Setiap senja punya cerita dibalik hari berat yang dijalaninya, begitupun wanita yang meringkuk kesakitan di sudut kamarnya, rambut yang rontok dan pipi yang mulai membengkak belum lagi perut perih kelaparan yang dirasanya sangat menyiksannya.
Tidak ada yang tau bagaimana dia menjalani kesakitan ini setiap harinya, dan dia tidak ingin menjadi pengupat yang akan membuat susah orang yang disayanginya.
Lisa, dia tidak mungkin turun untuk sekedar pengambil segelas air putih, tubuhnya babak belur, dia tak ingin menjadi perhatian bahkan kekhawatiran dari sang Bunda, walaupun dia tau Bundanya tak akan bisa beranjak sedikitpun dari tempat tidurnya sekarang
Sedari tadi Sheno mengetuk pintu kamar itu dengan brutal penuh ke khawatiran, namun tak dihiraukannya, dia sibuk dengan segala rasa sakit dan kecewa.
"Kak.. kakak baik-baik aja kan, kak bukak, kakak belum makak"
Bahkan berdiripun rasanya dia tak mampu, tendangan ayahnya masih sangat penyakitkan di kakinya, pangkal pahanya dan bahunya, dia hanya ingin tidur dan menghilang untuk selamanya.
Namun suara setelah itu membuatnya dengan sigap membuka pintu kamarnya, ya suara bariton Nobani yang menyuruhnya keluar, bahkan bukan menyuruh tapi memaksanya untuk makan.
"Jangan jadi manusia yang nyusahin, makan semua saya gak mau ada yang tersisa"
"Ba... Baik Om"
"AYAH.... BISABGAK AYAH BERLAKU BAIK SAMA KAKAK"
"Masuk kamar Sheno"
"Ayah kenapa selalu siksa kakak?"
"MASUK KAMAR ASHENO"
Lagi dan lagi, pria itu tak bisa membantag ayahnya, rasa kecewa itu menghantam ulu hatinya, melihat Lisa menelan makanan itu dengan susah payah juga menyakiti dirinya.
"Ayah...
Suara lirih dari wanita yang terlihat jauh dari kata baik-baik saja itu menghukumnya, hatinya ingin menoleh namun egonya menolak, Lisa tercekat dengan panggilan yang keluar dari mulutnya dengan spontan itu.
"Maksud Aku Om, Aku bo... Boleh balik ke rumah Oca aja Om? Aku... Aku... Maksud aku badan Aku sakit semua Om, boleh Aku pulang Om?"
Lelaki itu menegang, bahkan Lisa tak sedikitpun merasa ini rumahnya, ya siapa yang mau menjadikan neraka ini sebagai rumah, dengan penghuni yang jauh lebih buruk dari pada iblis sekalipun.
"Terserah kamu, saya tidak peduli juga sama kamu"
Untuk hari ini biarlah air mata yang menjelaskan bagaimana lukanya bekerja, dengan tertatih Lisa berdiri mengambil tas yang berisi beberapa baju di dalamnya, niat awalnya dia akan tinggal selama seminggu di rumah ini dan merawat Bundanya, namun sepertinya keputusannya salah.
Berulang kali dia meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya, bukan tidak melihat Nobani merekam itu semua dengan jelas, namun jika benci yang sudah mengambil alih, empati pun hilang tak tersisa.
Dengan sigap Lisa mengeluarkan motornya dari parkir rumah itu, dan di atas sana Jennie melihat Lisa keluar dari rumahnya, ingin berlari keluar namun seakan tidak punya tenaga, Nobani memaksanya untuk hanya sekedar tidur dan tidak boleh bergerak banyak, di tambah lagi dengan kondisi fisiknya yang tak memungkinkan.
Dia merasakan ada hal yang tidak beres yang telah terjadi di rumahnya hari ini, namun apa daya dia tidak punya cara untuk mengetahuinya, bertanya dengan suaminya pun rasanya akan mustahil.
Sepanjang jalan dengan hadiah rasa sakit yang luar biasa membuatnya mengerti jika hidup bukan hanya sekedar membahagiakan orang lain, namun juga harus memikirkan diri sendiri.
Belasan tahun dia mendapatkan berjuta rasa sakit di fisik dan batinnya, mulai memahami bagaimana semesta bekerja untuk kenyataan hidupnya, dia tidak bisa memilih untuk terlahir dari mana, namun dia bisa memilih hidupnya nanti akan seperti apa.
"Kamu kuat Lisa, kamu bisa, kamu hanya perlu buktiin tanpa seorang ayahpun kamu bisa hidup dengan baik"
Lampu merah kali ini saksi dimana hatinya terluka begitu parah.
🔺🔻🔺
Dari pagi sampai siang hari Salsa tak hentinya menggerutu, pasalnya badan keponakannya mendadak panas dan banyak sekali terdapat luka lebam disana, Lisa hanya mengatakan bahwa dirinya kecelakaan, tapi saat Salsa melihat motor wanita itu tak ada sedikitpun goresan lecet disana, dan pastinya Lisa telah berbohong saat ini.
"Lo tu ya, gue gak suka lo boong kayak gini, lo kenapa sebenernya, lo gak mungkin tauran kan lo penakut"
"Kecelakaan, lo bawel banget deh jadi mak emak"
"Serius pitik lo kenapa?"
"Lo udah nyampe rumah Bunda?"
"Belum, kan gue kecelakaan makanya gak sampe ke rumah"
Dan ya dia berbohong, Salsa bukan orang yang sebodoh itu untuk percaya, bahkan luka lebam di pipi ini seberti sebuah tamparan keras, dan beberapa helai rambut yang jatuh tanpa di genggampun menandakan dirinya baru saja di tarik dengan paksa, dia paham bagaimana Lisa tak ingin dirinya tau yang sebenarnya karena pasti akan ada hal yang lebih buruk terjadi kepadanya jika dengan sengaja semua ini ketahuan olehnya.
Salsa menekan dadanya kuat, perihal takcdi terima dia tidak begitu keberatan hanya saja dia tidak suka jika lisa disakiti secara fisik seperti ini, orang tua gila mana yang akan terima anaknya di perlakukan seperti ini, walaupun Lisa bukan anak kandungnya sekalipun.
"Sini peluk gue kak"
"Tetep disini ya Ca, di samping gue"
"Iya, gue gak akan kemana-mana"
Hanya tuhan yang tau bagaimana cara bertahan dengan baik, dia tidak sekuat itu ternyata, dirinya terluka dan kecewa, terlahir cacat saja sudah menjadi beban untuknya, sekarang di tambah lagi dia harus merasakan perihnya luka penyiksaan dari seorang yang harusnya dia panggil ayah.
Biarlah dia kubur sendiri bagaimana kelamnya hidup tak diinginkan, merasakan penolakan dan kekerasan dari kecil, hinaan dan sumpah serapah yang tak kunjung usai sampai usianya remaja, entahlah sampai kapan dia harus menelan itu semua, atau dia harus mulai terbiasa dengan kepasrahan begitu saja?.
🔺🔻🔺
Langit masih terlihat begitu mendung padahal jam sudah menunjukan pukul 12 siang, Lisa baru terlelap beberapa jam yang lalu setelah drama sakit perut dan muntah yang bekepanjangan, akhirnya dia terlepas dari keponakannya yang super manja itu.
Duduk terpaku di depan jendela ruang tamu, menatap lalu lalang mobil di jalan komplek yang sepertinya para pengemudi itu ingin segera sampai ke rumahnya masing-masing.
Menarik nafasnya dalam, mencoba mencari ketenangan, setelah melihat Lisa pulang dengan fisik yang bisa dikatakan sangat tidak baik, membuat perasaannya hancur, selama hidupnya untuk mencubit anak itu saja dia tidak kuasa, namun apa yang lelaki itu lakukan malah seperti ingin membunuhnya.
Ini bukan kali pertama Nobani melayangkan pukulan kepada anaknya sendiri, sudah berulang kali, namun saat Salsa ikut campur bisa dipastikan Lisa akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih menyakitkan lagi.
"Apa kabar hati lo setelah siksa anak lo sendiri Ban? Lo bahagia? atau sakit hati persis kayak yang gue rasakan saat ini?"