Entah kenapa Riv enggan melangkahkan kakinya menuju Dan. Selain karena malas berurusan dengan Dan, Riv juga merasakan aura tidak enak yang terpancarkan dari tubuh laki-laki tersebut. Seperti aura mencekam yang sering Riv rasakan jika malam-malam jalan sendirian di jalanan sebelah minimarket komplek yang terkenal angker itu.
"Kesana enggak ya," gumam Riv. Saat melangkahkan kakinya ke depan Riv kemudian Riv menghentikannya, begitu terus sampai Riv sebal dengan dirinya sendiri yang seperti pengecut ini.
"Au ah daripada diomeli Mama," Riv akhirnya melangkahkan kakinya menuju Dan dengan dagu terangkat. Semoga Dan tidak membahas tingkah konyolnya itu.
Riv menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang rumah Dan lalu mengetuk pelan gerbang tersebut walaupun Riv tahu jika Dan sejak tadi diam memperhatikannya –bukannya Riv ge-er tapi memang daritadi Dan mengamatinya kok. Dan menghampiri Riv masih dengan wajah datar andalannya.
"Dikasih Mama," ucap Riv seraya menyodorkan bungkusan berisi martabak manis yang tadi dibelinya.
Dan menaikkan sebelah alisnya yang membuat Riv kontan menjelaskan, "dibeliin sama Pra tapi yang nyuruh Mama katanya buat Bintang."
"Kenapa?"
"Apanya?" Tanya Riv ngegas karena pertanyaan Dan yang tidak Riv tahu artinya.
"Beliin Bintang."
"Ya mana aku tahu. Aku aja heran kenapa mama bisa baik banget sama keluarga Om yang notabene orang asing," Riv memberi tanda kutip dengan tangannya saat menyebut Dan sebagai orang asing.
"Oh."
GILA! Riv benar-benar ingin membenturkan kepala Dan ke pagar. Bagaimana bisa ada orang yang bentukannya macam Dan ini? Dan bagaimana bisa pula orang yang bentukannya seperti Dan malah menjadi tetangga Riv Ganteng sih tapi cueknya minta ampun.
Dulu saat masih SMP, Riv sangat ingin mempunyai tetangga yang tampan. Selain tampan, tetangga Riv juga harus baik hati, murah senyum, tidak sombong dan yang paling penting adalah tidak pelit. Lalu sekarang yang saat Riv sudah mendapat tetangga yang tampan malah poin lainnya tidak ada. Dan tampan sih tapi minusnya juga banyak.
Riv tahu, memang tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanya milik Tuhan semata. Dan memang tidak sempurna begitupula dengan Riv. Manusia mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Contohnya adalah Dan, Dan memang tampan dan kaya itu adalah kelebihan Dan. Kalau kekurangannya akan Riv sebutkan satu persatu. Dan itu-
"Pergi!" Usir Dan.
Kasar tidak beperasaan.
"Hah?" Riv cengo mendengar Dan yang mengusirnya.
"Pulang. Malam." Dan menekankan tiap katanya.
Datar, dingin dan irit bicara. Apa tadi kata Dan? Pulang? Malam? Riv disuruh pulang malam begitu? Hello Dan, kalau ngomong tuh ya jangan irit-irit.
"Please deh Om, kalau ngomong tuh yang jelas. Kasih subjek, predikat, objek sama keterangan bukannya predikat sama keterangan doang. Om kira aku sepinter itu?" Sembur Riv dengan kesal.
"Kamu yang tidak paham maksud saya. Saya bilang pulang, sudah malam. Saya berikan penekanan pada dua kata tersebut," jelas Dan setelah menghela napasnya lelah.
"Nah, gitu dong Om. Kalau ngomong tuh yang jelas biar semua tahu maksud Om. Kalau kaya gini kan Om juga gak capek harus jelasin ke orang yang gak paham. Emang Om kira semua orang satu spesies sama Om?" Tanya Riv berani karena sepertinya Dan akan memilih mengalah daripada berkonfrontasi dengan Riv.
"Kamu pikir saya hewan?" Tanya Dan dengan sebal namun tidak terlalu kentara karena wajahnya yang masih saja dingin.
"Hehehe, peace deh Om. Maksud aku tuh ya orang yang setipe lah kayak Om," ucap Riv cengengesan.
"Pulang sana!" Usir Dan lagi karena mungkin Riv tidak segera menyingkir dari depannya.
"Elah jahat banget sih Om. Gak mau bilang makasih dulu udah dikasih itu?" Tanya Riv tidak bermaksud apa-apa seraya menunjuk martabak manis di dalam kantung kresek yang sekarang sedang dipegang Dan.
"Makasih," ucap Dan seraya menarik pintu gerbang. Wah wah wah, Dan itu sepertinya laki-laki yang suka bertindak langsung ya daripada suka berkata-kata manis namun hanya bualan, hueee.
"Sans dong Om! Good Night," kata Riv yang langsung melarikan diri dari hadapan Dan. Riv sempat mendengar Dan membalasnya namun hanya sesaat.
Atau Riv yang salah dengar?
***
Sebenarnya apa sih perbedaan pacar dengan gebetan?
Menurut Riv, selain sebutannya yang berbeda pacar dan gebetan itu sama saja. Perbedaan yang membedakan keduanya adalah status. Kalau pacaran sudah pasti memiliki status kalau gebetan tidak memiliki status. Riv suka jika hanya dekat-dekat saja, tidak ada status yang mengikat.
Gebetan tidak berhak melarang-larang kan? Kalau dekat dengan seseorang lalu bertemu orang lain yang lebih baik dan bisa membuat lebih nyaman bukan disebut selingkuh kan? Ya enggaklah! Status saja tidak punya mau melarang-larang.
Pacaran juga begitu. Memangnya kalau sudah jadi pacar boleh melarang-larang? Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Hellow, baru aja jadi pacar udah songong. It's our life, not our boyfriend or girlfriend life. Beda lagi kalau sudah jadi suami, boleh melarang-larang namun juga harus dalam batas wajar dan dalam hal kebaikan. Semua itu pasti ada resikonya. Mau bepacaran, punya suami ataupun tidak punya pacar itu ada resikonya yang harus ditanggung.
"Heran deh gue sama si Diva. Kuat banget punya pacar modelan Afif yang posesifnya minta ampun."
"Emang sampai gimana lagi?" tanya Nanda menanggapi Nova yang kini tengah memandangi pasangan Diva-Afif.
"Kemarin kan gue...." Nova memulai ceritanya dengan pelan takut jika Afif sampai mendengar.
Gosip yang pernah Riv dengar sih Afif seperti psikopat. Riv tidak tahu apakah Afif membunuh seperti di film dan novel yang pernah Riv baca, tapi yang membuat Afif dijuluki psikopat adalah gaya pacarannya dengan Diva. Afif tidak segan-segan mengkasari Diva padahal sedang berada di tempat umum yang pasti ramai orang.
"Ih toxic relationship banget ini," komentar Feka mendengar cerita Nova.
"Kalau gue jadi Diva, udah minta putus deh sama si Afif," timpal Bila sambil bergidik.
"Gak bisa. Gimana Diva mau minta putus kalau setiap Diva bilang gitu aja Afif ngancem mau bunuh diri," balas Nova dengan tattapn prihatin yang diarahkan ke Diva.
"Kok sampai gitu banget ya. Gue kira yang gituan Cuma ada di novel-novel yang gue baca," komentar Riv.
Cerita Diva dan Afif seperti salah satu novel yang pernah Riv baca. Namun bedanya adalah jika novel yang Riv baca pemeran laki-lakinya pasti memiliki tampang di atas rata-rata sedangkan si Afif ini saja wajahnya terlampau biasa.
"Yah yah yah. Kok lo semua pada cerita yang ginian sih? Masih ada Riv ini, gimana kalau Riv malah jadi trauma terus gak mau punya pacar?" tanya Bila dengan heboh yang kemudian tertular membuat Nanda, Nova dan Feka juga jadi heboh.
"Aduh, kok gue gak mikir sampai kesana ya," ucap Nova dengan mimik waja yang benar-benar menyesal.
"Yakali gue trauma, laki-laki di dunia banyak kali. Lagian juga laki-laki sifatnya gak kayak Afif semua. Gue bakal nolak kalau emang gue jadi sama orang yang tukang ngatur, kalau sampai gue gak bisa nolak janji deh gue bakal traktir apapun semua mau kalian," ucap Riv dengan yakin namun sebenarnya hatinya juga ketar-ketir. Bagaimana jika dia juga dapat pacar seperti Afif, yah maksimal tukang ngatur lah seperti Afif jangan psikopatnya Afif. Riv tidak bisa membayangkan itu.
"Deal. Kalau sampai kejadian, lo harus traktir kita semua apapun yang kita mau," ucap Nova dengan semangat yang langsung diangguki oleh sahabat Riv yang lain.
Huh, dengar kata traktir saja mereka seperti ini. Kemana coba wajah nyesel tadi? Riv yakin tidak akan seperti itu.
TBC