"Sori, gue geli lihat mulut lo belepotan," ucap Arvan setelah tangannya menjauh dari bibir Larisa.
Larisa masih gugup luar biasa tapi dia berusaha bersikap senormal mungkin, dia lalu mengangguk, mencoba memaklumi tindakan Arvan barusan. "Sori deh kalau belepotan. Habis takoyakinya enak banget. Gue sering makan takoyaki tapi baru sekarang nemu yang rasanya seenak ini. Jangan-jangan yang jual asli orang Jepang lagi."
"Mungkin. Muka penjualnya sih emang kayak orang Jepang," jawab Arvan, sependapat dengan Larisa.
"Ya udah, Van. Gue udah selesai kok makannya. Sori ya, lo yang beli malah gue yang kebanyakan makan."
"Nyantai aja kali. Lo abisin aja kalau masih pengen. Gue tahu perut lo kayak gentong jadi masih kuat nampung banyak makanan."
Larisa mendengus kasar, menyadari dirinya salah tadi berdebar hanya karena seorang Arvan, si cowok bermulut pedas.
"Lo kali perutnya kayak karet. Seenaknya aja ngatain perut gue kayak gentong."
"Lah, emang kenyataannya kayak gitu, kan?"