Riv terbengong-bengong duduk di seat belakang. Semua keluarganya tampak begitu cemas mengkhawatirkan Dan. Papa, mama dan Samudera bahkan Pra pun ikut cemas!
Riv hanya terbengong-bengong, memikirkan kenapa bisa semuanya jadi cemas berlebihan seperti itu. Bukannya Riv tidak peduli, tapi gini loh Riv jelaskan. Dan masih tergolong orang baru di hidupnya dan hidup keluarganya jadi tidak perlu lah sampai seperti ini.
Samudera menyetir mobil dengan kecepatan yang tinggi, untung saja jalanan lengang. Mamanya sedang menangis kecil sedangkan Papa Riv berusaha menenangkan mama. Pra tadi menitip pesan dengan nada cemas untuk mengirimnya pesan mengenai kondisi Dan setelah Riv sampai nanti.
Jadi sebenarnya ada apa antara keluarganya, Pra dan Dan? Apa yang Riv lewatkan? Riv sungguh merasa bingung dan pusing sendiri memikirkan banyak praduga yang muncul di kepala cantiknya.
"Sam, cepetan dikit dong!" Ucap Mama Riv dengan terisak. Samudera tidak menyahut, namun menambah kecepatannya.
"Riv, kamu kok santai gitu sih?!" Tanya Mama Riv jengkel pada putri bungsunya itu.
Riv hanya menatap mamanya saja. Percuma jika Riv menjawab, malah panjang urusannya. Jadi sebenarnya Riv tuh harus apa? Salto atau kayang?
Tapi saat melihat mata mamanya yang sudah melotot, Riv buru buru menjawab, " Ya aku harus gimana dong Ma? Lagian udah ada Bi Narsih di sana."
Mata mama Riv bertambah melotot mendengar jawaban Riv, jawaban Riv tentu benarkan? Kenapa mata mamanya malah tambah melotot? Riv meringis dalam hati.
"Riv, Dan itu—"
"Ma, udah!" Ucap Papa Riv setelah dari tadi diam saja menghentikan ucapan mamanya yang belum selesai.
Riv mengerutkan keningnya dengan bingung. Dan itu apa? Apa yang dimaksud mamanya? Riv sekarang menjadi penasaran setengah mati begitupula dengan detak jantungnya yang secara tiba-tiba berdetak keras.
Kini semuanya hanya diam saja, Mama Riv juga sudah tidak menangis seperti tadi. Hanya air mata yang turun, yang langsung dihapus dengan tisu.
Tidak lama kemudian, mobil Riv akhirnya sampai di rumah Dan. Mamanya tentu langsung berlari ke dalam sedangkan Riv baru turun setelah semuanya turun. Riv mengamati mobil Dan yang lumayan ringsek depannya. Kenapa tidak dilaporkan di kantor polisi saja?
Riv memasuki rumah Dan dan mendengar suara tangis Mamanya serta Bintang. Bi Narsih tampak menjelaskan apa yang terjadi pada tuannya.
"Tadi, waktu Bibi nemenin Den Bintang ngerjain pr-nya tiba-tiba Bibi denger suara orang jatuh di depan. Waktu Bibi tengok ke depan ternyata Tuan Dan yang udah duduk lemes di kursi—"
Riv tidak mendengarkan lagi penjelasan dari Bi Narsih karena sekarang pandangannya tertumbuk ke arah Dan. Dan menyandarkan kepalanya ke sofa dengan tubuh setengah rebah. Tampak darah masih menempel di dahinya namun sepertinya Bi Narsih sudah membersihkan darah tersebut.
"Pah, bawa Dan ke rumah sakit aja ya!" Kata Mama Riv memelas kearah Papa Riv.
Belum sempat Papa Riv menjawab, Dan sudah membuka matanya sedikit lalu berucap dengan pelan, "Saya gak papa Ma."
Riv terkejut mendengar Dan memanggil mamanya dengan panggilan 'Ma' walaupun sebenarnya Riv juga pernah mendengar Dan memanggil mamanya begitu.
"Gak papa gimana, kamu lemes banget lihat deh!" Omel Mama Riv namun dengan lembut. Sangat berbeda saat mamanya mengomeli dirinya maupun Samudera.
"Riv, kamu malah bengong aja! Obatin Dan-nya!" Perintah Mama Riv dengan suara ketus. Nah nah kan, dengan Riv saja seperti itu. Memang aneh mamanya itu.
"Bibi udah ngobatin Om?" Tanya Riv yang diangguki Bi Narsih. " Ma, bukannya aku gak mau ngobatin ya. Tapi kayaknya emang Om harus dibawa ke rumah sakit aja deh. Takut ada apa-apa," saran Riv dengan hati-hati. Bisa gawat kalau salah, kena semprot mamanya.
"Tuh Dan, Riv bilang ke rumah sakit aja. Dia takut kalau ada apa-apa sama kamu, jadi lebih baik bawa ke rumah sakit aja ya," ucap Mama Riv. Riv kontan melotot mendengar ucapan mamanya.
Dan memandang Riv sekilas lalu mengangguk pelan. Dan menolak saat ditawari Samudera untuk menggendong Dan. Tentu saja Dan menolak! Dua laki-laki dewasa saling menggendong tentu Dan merasa malu.
"Kamu bantu Dan berdiri sana!" Ucap Mama Riv lalu mendorong Riv pelan ke arah Dan.
"Om ayo!" Riv mengulurkan tangannya. Namun ada yang aneh di tangan Dan, tangan Dan terlihat membesar seperti bengkak atau memang bengkak.
"Om bentar deh!" Riv duduk di sebelah Dan lalu mengamati tangan Dan yang memang membengkak. Seperti terjadi sesuatu pada tangan Dan yang menyebabkan tangannya bengkak seperti ini. Riv memegang tangan Dan sedikit keras.
"Sakit ya?" Tanya Riv dengan lembut. Dan tidak menjawab namun Riv langsung tahu jika itu memang sakit saat melihat Dan meringis kecil. Padahal sedang kesakitan tetapi raut wajah Dan benar-benar beku.
"Kayaknya ini kesleo deh Om," ucap Riv masih memandang Dan begitupula Dan yang juga menatap Riv.
"Emang paling bener kalau ke rumah sakit langsung, " Riv berkata lagi namun Dan juga tidak kunjung bersuara hingga Riv capek sendiri dan mengajak Dan untuk segera ke mobil.
Riv menuntun Dan dengan hati-hati berusaha untuk tidak menyentuh tangan Dan yang membengkak. Dan juga tampak lemas walaupun wajahnya benar-benar datar. Entah sudah beberapa kali Dan akan terjatuh, untungnya tenaga Riv sedang kuat.
"Hati-hati Om," ucap Riv saat Dan lagi-lagi akan terjerembab ke depan.
Akhirnya sampai juga di depan mobil Riv. Riv kembali menuntun Dan agar bisa duduk tegak di dalam mobil. Dan langsung saja merebahkan kepalanya di sandaran. Riv kemudian ikut masuk dan duduk di sebelah Dan.
Perjalanan ke rumah sakit tentu membutuhkan waktu yang lebih lama dari komplek perumahan, lebih jauh dari rumah Pra ditambah lagi dengan jalan yang macet.
Mama Riv ternyata tidak ikut, Papa Riv melarang mama untuk ikut agar mobil bisa lebih longgar. Lagipula ini juga sudah malam, lebih baik mamanya yang sudah tua beristirahat di rumah. Walaupun terjadi perdebatan, mama tetap menuruti perintah sang papa.
Riv berkali-kali melirik ke arah Dan yang menyandarkan kepalanya, sepertinya Dan memang menahan sakit. Mau membantu Dan tapi tidak enak, tidak membantu juga tidak enak. Sekarang Riv merasa serba salah.
Riv berpikir panjang namun pada akhirnya Riv memilih membantu Dan agar lebih nyaman. Sebelum itu Riv berucap dalam hati; Maafin Riv ya mbak istrinya Om, ini emergency soalnya.
"Om, sakit ya?" Tanya Riv. Dan hanya membuka matanya dengan pelan. "Sini!" Riv menunjuk pahanya agar Dan bisa tiduran di sana. Dengan posisi kepala Dan yang sakit di atas.
Dan memandang Riv sejenak namun bukannya tiduran di paha Riv —seperti yabg Riv tawarkan— Dan malah menyandarkan tubuhnya yang lemah ke tubuh Riv.
Riv kontan menegang namun kemudian berusaha rileks dan melingkarkan tangannya di bahu Dan agar Dan tidak terjatuh kebelakang.
"Kalau sakit gak usah ditahan. Dikeluarin aja Om," ucap Riv lirih tepat di atas kepala Dan.
Bagaikan mantra, Dan langsung menunjukkan ekspresi kesakitan yang sejak tadi ditahannya. Nafasnya menderu, seolah baru saja bisa mengeluarkannya.
Entah kenapa melihat Dan kesakitan seperti ini membuat dada Riv secara misterius juga terasa sakit. Seperti.... bukan hanya karena lukanya Dan merasa kesakitan namun juga karena sesuatu hal yang tidak Riv ketahui. Entah datang darimana pikirannya itu, tapi Riv benar merasakan hal tersebut.
Mbak, maafin Riv ya. Bukannya mau rebut suami mbak kok—ucap Riv dalam hati di antara pikirannya tentang Dan.
***
Tinggalkan jejak:)