Memiliki penggemar, sulit sekali menebak keadaan ketika kita menjadi sorotan. Bukan, bukanya sulit menebak. Tapi sulit mengontrol keadaan yang akan terjadi nantinya. Menurut Legra, artis adalah kupu-kupu yang disenangi anak-anak terutama dengan jenis kelamin perempuan. Mereka akan mengikuti kemanapun kupu-kupu terbang asalkan kupu-kupu itu masih bisa diikuti. Saat kupu-kupu itu hinggap mereka akan lebih mendekat untuk menangkap. Alasanya ada dua, yaitu ingin mendapatkan kupu-kupu itu, pun tidak terima karena bunga yang dihinggapi itu mendapatkan sang kupu-kupu. Namun, sebagai artis adalah alasan mereka menangkap karena tidak terima bunga itu mendapatkan sang kupu-kupu yang di rasa tidak cocok. Sehingga mereka mengolok-olok bahkan merusak bunga nan cantik itu.
Untuk itu, Legra khawatir jika nantinya Ara akan menjadi sang bunga. Perasaan nyaman sudah hinggap pada hati Legra akan Ara, maka dari itu ia khawatir. Tidak dengan perasaan melebihi nyaman yang akan membuat Legra jatuh cinta, tak semudah itu menjatuhkan hatinya. Ini adalah perasaan nyaman sekaligus peduli terhadap Ara. Peduli dan juga kasihan, Ara tak memiliki saudara di sini, temannya pun tidak banyak. Legra tak mau meninggalkan Ara dan membuatnya bersedih karena kehilangan teman. Legra akan berusaha menjaga Ara.
"Nggak usah dipikirkan lagi soal kemarin ya, Ra. Lagian muka kamu nggak kelihatan banget kok kemarin. Orang-orang nggak akan paham kalau itu kamu, mungkin hanya orang terdekat aja yang tau."
"Iya Legra, aku nggak apa-apa. Aku hanua merasa aneh dan nggak suka masuk dunia kamu. Ini pertama kalinya bagi aku."
"Kedepannya, kita harus lebih hati-hati lagi aja. Dan kamu nggak perlu mikirin perasaan Daneen, ya."
"Oh, iya Daneen. Bagaimana kabar Daneen? Pasti dia sakit hati mendengar kabar itu. Apa aku harus minta maaf padanya? Tunggu, kalau aku minta maaf berarti aku akan bertemu artis terkenal," girangnya dengan ekspresi berubah sesaat.
"Hey, aku ini artis terkenal juga loh. Kamu lupa apa gimana?" Tak terima karena hanya Daneen yang dibangga-banggakan, Legra menyahuti perkataan Ara dengan kesal.
"Perasaan udah dari dulu, kenapa yang dibanggakan cuma Daneen?" lirihnya mendesis sekaligus cemberut.
"Iya enggak lupa, cuma 'kan udah sering ketemu kalau sama kamu," Ara tertawa, "sama Daneen belum pernah," bela Ara.
"Nggak usah ketemu dia. Dianya aja biasa aja. Nih, kalau misalnya kamu lihat, baca, atau denger berita aku sama Daneen tentang hubungan kita, nggak usah kamu pedulikan."
Legra nampak santai bercerita pada Ara masalah pribadinya. Cerita yang benar-benar diincar olah banyak telinga di luaran sana. Cerita yang dapat membuat mereka menghasilkan uang dengan menjual sebuah kabar. Tapi dengan suka relanya Legra menceritakan semua hal tersebut pada Ara. Tak ada rasa curiga, tak ada rasa ingin berhati-hati terhadap pasang telinga, bahkan tak ada rasa was-was akan mulut yang suka mengeluarkan muntahannya sewaktu-waktu. Tidak ada semua itu, Legra percaya pada diri Ara untuk sekarang, mungkin juga sampai nanti waktu yang tidak dapat ditentukan.
"Emangnya kenapa? Kamu nggak mau, ya, kalau hubungan kamu diurusi oleh banyak orang? Aku nggak akan ganggu kalian, kok."
"Pasalnya, kita nggak ada hubungan apa pun, gimana dong?" jujur Legra.
"Hah?"
"Udahlah, intinya kita cuma pura-pura berhubungan di depan publik. Eh, kamu diam-diam, ya, jangan sampai bocor."
Ara mengangguk mengerti. Pantas saja Legra selama ini terasa biasa saja ketika bersamanya. Maksudnya, tidak ada rasa khawatir akan Daneen yang nantinya akan cemburu atas kedekatan mereka yang menurut Ara tidak seperti teman biasa. Ataukah ini bisa disebut sebagai persahabatan? Entahlah Ara juga tidak mengklaim itu.
Setelah beberapa detik tidak ada satu suara pun mengambang di udara, Legra dengan semangatnya membahas suatu hal yang tidak bisa Ara prediksi. Dia seperti membuat imajinasi sendiri di dalam kepalanya. Sehingga Ara ikut berkelana masuk dalam imajinasi Legra yang tidak masuk akal itu.
"Ara, di masa depan nanti ada sesuatu yang ingin aku buat dan aku tunjukkan kepadamu. Hanya akan ada aku dan kamu yang tau, orang lain tidak akan tahu kecuali kamu memberitahu mereka," katanya sambil mendongak menatap langit seperti mengawang-awang suatu hal.
"Apa itu? Kenapa cuma kita? Kalau kamu terkenal pasti banyak yang akan tahu apa-apa aja yang kamu lakukan," jawab Ara tak percaya akan Legra yang mengatakan bahwa hanya merekalah yang bisa tau sesuatu itu, bagaimana mungkin?
"Nggak semuanya bisa mereka ketahui Ara. Lagi pula sesuatu ini aku buat dalam imajinasi dan hanya kamu yang akan mengunjunginya."
"Apa itu?"
"Apanya?"
"Jangan berbelit-belit coba!"
Kesal karena Legra tak segera memberitahunya, Ara berteriak tak terima. Sedangkan Legra malah tertawa terbahak-bahak.
"Aku punya mimpi. Mimpi aku itu adalah membuat planet yang berada di luar galaksi bima sakti. Dia punya bulan sama matahari sendiri. Mataharinya nggak terlalu deket karena nati panas, nggak terlalu jauh juga karena nanti dingin. Jadi gimana, ya? Sedenganlah, kamu tahu? Planet ini punya nama planet Jamal, memang sih, namanya terdengar katrok, tapi nama ini punya arti nama bagus dan keindahan."
Ara mendengarkan dengan seksama setiap kata yang terlontar dari bibir Legra. Menenangkan dan menyenangkan untuk didengar meskipun mimpi itu pun terdengar akan ketidakmungkinan. Karena mereka hanyalah bagian dari sejenis manusia yang hanya bisa hidup di bumi dengan segala oksigen yang terkandung di dalamnya. Untuk menciptakan satu bagain benda-benda di bumi saja terkadang membutuhkan waktu yang begitu lama. Sekarang, Ingin membuat sebuah planet yang hanya bisa diciptakan Sang Maha Pencipta? Biarlah itu menjadi imajinasi seorang Allegra sendiri dengan Ara yang masuk ke dalamnya. Bahkan Legra juga mengatakan bahwa ini hanyalah imajinasinya yang membawa Ara masuk.
"Di dalamnya ada banyak sekali taman bunga, bahkan rumah pun tercipta di atas pohon dengan bunga-bunga yang menjadi atapnya. Punya danau yang luas dengan perbukitan yang menakjubkan, menjajakan mata kita." Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang sangat indah dengan mata yang masih menengadah ke langit yang berada di balik awan.
"Apa iya ada yang begitu?"
Legra menoleh pada Ara, "Jelas ada, kamu juga bisa merasakan itu." Mereka sama-sama tersenyum satu sama lain. Senyum yang menunjukkan bahwa imajinasi mereka kini telah sepadan. Ara telah mengerti dan menempatkan imajinasi itu pula dalam benaknya. Akan ia simpan rapat apabila hal seperti ini akan terjadi lagi di masa depan, bersama Legra.
"Iya deh, aku percaya."
"Nggak boleh percaya sama aku, nanti jatuhnya musyrik."
"Eh, iya." Dan mereka sama-sama tertawa.
Begitulah terkadang, mereka akan menyempatkan waktu di kala hari yang sibuk. Berjumpa di ujung waktu berkerja atau malam hari dengan menikmati ramainya kota Jakarta. Tidak sabar jika harus menunggu waktu rehat mereka di ujung minggu. Semuanya demi.. demi Ara, dia yang tak mempunyai teman selain Astri dan Legra sendiri. Sedangkan Astri tak jarang berpulang malam pula untuk menghabiskan waktu di GYM atau pergi bersama teman-teman yang bisa di bilang sangat berbeda dengan Ara.
Beruntung besok adalah hari sabtu, mereka akan kembali bertemu jika Legra mau. Dia sering kali menyempatkan datang ke perusahaan pemroduksi film yang Ara tempati untuk bekerja. Katanya di sana ada salah seorang teman Legra yang belum pernah Ara temui sampai saat ini meski sudah terhitung bulan ke sekian Ara menempati. Legra berkata itu adalah rahasianya dan temannya jika mereka berteman.