"Aku.Tidak. Mau."
Ramlan kembali memijit pelipisnya yang terasa berdenyut mendengar Rendi terus saja menolak keputusannya. Sungguh, anak bungsunya itu sangat pembangkang__belum lagi ia harus di hadapkan dengan seorang menantu labil tidak kalah menyebalkan.
"Kamu pikir aku mau satu sekolah dengan mu? Tidak." Ketus Anya sambil bersidekap dikursinya. Menatap Rendi dengan marah.
Ramlan lantas membuang nafas kasar, sudah dua minggu sejak Anya bergabung di keluarganya dan gadis itu bahkan tidak sekalipun tampak menghormatinya, apakah ia terlalu lunak pada anak dan menantunya? Entahlah__yang jelas ia membutuhkan Rayland saat ini untuk membantunya mengatur kedua bocah di depannya.
Rayland sendiri tengah dalam perjalanan bisnis dan baru akan pulang besok bersama anak pertama dan menantu terbaiknya, Tania. Sedang anak keduanya berkunjung ke Inggris tentu ditemani istrinya__Ui Anh.
Ia lelah. Sungguh.
"Dengan alasan apa kamu menolak, Rendi?" Ramlan menatap anak bungsunya dengan lelah.
Pemuda 16 tahun itu lantas balik menatap ayahnya dengan kesal, "tentu saja, sudah cukup aku melihat wajah jeleknya dirumah, aku tid__"
"Siapa yang kamu sebut jelek?"
Semua orang dimeja makan itu menoleh termasuk Anya, sesaat setelah mendengar suara bariton terucap dengan dingin dari mulut Rayland yang baru saja memasuki ruang makan dengan pakaian formalnya__menyusul Antonio di belakangnya.
Pria tampan berusia 25 tahun itu menatap Rendi dengan datar, lalu beralih pada seorang gadis yang tidak lain adalah Anya sendiri__dengan pandangan sama datarnya.
"Kak Ray? Kamu sudah pulang? Kupikir kamu akan pulang besok bersama kak Ryan dan istrinya?"
Rendi bertanya keheranan tapi Rayland justru memasang tampang keruh setelah mendengar pertanyaan itu, membuat suasana meja makan yang hanya berisi Ramlan, Rendi, dan Anya__menjadi sedingin es setelah menyadari suasana hati Rayland yang mengerikan sedang memburuk.
"Apa itu adalah jawaban dari pertanyaanku sebelumnya?" Rayland menekan kalimatnya sembari manik gelapnya menyorot sosok Rendi.
Sontak Rendi menelan ludah. Ramlan bahkan membuang nafas perlahan, sedangkan Anya jangan tanya__gadis bodoh itu ketakutan.
Setelah hidup bersama selama satu minggu__satu minggu lainnya tidak terhitung sebab Rayland berada diluar kota__tapi gadis itu sudah cukup tau bagaimana karakter suaminya ketika sedang marah, sangat mengerikan.
Pernah suatu ketika, seorang pelayan di mansion ini tanpa sengaja menjatuhkan secangkir teh pada celana bahannya, tanpa segan Rayland meraih garpu dan hampir saja merobek kulit wajah pelayan itu jika__Antonio pengawal pribadinya yang senantiasa menemaninya__ tidak segera menarik pelayan itu menjauh tepat pada waktunya.
Dan Anya menyaksikan kejadian itu, tepat di depan matanya.
"Kak, yang kusebut jelek itu__Anya," tunjuk Rendi pada Anya yang melongo. Dia jadi ingin mengutuk Rendi dengan perkataan lebih pedas, tetapi tidak berani mengingat bagaimana suasana hati Rayland saat ini. Anya tidak boleh membuat kekacauan.
Mendengar perkataan Rendi, tatapan Rayland semakin keruh.
"Seharusnya kamu sadar siapa yang kamu sebut jelek, Rendi__," Rayland berucap dengan datar sembari langkahnya mantap menuju salah satu kursi di samping Anya duduk dan menatap gadis itu, "dia istriku__asal kamu tahu," ucapnya tidak dapat dibantah.
Di tempatnya, Anya tanpa sadar tersenyum menang menatap Rendi yang juga tengah menatap Rayland tidak puas__karena jelas pria itu membelanya.
Namun belum juga rasa senangnya sampai semenit. Anya harus mendapati fakta mengejutkan hingga membuat sisa-sisa kebahagiaannya menguap begitu saja.
"Walaupun aku tidak suka padanya." Ucap Rayland tanpa dosa.
Rasanya Anya ingin tenggelam.
Tolong! Tenggelamkan dia sekarang juga.
Tidak hanya ingin tenggelam, Anya juga ingin menangis sesaat setelah mendengar ucapan itu keluar dari mulut cabai seorang Rayland Pram Adiptara__yang tidak lain dan tidak bukan__suaminya sendiri.
Rendi bahkan sudah terpingkal hebat setelah mendengar perkataan sadis dari kakaknya untuk Anya. Seakan ia telah menang pertarungan tanpa harus ikut bermain.
Poor you Anya!!
.
.
.
Gadis itu bahkan tidak bisa membalas.
Anya menatap datar seorang wanita di depannya yang ia taksir berada di rentang usia pertengahan 40-an dengan kacamata tebal dihidung nya yang__pesek. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Ani Wahdiana__guru homeschooling-nya mulai saat ini__tepat setelah Rayland menjatuhkan palu hakimnya dan memutuskan Anya akan melakukan homeschooling, sebagai hukuman mutlak karena ia tidak ingin melanjutkan sekolahnya di sekolah yang sama dengan Rendi.
Jadi yang dilakukan gadis itu saat ini adalah duduk diam dikursinya sambil berhadapan dengan gurunya itu, tepatnya didalam perpustakaan mansion Adiptara. Miss Ani__Oh!! Sekedar informasi guru tua ini ingin dipanggil Miss__menyuruhnya mempelajari pelajaran bahasa terlebih dahulu kerena wanita tua itu beranggapan kemampuan bahasanya sangat buruk.
Tampaknya wanita yang mengaku sebagai salah satu orang keparcayaan keluarga Adiptara itu tidak menyukainya. Bayangkan saja setelah pertemuan pertama mereka, sebut saja satu jam yang lalu setelah acara sarapan keluarga ini berakhir__wanita itu langsung tiba beberapa menit kemudian setelah Rayland menghubunginya untuk mengajari Anya__dan menyeretnya kedalam perpustakaan besar milik mansion Adiptara sembari menilai kelayakannya sebagai istri Rayland.
Parahnya, ia terang-terangan menghujat Anya yang sungguh tidak pantas disandingkan dengan Rayland__tepat dihadapan gadis itu__tanpa harus di sensor terlebih dahulu.
Belum apa-apa.
Anya sudah jengkel padanya!!
"Jadi kamu tinggal di panti asuhan?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir merahnya yang mulai keriput dengan nada yang sangat kentara, meremehkan.
Anya lantas memasang aura permusuhan yang tidak ditutup-tutupi seraya bersedekap dihadapan Miss Ani, "ya__aku tinggal disana! Lalu kenapa?"
"Huh! Kasihan sekali Rayland," tatapnya remeh kemudian ikut bersedekap, "harus menikahi gadis sepertimu."
Tahan Anya
Dia hanya orang tua jelek.
Mencoba tenang dan tidak peduli, Anya memasang senyum manis yang dibuat-buat pada Miss Ani yang masih saja menatapnya tidak suka__apakah wanita tua itu membencinya karena telah merebut Rayland darinya__oh ya ampun!! Jangan sampai itu benar, karena itu sungguh mengerikan. Lantas Anya mengambil salah satu buku yang ada diatas meja sambil mengangkatnya sedikit.
"Mari belajar, Miss." Katanya.
Miss Ani mendengus tetapi ikut mengambil buku dengan sampul yang sama dan mulai membukanya.
"Buka halaman pertama, kita mulai dari awal." Tegasnya.
Dan Anya menurut.
Anya tahu__bahkan sangat tahu posisinya yang entah beruntung atau tidak karena telah dinikahi seseorang yang sangat tidak ia duga merupakan putra ketiga dari keluarga Adiptara yang paling sadis dan juga tersohor__bisa dibilang ia memang sangat tidak pantas berdanding dengan Rayland seperti yang dipikirkan Miss Ani.
Pertama dari segi fisik__Anya sama sekali tidak cantik, ia hanya seorang gadis biasa berkulit pucat yang tinggal di panti asuhan, bekerja di minimarket yang besar dipusat kota__yang bisa dibilang salah satu keberuntungannya karena berhasil bekerja di sana__dan terakhir dia bahkan sangat-sangat rusuh. Itu pun belum separuh dari ketidak-pantasannya untuk Rayland.
Anya bukanlah jenis gadis yang penurut, ia akan melawan selama itu dirasa benar. Dan adakalanya ia akan membuat orang lain pusing dengan tingkahnya. Tapi, ia cukup manis untuk gadis seusianya dan dengan caranya sendiri.
Menjadi hal pertama dalam hidupnya, ia tidak bisa membantah seseorang selayaknya Rayland Pram Adiptara. Namun karena berpikir ia akan mudah dikuasai jika terus menurut, maka otak cerdasnya telah menyusun rencana untuk melawan pria itu suatu saat__yah, saat ini ia hanya terlihat sedikit penurut diawal__siapa yang akan tahu apa yang akan di lakukannya di masa depan.
Entahlah
"Kamu melamun? Oh astagah, apa yang bisa aku harapkan dari gadis yang malas belajar seperti mu?" Anya seketika tersadar saat mendengar suara Miss Ani yang menegurnya dengan sakratis.
"Aku tidak melamun, hanya sedang berpikir."
Untuk menghilangkan dirimu!
Miss Ani meraih rotan berukuran kecil tetapi cukup panjang, lantas memukul gadis itu di bahunya. "Jangan melamun."
Anya mendelik tajam, tetapi tidak mengatakan apapun selain menatap marah wanita tua itu dan melanjutkan pelajarannya yang sama sekali tidak menyentuh radius otaknya.
Satu jam telah berlalu__
Dan selama itulah Anya mencoba mengikuti keinginan Miss Ani yang menyuruhnya memahami beberapa buku dihadapannya, dan selama itu pula lah Anya tidak bisa memahami satupun apa yang telah ia baca.
Gadis itu sungguh bodoh
Dan sekarang__ia bahkan merasa sangat bosan__
Mengangkat wajah dan mendapati wanita tua berkacamata tebal itu sedang fokus membaca, Anya mendapat pencerahan sebuah siraman ide untuk menjahili Miss Ani yang akan membawanya pada kebebasan segera.
"Miss." Panggilnya pelan tetapi wanita itu masih bisa mendengarnya dan bahkan telah mengalihkan tatapannya dari buku, beralih menatap gadis rusuh tersebut.
Mata Miss Ani lantas memicing, "Ada apa?"
Anya menyengir sembari tatapannya tertuju di bawah meja, "ada kecoa di deka__"
"Huaaaaa__"
Tadaa!__Anya berhasil!!
Seperti yang gadis itu harapkan Miss Ani menjerit ketakutan, melompat kesana kemari sembari mengangkat tinggi-tinggi roknya yang cukup panjang dan tanpa mau menatap Anya lagi__wanita tua malang itu keluar dari perpustakaan mansion Adiptara dengan mimik yang jelas terlihat ketakutan.
"Ahahahahaha...." Anya terpingkal saat itu juga. Dan kemenangan pertamanya sungguh membuatnya puas.
Karena keributan itu, beberapa pelayan di mansion mulai berhamburan menghampiri Miss Ani yang terus saja menjerit manja sepanjang menuruni tangga dari lantai dua menuju ruang utama.
Sedangkan diruang utama terdapat Rayland dan ayahnya yang tengah berbincang, lantas menatap heran kedatangan Miss Ani yang ketakutan.
"Ada apa?"
Miss Ani menatap Ramlan yang baru saja bertanya, " Kecoa__di perpustakaan ada kecoa," katanya yang mulai gemetaran.
Sungguh, wanita itu benci makhluk kecil menjijikkan.
"Bagaimana bisa?"
Pertanyaan dingin itu berasal dari Rayland__tatapannya menusuk pada wanita yang dulunya juga pernah menjadi guru privatnya__seakan tatapannya mewakili jika apa yang wanita itu katakan tidak masuk diakalnya.
Miss Ani menelan ludah, sejujurnya ia masih saja segan dengan sosok putra Adiptara yang satu ini meskipun ia sendiri pernah menjadi gurunya saat menjalani masa pelajaran yang sama seperti yang saat ini Anya jalani. Tapi hal itu tidak lantas membuatnya cukup dekat dengan Rayland__kecuali untuk sesuatu yang benar-benar pria itu butuhkan darinya__maka Rayland akan menghubunginya seperti beberapa jam yang lalu.
"Anya mengatakan jika dibawah meja, ada seekor kecoa di sana."
"Dan Miss percaya?" Rayland menatap semakin dingin lalu tatapannya berpindah pada salah seorang pelayan, "panggilkan Anya," titahnya dengan suara tegas.
Ramlan seketika menghela nafas,
.
.
.
Kamu dalam masalah Anya.
Kalian bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya pada Anya, tentu saja gadis itu dihukum sangat berat__mulai sekarang dan mulai detik ini Anya akan terus berhadapan dengan Miss Ani yang telah di beri titah kebebasan untuk melakukan apa saja jika Anya kembali berulah__dan pada malam harinya, dan ini adalah hukuman terberatnya__bahwa gadis itu akan mendapat jam belajar tambahan dengan dua orang guru baru sekaligus.
Pertama ia akan menghadapi sosok Rayland Pram Adiptara secara langsung dan sosok kedua, Antonio yang seolah memiliki karakter copy-an dari tuannya__akan ikut menjadi guru dadakannya saat suami tercintanya sedang sibuk.
"Ulangi."
Anya seketika menggigil mendengar ucapan datar itu terus berulang, dan merupakan ucapan yang sama untuk kesekian kalinya saat Anya menyerahkan lembar soal yang telah ia isi dengan jawaban kreasinya.
"Apa lagi sih yang salah?" Ucapnya lesu, ia sudah sangat mengantuk dan pria yang duduk dikursi kebesarannya itu seolah tidak peduli.
"Jawabanmu tidak pernah benar, Anya. Harus berapa kali ku jelaskan? Semua jawabannya bisa kamu temukan dengan rumus yang sama, " tatapan Rayland semakin dingin, dan Anya membeku di tempat.
Namun Anya tidak akan mau lagi mengerjakan soal sekarang, maka ia menggeser meja kecil yang digunakannya untuk menulis dan kemudian menatap Rayland dengan tatapan memelas andalannya, "wahai suami__," ia mulai puitis, dan anehnya sudut bibir Rayland yang kaku karena terlalu jarang tersenyum__tidak, bahkan ia tidak pernah tersenyum, kecuali senyum sinis dan meremehkan, tiba-tiba saja mulai berkedut kecil tanpa ia sadari.
"Hmm?" Pria itu berdehem.
"Istrimu ini sungguh mengantuk, bolehkah__"
Tatapannya mengarah pada salah satu ranjang berukuran sedang yang bersebelahan dengan ranjang lain, yang berukuran jauh lebih besar disamping kanannya didalam kamar tersebut. Kemudian ia melanjutkan, "aku tidur di ranjangku sekarang?"
Rayland bersedekap sambil bersandar disandaran kursi yang ia duduki setelah meletakkan berkas-berkas yang sejak tadi pria itu baca__lalu menatap istri kecilnya dengan tampang datar.
"Tidak."
Anya melongo.
"Tapi aku benar-benar mengantuk dan sudah tidak tahan," ia menyengir, "boleh yah aku tidur."
"Tidak sebelum kamu menjawab soal itu." Rayland bersikuku tetap pada pendiriannya.
"Aku tidak akan bisa menjawabnya" Anya kembali memelas ditempatnya. Sebisa mungkin memasang tampang menderita yang nantinya akan membuat Rayland iba, lantas membiarkanya tidur. Tapi__
Rayland justru mendengus. "Setidaknya, jangan terlalu terang-terangan menunjukkan kalau kamu sungguh bodoh." Katanya pedas.
Setan.
"Oh ayolah!! Kamu ingin aku mati?" Anya memberenggut sambil cemberut.
"Tentu."
Mata Anya sontak membesar, lalu menatap Rayland dengan pandangan tajam, seakan menunjukkan kalau ia protes dengan perkataan pria itu.
Dasar, itu mulut cabai bisa dikondisikan tidak!?
.
.
.
Dan seperti biasa, Anya tidak dapat membantah.
Pagi harinya__Anya bangun lebih lambat dari biasanya. Seorang pelayan yang ditugaskan Rayland untuk mengurus segala keperluannya pun sudah lebih dari tiga puluh menit mengetuk pintu kamarnya dengan segan, berharap gadis yang masih saja bergelung dibalik selimutnya segera terbangun dan ikut sarapan bersama keluarga Adiptara yang lain.
Pelayan malang itu mencoba peruntungan sekali lagi dengan mengetuk pintu jati besar di depannya__tetapi sebelum itu terjadi sebuah suara sudah lebih dulu mendahuluinya untuk menghentikan apa yang akan dilakukannya.
"Biarkan dia bangun dengan sendirinya." Katanya.
Pelayan itu mengangguk dan sedikit menunduk hormat pada sosok Ramlan yang berdiri di ujung tangga sembari menatapnya, "semalam dia dihukum, jadi biarkan dia tidur." Lanjutnya.
"Baik tuan besar." Kemudian pelayan itu pergi.
Setelah kepergian si pelayan, Ramlan menatap pintu jati besar yang merupakan kamar putra ketiganya__yang saat ini telah mengalami penambahan jumlah penghuni dengan senyum kecil dibibirnya. Lalu setelahnya segera menuruni tangga menuju ruang makan.
Tiba diruang makan pria baya itu telah menemukan Rayland dan putra bungsunya yang pembangkang__Rendi. Tentu mereka berdua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Rayland dengan Ipad ditangannya dan sudah bisa di tebak pria dingin itu sedang melakukan apa.
Sedangkan Rendi yang duduk di tempatnya seperti biasa__sebelah kanan meja makan dan dikursi yang sama pula, sedang memainkan ponsel pintarnya sambil sesekali menahan tawanya agar tidak sampai meledak__dan membuatnya berakhir dihadiahi tatapan tajam dari kakaknya yang paling menakutkan.
Rendi pun menoleh saat merasakan sosok Ramlan sudah duduk dikursi kebesarannya dimeja makan tersebut, "ayah sudah disini, lalu dimana bocah itu?" Rendi bertanya, sebab hanya tersisa gadis bertubuh pendek itu yang belum muncul batang hidungnya.
Rayland meletakkan Ipad nya sesaat setelah Rendi berucap, lalu tatapan dinginnya segera mengarah pada adiknya, "kamu jauh lebih bocah." Katanya pelan hampir tidak terdengar, sayangnya Rendi masih bisa mendengarnya. Jelas malah. Sontak saja Rendi memberenggut kesal tapi tidak bisa melakukan apa-apa.
"Anya masih tidur."
"What!?" Rendi terperangah mendengarnya. Sialan Anya, dia membuatnya menunggu untuk seseorang yang sedang tidur.
"Dia benar-benar tid__,"
"Bicara sekali lagi, mobil mu kusita." Ancam Rayland yang sudah geram dengan tingkah protes Rendi yang kekanakan. Untuk ukuran laki-laki pemuda itu sangat cerewet. Rayland jadi pusing sendiri.
Rendi sontak terdiam saat mobil baru kesayangannya menjadi bahan taruhan. Jadi ia memilih mengalah dari pada menyesal nantinya.
Ia selalu kalah.
Bagaimana bisa ia memiliki seorang kakak model macam Rayland yang kaku__yang hobinya selalu saja mengatur dan mengancam__mentang-mentang ia jauh lebih berkuasa dibanding dua kakaknya yang lain, dia jadi seperti itu.
Tentunya saja ada alasan lain selain sikapnya yang dingin__Rayland sangat ditakuti dan disegani oleh orang-orang yang mengenalnya. Ia seolah memiliki kemampuan untuk membuat orang lain untuk tunduk dan patuh padanya.
Termasuk Rendi.
Sebelumnya Rendi tidak begitu peduli dengan sikap kakaknya yang satu ini, hanya saja setelah menikah dengan gadis entah-berantah-itu kakaknya jadi lebih sering menegurnya__dan yang membuatnya tambah kesal karena Rayland melakukannya untuk membela Anya.
Dan dia tidak suka.
Rendi adalah sosok yang cukup manja dan juga cerewet dibalik sikapnya yang kadang agak dingin terhadap orang yang baru ditemuinya__ditambah dengan segala keinginan yang selalu terpenuhi. Hal itu didukung dengan posisinya yang masih muda sekaligus anak bungsu. Jadi sifatnya yang semena-mena juga diperoleh dari keadaannya yang demikian.
Tetapi tentunya Rayland yang tegas tidak akan peduli tentang itu, selama Rendi salah dimatanya maka ia akan menegurnya dengan tegas.
Dan asal tahu saja Rayland sangat tidak suka dibantah.
Dasar!!
Pengidap otoriter yang sungguh parah!
"Biarkan saja Anya tidur, lagi pula ia hanya akan berada dirumah dan belajar dengan Miss Ani." Ucap Ramlan kemudian.
Lalu Rendi tidak mengatakan apapun lagi.
Saat ketiga orang itu makan dengan tenang, maka muncullah sosok Anya yang luar biasa menyeramkan__rambut awut-awutan, mata bengkak dan jangan lupakan bekas sisa-sisa air liur di pipinya yang pucat.
Dan tebak__Rendi kembali memuntahkan isi perutnya__tepat didepan kakak dan ayahnya.
Ruang makan pagi itupun heboh oleh teriakan tertahan para pelayan yang menyaksikan bagaimana Rendi dan Anya diseret paksa oleh Antonio dan kawanannya yang entah muncul dari mana__menjauhkan kedua bocah itu dari amukan Rayland yang sudah beraura suram dan kelam menahan emosi yang siap meledak.
Anya yang diseret seketika menggigil hebat saat telinganya masih bisa mendengar suara Rayland yang dingin dan dalam__sarat akan amarah.
"Bunuh saja mereka berdua."
Ya tuhan,
.
.
.
Mulut cabai itu membuat Anya meriang.