Terhitung sudah empat minggu sejak Anya menjadi menantu keluarga Adiptara dan sejak saat itulah keluarga Adiptara benar-benar dihadapakan pada sebuah kenyataan bahwa anggota baru yang mereka bawa kerumah itu__benar-benar ajaib.
Gadis itu sama sekali tidak pernah diam dan seringkali membuat keributan di mansion Adiptara. Rendi yang pemarah dan cukup labil menjadi sasaran empuknya untuk melakukan ulah. Bukan hanya Rendi__Ramlan Ady Adiprata__yang notabene-nya adalah mertuanya sendiri pun ikut menjadi korban kejahilan akan tingkah ajaibnya. Pria yang kelihatan sangar diluar itu sungguh kelimpungan menghadapi sikap anak bungsu dan menantunya sendiri.
Mungkin saja orang lain akan berfikir bahwa Anya dan Rendi adalah sepasang kekasi yang sedang dimabuk asmara sehingga menganggap hal-hal yang mereka lakukan, seperti saling melempar benda tajam__pun, menjadi normal.
Sayangnya mereka berdua akan benar-benar saling membunuh jika saja Antonio yang kini memiliki tugas tambahan__selain untuk mendampingi dan menjadi pengawal pribadi Rayland, kini ikut menjaga istri tuannya dari kejadian-kejadian yang mungkin saja bisa membuat gadis itu terbunuh.
Oh!! Keluarga ini benar-benar_
Mungkin pula kejadian-kejadian yang Anya lakukan bisa saja dihentikan andai Rayland mau dengan tegas menegur istrinya. Tapi bukan seperti apa yang dibayangkan__Rayland justru bersikap seolah yang dilakukan Anya hanya sekedar bermain-main dan dia tidak merasa masalah. Pria itu membiarkan saja apa yang di lakukan Anya dirumahnya.
Dan yang membuat semua orang kaget pria itu sangat tenang.
Di tambah lagi, Rangga dan Ryan sekalipun menganggap hal itu sebagai tontonan yang menarik dan lucu__bahkan Ui pun demikian. Lebih gilanya lagi menantu kedua Adiptara__Ui__ bahkan menjadi pemandu sorak saat Rendi dan Anya mulai saling membunuh.
Mungkin hanya Tania yang normal di Mansion Adiptara. Wanita cantik tersebut akan berakhir menangis saat melihat adegan dimana Anya akan melempar Rendi dengan garpu__bahkan langsung pingsan di tempat saat Anya melampar Rendi dengan pisau.
Jadi__apa yang terjadi dengan keluarga itu!
Namun satu hal yang pasti dan harus Anya catat dalam ruang ingatannya yang berkapasitas tidak seberapa__bahwa jangan sekali-kali membuat masalah saat aura seorang Rayland sedang dalam masa on. Hal itu bisa ditandai saat sekeliling Rayland mulai terlihat menghitam.
Ada saat dimana aura itu akan menjadi off dan Anya akan mulai melakukan apa saja.
Benar. Anya bisa melihatnya, warna aura kemarahan seorang Rayland adalah__hitam pekat.
Entah sejak kapan gadis itu bisa melihat warna aura beberapa orang, termasuk Rendi yang saat marah berwarna merah menyala atau terkadang hijau saat pemuda itu senang.
Mungkin karena kelebihan atau kempauan itulah yang membuatnya masih bisa bertahan dirumah tersebut tanpa kekurangan bagian tubuh mana pun.
"Aku sangat bosan!"
"Apa?" Miss Ani sontak menatap Anya dengan mata melotot.
Seketika sekeliling wanita itu perlahan-lahan dirambati sulur-sulur cahaya berwarna merah padam__dan Anya bersorak saat menyadari aura kemarahan Miss Ani mulai muncul.
Melihat warna aura seseorang ternyata menyenangkan.
"Aku. Sangat. Bosan." Ulangnya seakan mengejek wanita tua itu.
Anya menyeringai jahat!
Miss Ani geram. Sungguh setelah ia berfikir gadis itu akan sangat takut padanya setelah mengingat apa yang sudah ia lakukan untuk menghukum Anya saat berulah__akan membuatnya jerah__sayangnya Anya justru semakin menjadi-jadi dan membuatnya tambah kesal.
"Miss bagaimana kalau kita bermain kartu itu saja?" tunjuknya pada kartu yang entah sejak kapan berada disela-selah rak buku di dalam perpustakaan, "dan saat aku menang, pelajaran kita berakhir, bagaimana?"
Buk!!
Anya meringis sambil tangannya yang pucat mengelus kepalanya yang baru saja digetok menggunakan buku oleh wanita tua di depannya.
"Jangan bermimpi. Rayland akan membunuhku saat tau kamu melewatkan kelasku lagi dengan banyak alasan," Miss Ani semakin marah dan sulur-sulur auranya semakin pekat saja.
"Huh!!"
Akhirnya Anya mendengus tanda ia memilih menyerah__namun diam-diam Miss Ani menghela nafas lega.
Karena sejujurnya,
.
.
.
Anya selalu membuatnya sial!
"Ayah, apakah anda ingin menambah lauknya? Semua ini makanan kesukaan ayah, kan? Biar kuambilkan."
Sudah pasti suara lembut dan kelewat sopan itu berasal dari Tania. Wanita itu bahkan tersenyum cantik tanpa merasa lelah karena terlalu sering menarik otot-otot diwajahnya.
"Ah, tidak perlu menantuku. Ayah sudah merasa kenyang," Ramlan ikut tersenyum saat menantu kesayangannya selalu menawarinya untuk menambah porsi makanannya.
Seperti inilah menantu yang ia harapkan.
"Kalau begitu biar aku yang makan semuanya yah, kak." Anya menyengir sambil menatap Tania yang mengangguk dan tersenyum padanya.
Tatapan Ramlan seketika berubah datar saat melihat Anya mengambil semua sisa lauk yang memang makanan kesukaannya. Dan semakin bertambah datar saat melihat gadis itu makan dengan rakus. Padahal jatah makan malamnya sudah habis bahkan sudah tambah beberapa kali__dan sekarang gadis itu ingin lagi?
Benar-benar__
"Makan perlahan, Anya. Kamu bisa tersedak dan aku tidak ingin repot saat kamu mati."
Uhukk!!
Anya tersedak sungguhan, sebab perkataan Rayland benar-benar berhasil menembus tenggorokannya.
Cepat-cepat gadis itu mengambil gelas berisi air yang disodorkan Ui padanya sembari menatap Anya berbinar.
Oh Hell__Berbinar? Kak ipar nya ingin ia mati sepertinya?
Sialan!
"Rasakan itu!! kenapa tidak sekalian kam__"
"Rendi, Kalau sudah selesai lebih baik kamu ke kamar dan belajar?" Tania menatap Rendi memelas seolah meminta pemuda itu untuk tidak membuat keributan.
"Hmm itu benar. Tapi mungkin akan lebih seru kalau Rendi melempar Anya dari lantai dua. Oh!! Itu terdengar lucukan, sayang?" Rangga ikut menambahkan sambil matanya melirik istrinya Ui yang juga sedang menatapnya sembari tersenyum senang. Seolah mereka berdua sungguh menikmati saat itu terjadi__dan kerena perkataannya, Tania mulai memunculkan sulur-sulur biru muda, menandakan bahwa sebentar lagi ia akan menangis.
Anya hanya mampu mendelik jengkel saat ucapan kakak iparnya itu keluar tanpa disaring terlebih dahulu dari mulutnya. Ia jadi sangat yakin jika kakak ipar kedua beserta istrinya psyco__bagaimana tidak, mereka seolah menginginkan ia mati ditangan Rendi dalam keadaan yang sadis tentunya. Itu adalah lelucon untuk mereka.
Di lempar dari lantai dua? Oh yang benar saja!!
"Anya, kembali ke kamar!"
Kemudian Anya makan dengan kecepatan tidak wajar saat perintah Rayland sudah keluar dari mulut cabainya. Ia harus segera ke kamar dan melakukan jam pelajaran tambahan dengan gurunya yang tentu saja adalah__Rayland sendiri.
Dan ia sudah menantikannya!!
Mata gadis itu sedikit membesar saat melihat Rayland sudah melangkah menuju tangga yang akan membawanya menuju lantai dua dimana kamar mereka berada. Lantas, Anya semakin panik karenanya.
"Anya makan pelan-pelan." Tania memperingati.
"Aku sudah selesai."
Setelah minum dengan tergesa-gesa Anya segera berlari menuju tangga dan menyusul Rayland yang sudah hampir sampai di ujung tangga atas.
"Astaga anak itu!!" Ramlan hanya mampu menggelengkan kepala saat menyaksikan bangaimana tingkah Anya yang benar-benar membuat sakit kepalanya kian bertambah.
Oh tuhan Ramlan merindukan,
.
.
.
Ketenangan__
Anya memutar pensil yang ada ditangannya. Mata bulatnya kian membesar saat melihat soal-soal yang melambai padanya seakan meminta untuk segera diselesaikan. Namun gadis itu benar-benar buntu__ia sama sekali tidak tau mengerjakan soal tersebut. Soal-soal itu merupakan soal yang hampir sama dengan soal yang ada disekolahnya dulu. Akan tetapi sama saja menurutnya__sama-sama tidak bisa ia jawab.
Mengangkat kepala__Anya kemudian mendapati Rayland yang seperti biasa sedang duduk di kursi kebesarannya sembari tangannya memegang berkas dari kantor. Huh! Sungguh workaholic. Anya bahkan tidak ingin membayangkan bagaimana berada diposisi Rayland yang masih saja terus bekerja dirumah__bahkan saat ia menjadi pemimpin sekalipun ditempatnya bekerja.
Itu sungguh mengerikan!
Dan Anya sama sekali tidak ingin mencobanya.
"Ada apa? Ada yang sulit? Bukankah tadi sudah kujelaskan?"
Pertanyaan beruntun pun terdengar dari Rayland saat menyadari tatapan istrinya yang terus-menurus melihat kearahnya.
Anya terkesiap dan kemudian tersadar apa yang baru saja ia lakukan.
"Hah? Tidak ada."
Rayland mengangkat sebelah alisnya dan netranya yang segelap malam menatap Anya dengan tatapan memastikan. Anya yang ditatap pun jadi sedikit merona__asal kalian tahu__gadis itu jatuh cinta dan itu pada suaminya sendiri.
Ia bahkan tidak tahu kapan ia mulai menyukai Rayland, yang jelas ia akan merona dan terkadang merasa senang saat Rayland memberinya sedikit perhatian__hanya saja, perkataan Rayland yang pedas tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang membuatnya sakit hati, namun juga bukan menjadi alasan untuknya merasa menyesal telah melabuhkan hatinya pada pria tampan nan dewasa itu.
"Lalu mengapa terus melihatku?" Rayland masih terus bertanya.
Anya jadi salah tingkah, "Aku tidak."
"Yah, kamu melakukannya, Anya."
Anya menghela nafas saat menyadari ia tidak lagi bisa berkelit.
"Aku tidak bisa mengerjakannya." Anya mengatakannya dengan tatapan takut-takut saat menyadari tatapan Rayland terlihat suram.
"Aku tidak tahu bagaimana otakmu bekerja, sungguh bodoh." Anya membuang nafas lelah saat menyadari ia dikatai pedas lagi.
Tatapan gadis itu kemudian beralih pada Rayland yang kini meraih buku pelajaran dan membukanya dengan gaya elegan seperti biasa. Pria itu selalu terlihat mempesona apapun yang dilakukannya.
Dan Anya selalu suka melihatnya.
Seperti sekarang__gadis itu sangat suka saat maniknya telah melihat Rayland yang tengah mengulang penjelasan yang sama entah sudah keberapa kali. Memang dasarnya gadis itu saja yang kelewat blo'on__atau karena ia memang tidak pernah benar-benar memperhatikan saat suaminya yang tampan mulai memberikan penjelasan mengenai pelajaran padanya__seperti saat ini, gadis itu memang sangat fokus bahkan tidak berkedip sama sekali, sayangnya fokus itu bukan untuk pelajaran yang tengah Rayland jelaskan tapi justru pada pria itu. Anya sungguh tidak bisa melewatkan betapa indahnya Rayland di saat-saat seperti ini.
Tanpa ia sadari sulur-sulur auranya perlahan terlihat semakin menyala merah muda. Itu terjadi saat ia sangat-sangat senang.
"Aku akan mengetok kepalamu saat melihat lembar jawabanmu masih kosong, Anya."
Rayland tiba-tiba bersuara__ketika Anya mulai menyadari penjelasan Rayland telah berakhir__ia seketika panik sendiri. Tatapan pria itu bahkan semakin dingin menatapnya.
"Ah baik-baik. Ini akan selesai dalam waktu 2 jam."
"10 menit!" Kata Rayland.
"Tidak. 59 menit saja."
Buk!!
Anya cemberut sembari meringis saat kepalanya kembali dihadiahi pukulan berupa buku. Ia benar-benar akan mati kalau tidak bisa mengerjakan soal itu sekarang juga. Anya sungguh tidak ingin terlihat semakin bodoh dihadapan Rayland.
Tidak!!
Namun ia bahkan tidak mendengar apapun saat Rayland menjelaskan mengenai pelajaran padanya. Ohh!! Ia benar-benar idiot.
Anya sudah mirip cacing kepanasan sekarang. Berulang kali nerta coklatnya melirik pada Rayland yang masih fokus memeriksa laporan-laporan kantornya yang menumpuk. Bahkan sekarang sudah hampir habis pria itu periksa__dan ia sama sekali belum menyelesaikan soal-soalnya dengan benar.
Anya bahkan menulis sesuatu yang bukan merupakan jawaban dari persoalan. Namun karena tidak ingin membuat kertas di hadapannya kosong. Jadi, dia mengisinya dengan asal.
"Sudah?" Rayland menatap Anya.
"Hah? Apa?"
Tatapan Rayland kian datar saja. Anya meneguk ludah menyaksikannya.
"Aku bertanya apakah sudah selesai, berikan padaku dan akan ku periksa!"
Anya gemetaran tetapi tangannya tetap meraih kertas jawabannya dan menyodorkannya pada Rayland. Ketika kertas itu telah berpindah ketangan Rayland__Anya menahan nafas, dan semakin lama saat menyadari tatapan Rayland berubah suram dan perlahan sulur-sulur hitam pudar disekitar pria itu mulai terlihat.
Gadis itu menelan ludah.
Hari ini Anya benar-benar,
.
.
.
Tamat.
Anya menatap Rendi dengan dingin. Rendi sendiri menatapnya tidak kalah dingin. Sedangkan Tania diantara kedua remaja itu menahan nafas__jangan sampai kedua bocah itu saling membunuh di tempat umum seperti ini dan membuatnya ikut pingsang hingga terjadi kehebohan.
Sekarang mereka tengah berada disalah satu pusat perbelanjaan di pusat kota untuk membeli keperluan mereka atau sekedar untuk berbelanja. Namun sejujurnya agenda berbelanja mereka bertiga hari ini lebih kepada perintah Rayland yang menyuruh Tania untuk memilihkan pakaian kepada Anya yang selera fashionnya sungguh membuat Rayland sakit mata. Sedangkan Rendi ditugaskan menjadi pengawal keduanya saat berbelanja mengingat Antonio tidak bisa menemani__tetapi sepertinya Rayland salah memilihkan pengawal karena nyatanya bahaya itu ada diantara Rendi dan Anya sendiri.
Tania sudah ingin menangis lagi saat melihat Rendi dan Anya mulai adu jotos__orang-orang sekitar pun tidak ingin ketinggalan dan ikut tersenyum melihat kedua sejoli itu.
Oh astagah!! Bagaimana bisa mereka tersenyum saat melihat adegan pembunuhan di depan mereka.
"Ayo kita lihat siapa yang akan mengambil sepatu itu, kamu atau aku?" Anya lagi-lagi menyulut emosi Rendi yang sudah berada di ambang batas.
"Kamu tidak akan punya kesempatan bahkan hanya untuk menyentuh nya sedikitpun." Rendi menunjuk sepatu mahal yang menjadi rebutan keduanya dengan raut mengeras.
Tapi Anya tidak pernah mau mengalah, ia berkata, "kalau begitu langkahi dulu mayatku."
Rendi lantas menyeringai, "tentu. Akan kupastikan untuk menginjaknya."
"Kauu!!" Tunjuk Anya pada Rendi sembari tangannya yang bebas mengambil sebuah sapu yang entah ia dapat dari mana dan mulai mengambil ancang-ancang untuk menyerang Rendi saat itu juga, jika saja__
"Anya!! Septian!! BERHENTI."
Seketika kedua remaja rusuh itu menatap pada Tania yang terlihat geram. Tetapi tatapannya tidak bertahan lama dan segera diganti dengan tatapan penuh senyum andalan wanita cantik itu.
"Ayo kita pergi sekarang. Masih banyak pakaian yang perlu Anya coba."
Keduanya mendengus tetapi ikut menurut dan mereka mulai melangkah meninggalkan kerumunan orang yang menatap kecewa karena tidak melihat adanya adegan sadis penuh cinta, seperti yang mereka harapkan. Beberapa bahkan bersorak melepas kepergian ketiga orang itu.
Aneh!!
Benar-benar orang yang aneh.
Sepanjang hari yang melelahkan Tania terus menyeret Anya dan Rendi untuk mengikutinya dengan langkah berat dan malas. Berpindah menuju tokoh satu ke toko lainnya. Tangan kedua bocah itu bahkan sudah dipenuhi banyaknya belanjaan yang sungguh membuatnya kerepotan.
"Kak pulang saja, yah. Aku sudah lelah." Anya memelas sembari menatap Tania yang masih saja sibuk memilah baju dan pakaian lain yang menurut wanita itu cocok dengan Anya.
Tanpa harus peduli, ia bahkan mencocokkan baju atau celana yang telah dipilihnya pada tubuh Anya yang memasang tampang kusut. Tidak berbeda jauh dengan Anya__Rendi bahkan sungguh sangat jengkel dengan kedua perempuan itu. Bisa-bisanya ia ikut ketempat seperti ini dan membuatnya mati kebosanan pun kelelahan.
Oh! andai saja ia bisa melawan Rayland. Maka hal pertama yang akan ia lakukan adalah tentu saja menendang Anya keluar dari rumahnya__bahkan jika itu harus menetang tradisi keluarganya yang aneh itu.
Rendi tidak peduli lagi.
"Berapa lama lagi, sih? Aku mau pulang saja."
Kemudian tatapan Tania beralih pada Rendi lalu setelahnya pada Anya.
"Tidak ada pulang sampai uang yang diberikan Rayland habis. Kamu tahu kan pria dingin itu akan sangat marah saat perintahnya tidak dipatuhi."
Tania berkata sembari masih saja tersenyum dengan senyum sama yang selalu ia tampilkan.
Anya bahkan sudah bosan menatap senyum Tania. Saking seringnya wanita itu tersenyum.
"Huh!!" Rendi hanya bisa mendengus kasar mendengar ucapan Tania yang memang ada benarnya. Jadi ia memilih diam dan mengikuti kemanapun kedua perempuan itu pergi.
Rendi hanya tidak ingin terkena amukan kakaknya.
Oh sungguh!! Sudah cukup!!
Berjam-jam sudah berlalu dan mereka akhirnya pulang. Sesampainya di mansion, Anya langsung menuju kamar dan meletakkan puluhan tas belanja di dalam kamar itu secara sembarangan. Untung saja penghuni lain yang menempati salah satu ranjang king size dikamar itu sedang tidak ada__jadi bisa dibilang saat ini Anya aman.
Gadis itu sedang tiduran diranjangnya. Di dalam kamar memang terdapat dua ranjang, satu ranjang utama berukuran king size dan kalian biasa menebak itu ranjang milik siapa__dan satu ranjang lagi berukuran sedang tepat disebelah ranjang Rayland. Ranjang itu hanya dibatasi oleh meja kecil tempat lampu tidur berada, selebihnya tidak ada apapun yang membatasi.
Anya kemudian mengangkat wajahnya yang terbenam didalam bantal saat telinganya sayup-sayup mendengar suara ringtone yang ia duga berasal dari sebuah ponsel. Lalu tatapannya beralih pada ponsel pintarnya yang tergeletak didekat kakinya. Dahinya mengernyit. Itu bukan berasal dari ponselnya. Jadi milik siapa?
Gadis itu bangkit dari ranjangnya dan mulai menelusuri kamar besar milik Rayland untuk mencari beradaan ponsel tersebut. Tidak menemukan apa-apa disekitar ranjang, Anya melangkah masuk kedalam walk-in-closet milik Rayland dan sekarang juga miliknya__tetapi tetap saja ia tidak menemukannya. Dan netra cokelatnya pun berbinar saat melihat sebuah ponsel mahal berwarna hitam tergeletak begitu saja diatas meja di dalam ruang kerja milik Rayland. Ponsel itu sedikit tidak terlihat sebab beberapa bagiannya ditutupi oleh tumpukan kertas.
Anya dengan semangat mengambil ponsel itu. Senyumnya yang semula secerah matahari siang__meredup secara perlahan saat melihat nama yang tertera dilayar ponsel yang ternyata milik suaminya__Rayland. Tanpa Anya sadari sulur berwana abu-abu yang suram perlahan merambat dan mengelilingi tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa kaku.
Seharusnya ia sudah menebak hal ini!!
Tapi sejujurnya tetap saja ia tidak bisa menerimanya.
Tepat di layar ponsel milik Rayland, tertera sebuah nama yang membuat kaki Anya melemah bagai jeli.
Sweety!
Tidak hanya menampilkan sebuah nama yang membuat hati Anya serasa diremas__tetapi layar ponsel itu juga menapilkan gambar seorang wanita cantik tengah tersenyum bahagia. Seakan menertawai sosok Anya yang menyedihkan.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
Anya terkesiap, lantas berbalik dan matanya membesar saat mendapati sosok Rayland di ambang pintu masuk ruang kerjanya. Dan semakin bertambah panik saat melihat sulur-sulur aura pria itu perlahan berubah menjadi hitam pekat saat netra segelap malamnya melihat ponsel satunya tertinggal diruang kerjanya__berada ditangan Anya.
Anya tahu, mungkin kemarin ia masih bisa selamat,
.
.
.
Tetapi sekarang tidak lagi. Kali ini ia benar-benar akan tamat.