Chereads / My Selv / Chapter 6 - 6

Chapter 6 - 6

Selva mengotak - ngatik ponselnya. Dia tiba - tiba rindu pada keluarganya.

Ponselnya berdering, dengan cepat Selva mengangkat telpon masuk dari Ayahnya itu.

" Iyah hallo ayah? "

" Di sana aman sayang? " tanya Jeno dengan hangat.

" Selalu, se-semua orang baik di sini.."

" Bagus kalau begitu, setelah sebagian masalah selesai ayah sama semuanya akan berlibur ke sana.."

Selva mengulum senyum.

" Iyah, Selva tunggu.."

" Sehat - sehat di sana ya sayang, ayah harus tutup telponnya nanti di lanjut ya.."

" Iyah ayah semoga semua cepet kelar, ayah juga jaga kesehatan.."

" Iyah amin, ayah tutup ya.. bye sayang"

" Bye ayah.."

Selva mematikan sambungan lalu menyimpan ponselnya di atas meja belajar.

Manu yang tengah menatap Selva hanya mengulas senyum. Selva begitu lembut jika berhubungan dengan keluarganya, senyumnya pun begitu tulus.

Selva menatap Manu dengan masih dalam mood baik." Maaf ya kak, kita lanjut.." ujar Selva dengan senyum kecil.

Manu jadi ikut tersenyum, baru sekarang Selva tersenyum selepas itu padanya.

Manu merapihkan poni Selva, membuat Selva terdiam.

" Jadi kamu murung karena kangen keluarga? Hm? " tanya Manu begitu lembut.

Selva mendorong pelan tangan Manu, menyuruhnya untuk berhenti memainkan poninya.

" Itu pasti.." jawab Selva pelan.

Suara lembut Selva membuat Manu tak bisa untuk berpaling menatapnya. Wajah Selva yang di sinari cahaya lampu belajar membuat Manu jatuh hati.

" Kak? " panggil Selva dengan ragu. Manu menatap membuatnya kurang nyaman.

Manu mengerjap lalu kembali membuka buku pelajaran Selva, gawat! Bisa - bisanya dia hanyut dan berpikiran kotor.

" Kita sampai mana? " tanya Manu seraya membolak - balik buku.

Selva meraih buku di tangan Manu lalu mencari halamannya." Ini, halaman 61.." tunjuk Selva.

Manu mengusap rambut Selva sekilas lalu mulai membaca soal - soal itu.

" Oh ini sih pakai rumus sebelumnya.."

Selva melirik Manu lalu ke soal." Kak Manu masih inget ya, hebat.." puji Selva walau canggung.

Manu menahan senyumnya yang takutnya terlalu lebar saking senangnya.

" Hm, udah kerjain aja ayo, jangan buat aku hilang kendali Selva.."

***

Tanpa Manu sadari Selva terlelap di atas meja belajar." Jadi gimana? Nger_"

Manu menghentikan ucapannya sesaat." Kamu ngantuk kenapa engga bilang.." lanjutnya lalu melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11 malam.

" Ah! Saking ingin terus bareng aku sampai terlalu fokus mengajarinya terus.." sambung Manu.

Manu mengangkat Selva lalu meletakannya di atas kasur gadis itu. Selva terjaga, Manu yang melihat itu langsung mengusap kepalanya.

" Lanjut tidur.." katanya seraya menarik selimut lalu menyelimuti Selva hingga seleher.

Selva yang memang mengantuk hanya bisa kembali memejamkan matanya lalu menjemput kembali sang mimpi.

Manu yang melihat itu mengulum senyum. Selva selalu terlihat sama dengan Selva tiga tahun yang lalu. Di matanya Selva selalu terlihat anak kecil yang harus di manja dan di jaganya.

Manu terkekeh pelan, menertawakan pemikirannya. Masa iyah Selva tidak tumbuh, jelas sekali dia tumbuh dengan bukti di bagian tertentu yang dulunya tidak ada kini menonjol.

Manu sontak memukul pipinya. Menyadarkan pemikirannya yang mulai kotor.

Manu bergegas meninggalkan Selva. Bagaimana bisa dirinya tegang di waktu yang tidak tepat.

' Sungguh besar pengaruh kamu Selva, hanya melihat kamu tidur saja sudah harus membuatku mandi air dingin..'

***

Selva merapihkan seragamnya, meraih tas selempangnya lalu meraih ponselnya yang sedari tadi berdering.

" Oh dari Rama.." gumamnya lalu melangkahkan kakinya tergesa menuju keluar kamar. Takutnya Rama menjemputnya.

Manu yang melihat Selva terburu – buru itu pun bergegas meraih pinggangnya. Selva kaget tentunya.

" Pelan – pelan.."

Selva masih kaget, kedua kakinya terangkat tidak menginjak tanah karena di gendong Manu menuruni anak tangga.

" Aku bukan anak kecil kak, lepasin! " Selva mencoba menggeliat kecil.

" Aku tahu kamu udah besar.." Manu pun menurunkan Selva setelah sampai.

Selva mengedarkan pandangannya." Mama, papa kemana kak? " tanya Selva.

" Buru – buru mau kemana? Mama, papa keluar.." balas Manu.

" Oh, itu temen udah nunggu di depan kak.." jawab Selva tanpa menghentikan langkahnya keluar rumah.

" Mana temen kamunya? " Manu semakin mempercepat langkahnya. Manu berdecak saat melihat yang menjemputnya orang yang kemarin – kemarin mengantar Selva. Manu langsung tak suka.

" Kamu Rama? " tanya Manu dingin.

Selva berdiri di samping Manu dengan tidak nyaman. Aura Manu rasanya berbeda.

Rama mengangguk." Iyah kak, saya Rama teman Selva.." ramahnya.

" Lain kali jangan antar – jemput Selva, fokus belajar aja! Urusan Selva biar saya yang urus! " tegas Manu.

Rama memicingkan matanya bingung, merasa Manu terlalu posesif. Padahal tidak ada niat lain pada Selva.

" Kakak sepupu Selva? "

Selva menunduk sedih, harusnya Rama tidak di perlakukan seperti orang jahat. Selva merasa bersalah pada temannya itu.

" Dia pacar saya.."

Rama sedikit tersentak pelan." Oh gitu kak, aku engga ada maksud lain kok sama Selva. Aku cuma jemput Selva aja.." wajahnya terlihat tidak enak.

*** 

Sepulang sekolah...

Selva turun dari mobil lalu di susul Manu. Manu menatap Selva yang menatapnya juga.

" Terima kasih kak.. " ucap Selva lalu melangkahkan kakinya memasuki rumah di ikuti Manu.

" Sama - sama cantik.." bisik Manu saat sudah berjarak dekat dengan Selva.

Selva hanya diam dengan semburat merah mulai menjalar di pipinya.

" Oh mama udah pulang? " sapa Manu membuat Selva urung menaiki tangga.

Selva mengekor di belakang Manu yang ingin menghampiri Rita.

" Iyah baru aja nyampe.." balas Rita seraya bergilir memeluk mereka.

" Gimana betah di sini? " tanya Rita pada Selva.

Selva mengangguk dengan melempar senyum lembut." Betah ma.."

" Bagus kalau gitu, Manu engga usilin kamu kan kayak dulu? " tanya Rita dengan senyum menggoda.

Selva melirik Manu yang menatapnya sedari tadi lalu menggeleng ragu." Eng-engga.." gugupnya.

Manu terkekeh pelan." Engga usah takut, bilang aja sama mama kalau aku suka bikin kamu berdebar.." godanya jahil.

Selva menggeleng cepat." Engga, kapan Selva berdebar.." tolak Selva dengan canggung.

Rita hanya tertawa pelan melihat kesalah tingkahan Selva. Rita mengusap rambut Selva.

" Mau di siapin apa makan malam nanti? "

Selva melempar senyum." Selva apa aja ma, Selva bantuin nanti ya.." pinta Selva malu - malu.

Rita mengangguk, Manu mengulum Senyum.

" Kamu harus bantu mama, biar nanti saat jadi istri aku kamu engga kaku kalo masak.."

Rita menepuk lengan Manu gemas, menyuruhnya untuk berhenti menggoda Selva.

***

Sorenya Selva menghampiri Rita yang tengah meneliti bahan - bahan yang akan dirinya olah.

" Aduh kirain masih ada bawang daun, udah abis ternyata.." gumam Rita yang masih terdengar oleh Selva.

" Mau Selva beliin ma? Supermarket di depan perumahan ada engga terlalu jauh.."

Rita menatap Selva dengan menimang." Tanpa bawang daun sebenernya engga masalah tapi kalo kamu mau sambil jalan - jalan sore sih mama boleh - boleh aja.."

" Yaudah Selva beliin aja, apa ada yang kurang lagi ma? " tanya Selva memastikan.

" Kita bikin sayur bayam, sama ayam kecap oh iyah kecapnya engga akan cukup beli aja satu lagi.."

Selva mangut - mangut paham, Rita merogoh dompetnya lalu memberikan dua lembar seratus ribuan.

" Kembaliannya beliin cemilan buat kamu.." Rita mengulas senyum hangat.

" Makasih ma, Selva berangkat.." pamitnya lalu berlalu.

Selva melirik Manu yang tengah mencuci motornya Manu yang kini menatapnya pun bertanya.

" Kemana? " Manu menyimpan selang airnya sembarang lalu menghampiri Selva yang hendak membuka gerbang.

" Ini kak beli bawang sama kecap ke depan.." jelas Selva tanpa menatap Manu yang bertelanjang dada.

" Tunggu biar aku anter.." cegahnya saat Selva membuka gerbang.

" Engga usah deket kok di depan, kakak lanjut cuci aja.."

Manu menahan lengan Selva." Kamu masih baru di daerah sini, ada banyak anak - anak muda nongkrong di setiap jalan atau rumah.. Bahaya, tunggu di sini, engga akan lama cuma ambil kaos.."

***

Selva berjalan canggung di samping Manu yang tengah bermain ponsel.

Selva menatap segerombolan anak muda yang tengah nongkrong di sebrangnya.

Siulan pun terdengar membuat Selva memalingkan wajahnya malu. Benar kata Manu banyak sekali yang nongkrong kalau sore.

" Seneng di siulin? " tanya Manu seraya memasukan ponselnya ke dalam saku.

Selva mendongkak lalu menggelang." Engga, justru takut.." aku Selva jujur.

Manu meraih pinggang Selva, mengkuncinya sekaligus mengumumkan pada para pemuda itu bahwa Selva miliknya.

" Kalau udah tahu gini lain kali kalo mau ke luar bilang, aku anter. Oke sayang? " goda Manu seraya mengecup rambut Selva.

Selva menelan ludah gugup dengan rona merah mulai menjalar di kedua pipinya.

" Selva! " teriak seseorang di sebrang sana.

Selva dan Manu sontak menoleh dengan terheran. Bagaimana bisa ada yang tahu pada Selva.

Pemuda tampan kini menghampiri keduanya." Ini Selvakan? Va ini aku Andre yang waktu itu turnamen di sekolah kamu, kita mau tukeran nomor tapi ga sempet.."

Selva mencoba mengingat." Oh kamu yang jatuh terus aku obatin di UKS? " tanya Selva memastikan. Suara lembutnya selalu terdengar malu - malu.

Andre mengangguk dengan mengulum senyum senang." Seneng bisa kamu inget.." Andre memberikan ponselnya pada Selva." sekarang aku mau nagih nomor kamu.." lanjutnya.

Manu hanya memperhatikan keduanya dengan santai, entah Selva polos atau memang demi kesopanan.

Sepertinya Selva melupakan statusnya yang kini pacaran dengan Manu walau sedikit paksaan.

Harusnya Selva bertanya dulu padanya tapi kini gadis pemalu kesayangannya itu memberikan nomor ponselnya dengan cuma - cuma.

" Makasih, aku balik ke sana lagi bye Va, permisi ka.." pamitnya dengan canggung pada Manu.

Saat itu Andre hanya berpikir mungkin Manu kakak Selva soalnya wajah keduanya hampir terbilang mirip.

" Udah? " tanya Manu dingin membuat Selva mengangguk kaku.

Manu kembali membawa Selva untuk berjalan menuju supermarket yang kini mulai terlihat.

" Kita pacarankan Selv? " tanya Manu dengan tatapan lurus ke depan.

Selva mendongkak menatap Manu sekilas."I-iyah? " jawab Selva ragu plus malu.

Manu mengeratkan pegangannya di pinggang Selva lalu menatapnya tanpa menghentikan langkahnya.

" Terus kenapa engga ijin waktu kasih nomor tadi? " tanya Manu dengan wajah datar.

Selva yang melihat itu jadi semakin gugup, biasanya Manu selalu ramah, Selva yakin Manu marah.

" Maaf, Selva engga tahu kalo pacaran harus gitu.." aku Selva dengan polosnya.

Manu menghela nafas pendek, seperti dugaannya Selvanya terlalu polos. Manu jadi khawatir, pasti banyak cowok di luaran sana yang ingin memanfaatkan kecantikan dan kepolosan Selva.

" Lain kali, apapun, kemana pun harus ijin. Oke? "

Selva hanya mengangguk." Oke.." senyum kecil pun Selva sunggingkan.