Vika terdiam sejenak, kelihatan sekali kalau tadi wajahnya sempat muram saat aku menanyakan hal yang sama padanya. Gadis itu membersihkan tangannya dengan air kobokan, meminum es teh tawarnya sampai habis kemudian mengajakku untuk pulang, membiarkan pertanyaanku menggantung begitu saja tanpa jawaban.
Aku merasa penasaran dengan jawaban gadis itu, namun kelihatannya tidak ada tanda-tanda dia akan menjawabnya sampai ketika kami sudah sampai di depan rumah Vika, gadis itu menatapku.
"Tadi kakak bertanya kenapa aku mau bertunangan dengan kakak?"
Aku mengangguk mengiyakan.
"Ketimbang memikirkan diriku sendiri yang tidak menginginkan pertunangan ini, aku lebih tidak ingin melihat kakekku bersedih."
Selepas jawabannya yang menyentil hatiku itu, dia turun dan menghilang dibalik gerbang rumahnya yang megah. Vika, gadis itu memiliki pemikiran yang jauh, dewasa dan sederhana dari yang aku duga sebelumnya.