Setelah membantu Rita mencuci piring Selva di ajak Rita untuk berjemur di taman belakang.
" Hari inikan kita libur Jadi kumpul aja, sama kamu biar adaptasi, jangan malu – malu kita ini orang tua kedua kamu.."
Keduanya pun duduk di kursi yang ada di sana, Septian yang tengah membaca koran pun menoleh lalu melempar senyum pada mereka.
" Princess gimana nyaman di sini? " tanya Septian seraya melipat koran di tangannya.
Selva mengangguk kecil seraya tersenyum." Nyaman pa, terima kasih kamarnya.."
Septian mengusap bahu Selva." Engga usah sungkan, dari kecil kamu udah kayak anak papa.." ujar Septian begitu tulus.
Selva tersenyum lebar, dengan senang hati dia menerima untuk menjadi anak mereka.
" Engga ajak, mentang – mentang ada anak kesayangan.."
Ketiganya menoleh pada Manu yang baru datang lalu duduk memepet Selva, alhasil keduanya berdempetan di satu kursi.
Selva merona, bahkan kini dia merasa tubuhnya sebagian di pangku oleh Manu.
Rita memicingkan matanya geli, padahal masih bisa mengambil kursi kosong tapi Manu malah memilih satu kursi berdua.
Sedangkan Septian menggeleng kecil dengan mengulum senyum, senang juga melihat interaksi mereka.
" Bukannya hari minggu kamu nongkrong? Kenapa jam segini kamu masih di sini? " tanya Septian lalu setelahnya menyesap kopinya.
" Tuhkan di usir.." ujar Manu pura – pura kesal dan sedih.
Septian dan Rita terkekeh geli.
" Dasar! Kamu tiap minggu emang jarang ada di rumah.."
Manu cengengesan." Manu lagi engga enak aja sama temen – temen lagi sibuk, mungkin.." ujarnya menyebalkan.
Rita mangut – mangut." Mama ambilin dulu cemilan.." pamitnya seraya berlalu.
Septian kembali membuka koran lalu mulai membacanya serius." Nu ajak Selva ke rumahnya, sore ini mereka berangkat.." ujarnya tanpa menatap lawan bicara.
" Papa engga ikut? " tanya Manu tanpa mengalihkan tatapannya dari Selva yang kian gugup.
Septian melirik Manu sekilas." Papa nyusul besok aja, langsung cek.." terangnya santai.
Manu mangut – mangut seraya mengamati Selva yang asyik dengan dunianya.
Manu mengulum senyum geli melihat ketegangan gadis itu, di usapnya punggung Selva yang membuat gadis itu menatap ke arahnya.
Selva menggigit bibirnya, ingin berlari namun Manu terlalu menghimpit dan menahanya.
" Ini ada anggur, apel, melon.." ujar Rita yang baru datang dengan nampan di tangannya yang berisikan buah – buahan dan cemilan lainnya.
Rita meletakan nampan itu di meja, Manu segera meraih melon lalu memberikannya pada Selva yang terlihat kaku dan bingung.
" Aaa buka mulutnya bayi besar.." goda Manu.
Rita terkekeh geli, anaknya itu selalu saja menggoda Selva dari dulu.
Selva membuka mulutnya dengan ragu dan malu namun pada akhirnya mengunyah melon itu dengan nikmat.
" Enak? " tanya Manu.
Selva melirik Manu dengan malu – malu lalu mengangguk polos. Manu melihat itu kembali tersenyum walau samar.
Mata Selva mulai jelalatan ke arah nampan dengan mulut masih mengunyah.
Melihat itu Manu terkekeh pelan, Selva begitu polos jika sedang begitu. Seperti bayi yang tidak sabar dengan makanan barunya.
Selva melirik Manu dengan bingung, apa yang lucu pikirnya. Manu mengacak rambut di kepala Selva gemas.
" Mau apa? Anggur? "
Selva menggeleng dengan semburat malu. Manu meraih anggur lalu mendekatkannya pada bibir ranum Selva.
Dengan tidak nyaman Selva membuka mulutnya, menerima suapan demi suapan yang di berikan Manu.
" Jadi inget jaman kita muda ya pa.." sindir Rita pada kedua pasang manusia di depannya.
Septian tertawa pelan." Iyah, kenapa? Kamu kode mau di suapin juga? " goda Septian.
Manu tertawa pelan mendengarnya." Jelas itu kode pa, sikat! " candanya dengan tawa renyah.
Mereka pun saling melepas tawa dan cerita walau Selva malu - malu.
***
Manu mematikan mesin mobil sembari melirik Selva yang tengah bergerak hendak keluar.
" Selva.." panggil Manu.
Selva yang hendak turun menoleh dengan ragu.
" Ya? "
" Engga jadi.." balas Manu seraya turun dari mobil.
Selva menggeleng samar, merasa tidak jelas sekali kelakuan Manu yang seharusnya tampak dewasa di usianya yang sudah cukup matang itu.
Selva melangkah di belakang Manu. Di ambang pintu Aldo tengah menggendong Mesha.
" Eh kak Manu, apa kabar kak? " tanya Aldo seraya bersalaman.
" Baik de, ini Mesha? Cantik banget baru pertama kali ketemu langsung, dulu cuma liat di foto.."
Aldo hanya tersenyum melihat Manu yang kini tengah mengunyel - unyel pipi Mesha.
" Umurnya berapa berarti sekarang? " tanya Manu seraya mengalihkan tatapannya ke Aldo.
" 1,5 tahun jalan kak.."
Manu mengerutkan alisnya heran." Kok diem aja, biasanyakan udah bisa bicara ya umur segitu? " tanya Manu ragu.
Aldo mengangguk mengiyakan." Biasanya Mesha emang gini, kayak kak Selva engga banyak bicara walau udah bisa.." terangnya.
Manu mangut - mangut paham lalu melirik Selva yang sedari tadi hanya berdiri di samping Manu.
" Gambaran anak kita kaya Mesha kali ya? " tanya Manu seraya tersenyum geli.
Selva mematung dengan kedua pipi kembali merona, Selva memutuskan untuk masuk ke dalam rumah tanpa menjawab.
Manu melirik Aldo yang cekikikan." Aldo baru liat kak Selva malu kak, ekspresinya biasanya datar engga ke baca.." takjubnya.
Manu mengulum senyum." Kakak kamu emang sesuatu banget Do, bikin penasaran bikin gemes juga.." terang Manu dengan tatapan menerawang geli.
" Kakak suka kak Selva? "
Manu menatap Aldo sesaat lalu mengulum senyum penuh arti.
" Yuk masuk bareng kakak, angin sore udah mulai dingin engga baik buat Mesha.."
***
Selva menunduk, menutupi matanya yang kini mulai basah. Jeno yang melihat itu menghela nafas berat.
" Selva.." panggil Jeno seraya menarik Selva ke dalam pelukannya." ayah akan usahin sering jenguk kamu, hubungin kamu jangan sedih hm? " sendu Jeno.
Selva menggigit bibirnya yang gemetar menahan isakan." Maaf, Selva gini karena engga biasa di tinggal.." gumam Selva di pelukan Jeno.
Jeno paham, dirinya pun sangat berat sebenarnya. tidak biasa berjarak jauh dengan anggota keluarga, walau pernah paling satu atau dua hari.
" Maaf , ayah engga tau hari ini akan seperti ini.."
Selva menikmati usapan di kepalanya dengan terisak pelan. Selva ingin menolak tinggal dan ingin ikut saja tapi itu akan membuat kedua orang tuanya khawatir.
Selva mengurai pelukannya seraya mengusap air matanya lalu menatap Agatha yang sudah terisak juga.
" Bunda.." panggil Selva seraya memeluk Agatha.
Keduanya hanya terisak, tangis yang mewakili betapa keduanya tidak sanggup saling melepaskan.
" Jangan lupa terus kabari bunda ya? Bunda sayang kamu Selva.."
Selva mengurai pelukannya." Selva sayang bunda.." akunya dengan tangis tersedu - sedu.
Agatha yang baru lagi melihat Selva begini semakin terisak, Agatha seolah merasakan lagi Selva yang masih kecil dulu.
" Kami juga, kami sayang Selva jaga diri baik - baik di sini ya.." ujar Agatha di sela - sela isakannya.
Selva mengangguk dengan sesekali menyeka air matanya yang terus jatuh.
Selva melirik Aldo lalu memeluknya." Jaga diri ya kak, Aldo juga percaya kak Manu akan jagain kakak.." bisik Aldo.
Aldo mengurai pelukannya lalu mengusap air mata Selva yang kembali jatuh.
Selva mengecup Mesha lalu memeluknya dengan kembali terisak.
Selva pasti akan merindukan mereka semua. Selva menguatkan hatinya, Satu tahun bukan waktu yang lama, dia harus bertahan.
***
Manu hanya diam, fokus mengemudi. Sedangkan Selva masih murung dengan terisak pelan di sampingnya.
Manu melirik Selva lalu kembali menatap jalanan. Manu tidak akan mengganggu, Manu akan memberi Selva waktu sendiri.
Manu mengerti pasti berat harus berpisah dengan keluarga walau itu sementara.
Manu mengusap bahu Selva sekilas tanpa menatap si empunya bahu. Selva mengabaikan itu, dia masih fokus dengan kesedihannya.
" Udah sampai yuk turun, terus istirahat.."
***
Manu mengantar Selva hingga gadis itu rebahan tanpa mandi dulu. Manu tidak ambil pusing untuk itu.
Manu menyelimuti Selva yang masih menjatuhkan air mata.
" Besok sekolah ga? "
Selva menggeleng, dia tidak tahu, matanya pasti bengkak besok.
" Kalau gitu biar aku ijinin, kamu istirahat.."
Selva tidak menjawab, kepalanya terasa berat, matanya perih dan kesat.
Manu mengecup ujung mata Selva." Jangan nangis lagi kalau pusing bilang aku ada di ruang keluarga, nonton bola.."
tidak mendapatkan jawaban akhirnya Manu keluar, membiarkan waktu Selva untuk menenangkan diri.
***
Selva terbangun dengan kepala yang terasa pening, matanya yang bengkak sedikit membuatnya sulit.
Selva turun dari kasur lalu membersihkan diri setelah selesai Selva pun keluar dari kamar.
" Baru mau bangunin.." ujar Manu yang berpapasan di tangga.
Selva seperti biasa diam, Manu pun menyeret pelan Selva ke arah Meja makan.
Selva melarikan matanya mencari Septian atau Rita. Manu yang peka pun menjelaskan.
" Mama, papa ke bandung liat rumah baru kamu kalau ada libur aku ajak kamu ke sana jadi jangan sedih - sedihan lagi, kalau ketauan nangis aku cium ya.." ancamnya dengan senyum mesum yang menyebalkan di mata Selva.
Selva menatap nasi goreng di depannya, mencoba mengabaikan Manu yang menatapnya begitu intens itu.
Selva jadi gelisah, tidak nyaman di duduknya. Manu mengulas senyum samar, kasihan juga, sepertinya sudah cukup menggoda Selva.
" Makan, aku angetin dulu motor, kamu sendiri di sini engga papakan? aku ada jadwal ngampus.."
Selva mengangguk tanpa menatap Manu.
" Oke.." balas Manu lalu berlalu menuju garasi.
***
Jeno menatap berkas di depannya lalu melirik Agatha yang tengah menyuapi Mesha.
" Tha.." panggil Jeno yang membuat Agatha menatapnya.
" Ya? "
Jeno menyimpan berkas itu lalu menghampiri Agatha.
" Aku kayaknya harus turun tangan langsung, boleh? "
Agatha terlihat tak suka." Emangnya harus? " bibirnya menekuk sedih.
Jeno mengangguk lalu mengusap kepala Agatha." Aku agak janggal aja kalau engga turun langsung.."
Agatha mengulas senyum." Kalau itu baik aku ga masalah, aku ikut kamu aja asal jangan lupain kita.."
Jeno mengulas senyum segaris." Kenapa harus lupain kalian? Tanpa kalian aku engga akan kayak sekarang.."
Agatha mengulum senyum." Aku percaya.."
Jeno mengecup kening Agatha lalu pipi Mesha.
" Harus! "
Agatha menyeka bubur di bibir Mesha." Kapan mulainya? "
Jeno menatap ponselnya." Besok aja, sekarang aku mau hubungin Selva soalnya Septian lagi di perjalanan ke sini.."
***
Selva mengusap air matanya." Iyah ayah kalian juga jaga kesehatan.."
" Belajar yang rajin, semua nunggu kamu di sini.."
" Iyah ayah.."
" Manu baikkan sama kamu? "
" Baik ayah jagain Selva, bantuin Selva juga.."
" Syukurlah ayah tau Manu emang baik, sekali lagi jaga diri di sana ada apa - apa jangan ragu buat telpon ayah.."
" Iyah ayah.."
" Sini yah, bunda juga mau ngobrol.. Hallo sayang, kamu lagi apa? "
" Duduk aja bunda, sambil nonton.."
" Di sana beneran engga ada apa - apa? kata Manu kamu sampe engga sekolah.."
" Selva cuma pusing, mata Selva bengkak karena nangis aja bunda.."
" Hm, yaudah pokoknya jangan nangis lagi bunda sama ayah kalau ada waktu luang ke sana, tunggu ya.."
" Iyah bunda.."
***
Selva menatap ponselnya, ada pesan masuk.
Pesan Masuk (5)
Tito.
kenapa ga sekolah Sel? beneran sakit lo?
Rama.
sakit apa kamu Va? tumben absen, aku kira kamu ga akan pernah sakit
Wila.
beb kamu kenapa? sakit apa? katanya kamu pindah rumah? aku sahabat kamu tapi kamu ga kasih tau! aku marah !
Sinta.
kamu kenapa Sel?
08++
mau makan apa? nanti siang aku anter ke rumah
Selva membalas semuanya kecuali nomor tidak di kenal. Dia tahu itu pasti Manu , dia tidak ingin menyusahkan Manu.
Selva berusaha agar tidak tergantung padanya. Dia takut jatuh pada pesona Manu yang selalu membuat jantungnya tak karuan itu.
Selva berlalu mengabaikan ponselnya yang kini berdering.
***