Riv tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat tubuh Dan yang terapung di permukaan air kolam renang. Mungkinkah Dan bunuh diri?
Sialnya adalah Riv tidak bisa berenang. Jika menunggu Pra mungkin Dan akan semakin parah tetapi melihat posisi Dan, Riv menariknya dari atas.
Riv mendekatkan tubuhnya ke pinggiran kolam lalu menjulurkan tangannya untuk meraih tangan Dan. Praktiknya sangat sulit maka dengan nekat Riv turut menceburkan dirinya ke kolam.
"Dingin banget," gumam Riv lalu membalikan tubuh Dan yang menelungkup dan memeluknya erat.
"Om, bangun!" Ucap Riv dengan suara gemetar seraya menepuk-nepuk pipi Dan yang terasa dingin.
"RIV!" Riv mengalihkan pandangannya kearah Pra yang sedang berlari dengan Samudera.
"Tol...tolongin Om Dan," ujar Riv dengan air mata yang bercucuran.
Tanpa pikir panjang, Pra menceburkan dirinya ke kolam renang lalu mengangkat tubuh Dan yang berat dibantu oleh Riv sedangkan Samudera mengangkatnya dari atas. Setelah Dan tergeletak di pinggiran kolam, Pra membantu Riv untuk naik. Riv masih sesenggukan apalagi melihat Samudera yang berusaha memberikan pertolongan pada Dan.
"Biar gue," ujar Riv pada Samudera, setidaknya dia tahu apa yang harus dilakukan.
Riv melakukan CPR pada Dan dengan menekan telapak tangan di bagian tengah dada yang sejajar dengan puting sebanyak 30 kali dalam waktu sekitar 20 detik. Riv mengecek pernapasan Dan, saat dirasa Dan belum bernapas Riv segera membuka jalan pernapasan Dan dengan menengadahkan kepala Dan dan mengangkat dagu Dan secara hati-hati agar tidak terjadi cedera leher atau tulang belakang. Riv memencet hidung Dan kemudian meniupkan udara dari mulutnya ke mulut Dan dua kali dalam satu detik.
Riv sedikit bernapas lega saat melihat dada Dan yang mengembang saat udara ditiupkan lalu dilanjutkan seperti cara awalnya tadi. Riv tidak memperhatikan sekitarnya yang tampak terkejut dengan apa yang dilakukannya, untuk apa terkejut kalau memang hal tersebut yang harus dilakukan.
Uhuk uhuk
Dan terbatuk lalu mengeluarkan air dari mulutnya sedangkan Samudera memberikan handuk kepada Riv dan Dan. Segera Riv membungkuskan handuk pada tubuh Dan yang tampak menggigil. Dan dan Riv bertatapan beberapa detik sebelum Riv mengalihkan pandangannya.
"Bodoh!" Kata Riv seraya mendengus lalu berdiri dari tempatnya. Dan hanya diam saja menundukkan wajahnya.
"Yang lain?"
"Gue minta ke restoran dulu," jawab Samudera.
"Good—" tanggap Riv. "—Pra, ikut gue ganti baju di rumah. Kak, lo tungguin orang bodoh itu dulu,"
"Iya," ucap Samudera dan Pra bersamaan.
Riv berjalan cepat meninggalkan halaman belakang rumah Dan. Dia sudah tidak peduli apa yang ada di belakangnya, Riv sungguh sebal dengan Dan yang tidak memiliki gairah untuk hidup seperti itu padahal Dan masih memiliki Bintang yang harus diurus. Riv tidak tahu bagaimana bisa Dan berakhir di kolam renang seperti itu tetapi orang lain pun akan menyimpulkan jika Dan bunuh diri dilihat dari posisinya.
"Ck, pelan-pelan bisa?" Tanya Pra lalu mencekal tangan Riv.
"Gue lagi sebel tau nggak?! Dasar cowok bodoh tuh orang!" Sembur Riv padahal yang dihadapannya kali ini adalah Pra.
"Lo kan gak tau penyebabnya apa. Bisa aja kepleset Om Dan-nya,"
"Gue tadi lihat pil obat anti depresan kececer di lantai kamarnya,"
"Anti-depresan? Dari mana lo tahu?"
"Itu obat sama yang diminum Om Dan waktu di rumah sakit, gue cari tau deh di internet ternyata obat anti-depresan. Separah apa sih masalahnya?"
"Jadi tetangga perhatian dikit gak salah kok," ucap Pra lalu mengacak rambut Riv yang masih basah.
"Maksud lo?" Tanya Riv penasaran.
"Ya, lo tanya ada masalah apa. Gimana, perlu bantuan gak dan lain-lain lah,"
"Ogah! Ketahuan istrinya berabe gue," jawab Riv sambil bergidik membayangkan dirinya dilabrak seperti video-video yang sering Riv tonton.
"Ini nih contoh tetangga yang gak baik hahahaha," kata Pra lalu berlari menuju Rumah Riv yang tampak sepi, meninggalkan Riv yang berdiri terbengong-bengong.
***
Riv menghidangkan empat buah mug berisi cokelat panas. Mereka berempat tidak jadi menyusul para orang tua beserta Bintang, untung saja orang tua Riv tidak bertanya macam-macam.
Riv memperhatikan satu persatu laki-laki yang duduk di sofa itu. Pra sedang bermain handphonenya begitupula dengan Samudera sedangkan Dan hanya terdiam dengan kepala yang menunduk.
"Hp lo ketinggalan tadi," ucap Samudera seraya menyerahkan handphone Riv yang memang entah jatuh dimana tadi, Riv bahkan sampai lupa.
"Thanks," ujar Riv singkat lalu memasukkan handphone miliknya ke saku hoodie.
"Kak, ayo keluar ada yang mau gue omongin!" Ajak Pra kepada Samudera yang segera dituruti Sam. Sebelum keluar, Pra menyempatkan diri menepuk kepala Riv tidak lupa membawa cokelat panas miliknya.
Ruangan yang tadinya hening kini bertambah hening karena hanya ada Dan serta Riv yang masih betah dengan keterdiamannya. Riv menghela napasnya, mungkin menuruti Pra untuk menjadi tetangga yang baik patut dicoba. Karena dalam agamanya pun memerintahkan kita untuk baik dan rukun dengan tetangga.
"Diminum dulu Om buat mengurangi kedinginan," ujar Riv yang diangguki Dan.
"Om kalau ada masalah tuh cerita. Bisa sama Kak Kevin atau Dokter Nathan, sama aku juga bisa kalau Om gak keberatan. Aku pendengar yang baik kok," kata Riv lalu meminum cokelat panasnya, biarkan hatinya yang panas bertambah panas.
"Boleh?" Tanya Dan yang membuat Riv mengangguk dengan antusias.
"Boleh dong! Gini aja deh, selama ini aku sama Om kan udah kayak tikus ketemu kucing nah pada hari ini kita temenan aja—oh, kalau temenan gak cocok Om boleh anggap aku sebagai ponakan kok mhuehehehe," cerocos Riv panjang lebar seolah melupakan kekesalannya tadi membuat Dan tersenyum tipis.
"Saya—" Dan menghentikan kalimatnya membuat Riv memajukan badannya penasaran.
"Saya mencintai seseorang. Mencintai dengan segenap hati dan jiwa saya. Dia perempuan hebat, ceria dan selalu membuat saya senang hanya dengan kehadirannya. Apalagi dia juga cinta pertama saya. Saya yakin kami akan selalu hidup bahagia tetapi takdir memang tidak ada yang tahu. Hanya dalam satu hari saya membuat dia kecewa, dalam satu hari itu juga saya kehilangan dia," cerita Dan dengan mata yang berkaca-kaca.
Baru pertama kali ini Riv melihat ekspresi Dan yang tidak karuan. Marah, terluka, sedih dan sebuah penyesalan terlukis jelas di wajah serta tatapan Dan. Riv tidak berniat menyela, tidak berniat pula memberikan nasihat karena Riv tahu, yang dibutuhkan Dan hanya didengar.
"Sekarang, hanya ada perasaan menyesal di hati saya. Untuk hidup saja rasanya segan, tetapi kalau saya pergi terlebih dahulu siapa yang akan mengingatkan dia tentang saya? Bagaimana kalau dia sudah tau tentang saya? Ada di waktu seperti tadi, semuanya terasa hampa. Ya, seperti yang kalian lihat tadi. Ada kalanya saya merasa tidak ada alasan untuk hidup," lanjut Dan yang sekarang sudah meneteskan air matanya. Menangis tanpa isakan.
Riv tidak menilai jika lelaki yang menangis karena cinta itu kekanak-kanakan ataupun banci, tangisan Dan ini adalah tangisan tulus yang datangnya dari hati tanpa tipuan hanya betapa cintanya Dan kepada kekasihnya. Riv ikut terharu.
"Kamu tahu apa yang paling menyakitkan?" Tanya Dan kepada Riv, Riv hanya menggelengkan kepalanya.
"Melihat dia di hadapanmu tetapi tidak bisa kamu sentuh bahkan untuk menyentuh raganya pun kamu tidak bisa" jawab Dan dengan mata yang menyorot Riv dalam. Sangat dalam.
TBC