".

"Oh ya?, dimana?".

"Pulau Hateruma, Kumamoto, Chiba, Nagano, Oita, Gunma, Okinawa, Hyogo, Iwate, Yamanashi, masih banyak yang lainnya".

"Apakah kamu pernah kesana?". Tanya Dava antusias. Ia adalah orang yang menyukai bidang astronomi salah satunya tentang bintang.

"Lelucon macam apa ini?, tentu saja aku pernah kesana, disana juga terdapat observatorium untuk mengamati bintang menggunakan teleskop".

"Bisa kita kesana sekarang?, aku penasaran untuk melihatnya". Ungkap Dava

"Tidak".

"Kenapa?". Tanyanya dengan raut wajah kecewa.

"Hanya membuang waktu ku saja". Jawab Nata sarkas.

"Bilang saja hal yang kamu katakan hanya bualan semata". Pancing Dava.

"Untuk apa aku berbohong?, toh nggak ada untungnya".

"Untuk menjaga image. Tak apalah jika kamu tidak mau, aku bisa pergi sendiri sekarang. Toh aku masih bisa menggunakan google map" Bangkit dan melangkah pergi.

"Tunggu!". Membuat langkahnya terhenti. Tampa sepengetahuan Nata Dava menyunggingkan senyum kemenangan.

"Aku tidak akan mengajakmu kesana, tapi aku akan memperlihatkan kepadamu tempat yang tidak kalah indah.

"Oke" Ucap Dava membalikkan tubuhnya melangkah mendekati Nata. Setidaknya ia bisa menikmati keindahan Negara matahari terbit sebelum ia kembali ke negaranya.

Nata kemudian mengajaknya ke sebuah ruangan yang redup akan cahaya. "Apa ini?". Keluh Dava tidak sesuai dengan ekspektasinya.

"Lihat ke atas!". serunya kemudian.

Bintang bertaburan menghiasi langit malam. Entah ini nyata atau hanya imitasi teknologi yang mereka gunakan.tapi ini sangat indah, menghipnotis mata Dava. Ia tak lelah mendongakkan kepala untuk melihat pemandangan yang disungguhkan.

"Inilah tempat yang di sukai tuan".

"Siapa juga yang tidak suka tempat ini, taburan bintang yang indah. Ya walaupun hanya rekayasa".

"Sepertinya kamu sedang beruntung".

"Maksudnya?".

"Lihatlah ke atas!".

"Phoenix" .

"Kau tahu apa artinya itu?".

"Burung ke abadian?".

"Yaps, kamu beruntung bisa menyaksikan dia membakar dirinya sendiri" Burung Phoenix mendarat di atas cawan emas besar yang ada di samping Nata. Seketika itu tubuhnya langsung hangus menjadi abu. Lalu abu itu, sedikit demi sedikit kembali menjadi Pheonix muda.

Dava terdiam menyaksikan apa yang ada di depannya kini. Lantas Nata menceritakan jika burung Phoenix membakar dirinya itu bertanda Elis bereinkarnasi kembali dan ini reinkarnasi yang ke 25 dari umurnya yang ke 25. Rasanya sulit untuk dipercaya, namun itu adanya.

"Jika memang dia abadi seperti yang kau katakan, kenapa dia harus berlari?".

"Karena mereka mengincar air mata Pheonix yang ada pada air mata Ayuka".

"Hanya air mata. Kenapa tak kalian berikan saja, apa susahnya?".

"Jika air mata dan darah Ayuka di minum olehnya. Maka bencana besar akan terjadi, dia akan kembali".

"Siapa?"

"Sang pemilik darah Lucifer. Nenek moyangmu telah bersekutu dengannya. Mereka melakukan perjanjian mempertaruhkan air mata sang phoenix. Jika air mata dan darah Pheonix bercampur di dalam tubuhnya, ia akan menjadi seorang Lucifer sejati dan dunia akan dikuasai kegelapan".

"Jujur, kami membutuhkan bantuanmu, tapi Ayuka melarang. Dia tidak ingin terlalu banyak orang yang terlibat dalam masalahnya, walaupun kamu mungkin bagian dari takdir yang telah dituliskan". Ucapnya kemudian.

Dava masih terdiam, terbenam dalam pikirannya sendiri.

"Ahh…, sudahlah. Kita harus istirahat, besok pertempuran akan di mulai".

"Secepat itu?, aku baru saja disni".

"Karena mereka telah memulainya. Apa kamu takut?, jika begitu lebih baik kamu pulang saja".

"Apa aku bisa bertemu dengan Elis?. Tidak maksud ku Ayuka"

"Maaf aku belum terbiasa dengan nama itu"Ucapnya lirih.

"Istirahatlah!, aku akan mengantarmu ke kamarmu".