Kesempatan untuk bertanya padanya datang saat kami makan malam berdua di sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan yang menyediakan menu pecel ayam dan pecel lele. Saat itu aku menjemputnya yang baru selesai ekskul PMR. Sebenarnya aku berniat untuk mengajaknya makan di tempat yang lebih layak seperti restoran yang mahal, namun dia menolak dengan halus. Dia bilang lebih suka makan ditempat seperti itu. Aku kembali mengingat pertemuan pertamaku dengannya di restoran waktu itu. Vika memang tampak kurang berselera melihat makanan mahal dihadapannya. Dia hanya makan dengan perlahan dan menyisakan makanannya kemudian. Namun, ditempat sederhana dengan makanan yang murah seperti ini, Vika tampak sangat lahap memakan nasi dengan pecel ayam.