Chereads / Greentea Latte / Chapter 16 - -16- Hevan

Chapter 16 - -16- Hevan

Hari pertama ulangan akhir semester rasanya sangat tidak pernah diinginkan. Sekolah yang biasa dibenci oleh siswanya akan semakin mencekam bak neraka di hari-hari seperti ini. Jika ada ulangan akhir semester seperti ini, sudah rutinitas siswa 12 Mipa 1 untuk berjejer seperti ikan asin yang sedang dijemur di depan kelas tempat tes akan dilangsungkan. Mereka akan sangat sibuk hingga tak dapat diganggu. Ada yang sibuk belajar, sibuk mengulang materi, ada juga yang sibuk membuat catatan kecil seperti yang dilakukan Ghirel saat ini. Sepertinya, belajar saat ulangan sangat cocok untuknya.

Rupanya Ghirel terlalu sibuk hingga tak menyadari jika sedari tadi ada yang menyebut-nyebut nomor absennya.

"Kak Jie, nomer 12?" tanya adik kelas yang diduga akan duduk dengannya. Ghirel hanya berdehem saja mengiyakan tanpa menyadari jika adik kelas tersebut sudah menyodorkan tangannya ingin berkenalan.

"Jie, sahutin kek kasihan tuh tangan nganggur,"celetuk salah satu temannya yang tidak Ghirel ketahui siapa itu. Ghirel segera mendongak menatap tangan yang menggantung itu lalu secepat kilat menjabatnya sembari tersenyum.

"Ghirel," ujarnya memperkenalkan diri. Adik kelas tersebut menggenggam tangan Ghirel seakan tak mau melepaskannya, Ghirel yang menyadari itu hanya bisa tersenyum risih.

"Hevan kak," balas adik kelas tersebut sembari tersenyum riang lalu melepaskan tangan Ghirel.

"Iya, aku bakalan Have Fun kok pas ulangan nanti," ujar Ghirel yang mulai meraih bolpoin nya kembali.

"Bukan Have Fun, tapi HEVAN KAK!" teriakan menggema adik kelasnya membuat Ghirel terkejut hingga menjatuhkan bolpoin tersebut.

"Jadi, nama kamu... Hevun?" tanya Ghirel dengan tampang polos. Terlihat raut kesal pada wajah Hevan namun berusaha ditutupi sebisanya.

Hevan menuliskan namanya di atas kertas lalu memberikannya kepada Ghirel dan pergi begitu saja.

***

Penilaian akhir semester berlangsung cukup tenang pada menit-menit awal tentunya. Para pengawas yang berjagapun belum berhasil menemukan sosok pelaku kejahatan keji yang pura-pura menutupi wajahnya menggunakan soal padahal akan bertanya kepada teman sebelahnya.

Waktu berjalan semakin memusingkan para siswa. Beberapa adik kelas sudah bertanya-tanya kemana perginya Afka yang menjadi primadona mereka. Beberapa melirik pintu berharap Afka segera datang agar bisa menjadi moodboster nantinya.

Dan sepertinya, doa para dedek-dedek gemas terkabulkan di menit ke 45 karena ditengah tenang suasana bak pantai tak berombak, pintu terbuka memperlihatkan sosok laki-laki berperawakan tegap dengan wajah kalem yang dapat menipu siapapun.

Semua mata tentunya tertuju kepada laki-laki tersebut saat berjalan dengan gaya khas seorang Afka menuju meja pengawas. Ia melirik Ghirel sekilas lalu mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum hangat. Setelah mendapatkan soal dan lembar jawaban, Afka duduk di tempat yang akan ia tempati selama seminggu itu. Dan entah mengapa ia merasa akan sial saat ini karena yang berada di sebelahnya adalah Stefy.

Gadis cantik yang sedari awal masa orientasi sudah sering memperhatikannya. Jika seperti ini, bisa-bisa daftar kekasihnya akan bertambah mengingat Afka tak pernah menolak seorang perempuan.

Namun, Afka masih berusaha tenang dan mengerjakan dengan mudahnya tanpa gangguan sedikitpun. Beberapa siswa juga sudah bertanya jawaban kepadanya yang ia abaikan begitu saja karena malas. Afka mengerjakan dengan cepat sekitar 15 menit lalu keluar ruangan.

"Kak, itu singa jantan yang biasa di bicarain di sekolah?" Hevan menyikut lengan Ghirel sembari bertanya.

Singa jantan adalah julukan yang Afka terima di sekolah karena kenakalannya. Tak pernah memasuki kelas, selalu terlambat kesekolah, dan selalu terlibat perkelahian dengan orang lain. Bahkan, terkadang sampai balapan motor atau mobil secara ilegal.  Namun entah mengapa para gadis tergila-gila padanya termasuk Ghirel.

"Iya dek. Emang galaknya gak manusiawi," jawab Ghirel dengan sedikit terkekeh. Setelahnya, Ghirel kembali fokus pada soal yang menurutnya cukup membuat otaknya mengepul.

Melihat Ghirel yang terkekeh dengan Hevan, membuat Afka berinisiatif memberi tahu secara tidak langsung kepada Hevan bahwa Ghirel miliknya. Afka menghampiri Ghirel lalu berbisik "Selesaiin terus ke UKS ya, aku tunggu disana."

Ghirel hanya berdehem mengiyakan meskipun sejuta kupu-kupu bertanya berada diotaknya saat ini. Sedangkan Hevan cukup geram karna wanita yang sedang ia dekati, di dekati oleh laki-laki lain.

***

Sesuai dengan janjinya, Ghirel saat ini sudah berada di UKS sekolah. Ia mencari Afka sang pelaku yang membuatnya berada disini sendirian. Cukup lama Ghirel menunggu. Meskipun tak terasa lama karena ia menunggu sembari belajar untuk pelajaran selanjutnya. Setelah menunggu lebih lama lagi, pintu terbuka oleh Afka yang berjalan mendekati Ghirel dengan wajahnya terlihat kesal. Begitupun dengan ekspresi Ghirel saat ini yang terlihat hampir meledak karena dibiarkan menunggu selama itu.

"Jie, maaf tadi aku di ajakin Stefy ke rooftop!" Afka mendekati Ghirel, mencoba menggenggam tangannya dan meminta maaf dengan menunjukkan wajah imutnya.

"Terus?"  tanya Ghirel masih mempertahankan wajah tanpa ekspresinya.

"Dia nembak aku, trus aku terima." kata Afka dengan entengnya. Dia bicara seperti itu seakan tak memiliki satupun dosa. Tentu saja Ghirel yang mendengarnya merasa kesal, roomchat Afka sudah 15 gadis yang absen setiap harinya. Dan laki-laki itu seakan kurang puas hingga menambahkan daftar kekasihnya lagi.

Ghirel hanya berdecak kesal dan cemberut. Wajah yang awalnya antusias, padam seketika mendengar kata-kata laki-laki itu. Ghirel diam tak menggubris Afka yang sedang meminta maaf puluhan kali.

"Udah dong marahnya...." rayu Afka sembari mencolek-colek dagu Ghirel.

"Siapa yang marah coba?!" jawab Ghirel dengan nada ketus.

"Busing, Afka nyuruh busing kesini buat ngobatin Afka tahu!" ujar Afka dengan aegyo yang memuakkan. Afka tak mau mengungkit kasus Stefy lagi saat ini. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan sebisanya.

"Obatin sendiri aja sana!" semenjak menjadi kekasih Afka, Ghirel merangkap banyak profesi. Mulai dari seorang perawat karena Afka yang selalu mendatanginya sesaat habis berkelahi dengan seseorang, dan menjadi admin line saat Afka malas membalas chat kekasihnya yang sudah menumpuk. Dan satu lagi, mendadak Ghirel menjadi manager Afka karena mengatur semua jadwal Afka dari pagi sampai malam.

Afka membuka seragam sekolahnya memperlihatkan badan penuh lukanya, seperti luka sayatan dan beberapa luka lebam sekitar dada kirinya.

Pemandangan enak yang tak enak dilihat itu membuat Ghirel membelalak terkejut dan dengan cekatan meraba semua luka Afka membuat pemuda itu mengerang kesakitan.

"Ya Allah, kamu habis ngapain sampai kayak gini Afka?!" bentak Ghirel setelah memperhatikan luka-luka yang masih mengeluarkan darah segar itu.

"Tawuran. Hehe...." balas Afka dengan tawa tak berdosanya. Laki-laki itu akhirnya mendapatkan sebuah jitakan di kepalanya.

"Kenapa gak mati sekalian aja coba?!" teriak Ghirel hingga suaranya menggema diseluruh ruangan yang cukup luas tersebut.

***

Afka melangkah dengan tenang menuju UKS dengan senyum mengembangnya. Ia ingin melarang Ghirel untuk dekat-dekat dengan Hevan lagi. Namun, sebuah panggilan telepon membuat langkahnya harus berhenti sejenak dan mengangkatnya dan melihat nama yang tertera.

"Kak Afka? Aku Stefy. Aku mau bicara sesuatu sama kakak,"  ujar seseorang diseberang sana. Sepertinya Stefy tengah bersama banyak orang karena terdengan suara ricuh dalam telepon tersebut.

"Dimana?" tanya Afka dengan nada bicara enggan.

"Cafe depan sekolah. Sebentar aja,"

Afka menutup panggilan teleponnya lalu berlari menyusul Stefy disana. Ia melihat Stefy sedang berbincang serius dengan beberapa orang yang bisa disebut preman. Ia berkali-kali mengatakan tak mau membuat Afka tak paham dengan situasi ini. Afka sampai di samping Stefy yang langsung menyembunyikan diri dibalik bahunya.

"Stefy takut kak, mereka suruhan ibu yang menyuruh Stefy pulang!" ujar Stefy sembari menatap mereka takut. Stefy menyembunyikan wajahnya lalu membiarkan Afka maju menemui beberapa preman tersebut.

"Heh kamu gak usah ikut campur yah anak kecil!" ujar salah satu preman sembari berludah membuat rahang Afka semakin mengeras mendengarnya. Meskipun ia tak mengenal Stefy dan tak tahu mengenai masalahnya, tapi ia tahu bahwa Stefy sedang sendirian hingga memutuskan untuk menghubunginya.

"Aku kekasihnya sekarang! Jadi, aku berhak ikut campur!" balas Afka sembari menggulung lengan bajunya. Afka maju dan memukul salah satu dari keempat preman tersebut. Setelahnya, pertengkaran pecah diantara mereka yang menimbulkan sebuah kericuhan. Afka menang meskipun dengan banyak luka disekujur tubuhnya.

"Kak, gak papa?" tanya Stefy khawatir. Stefy panik melihat luka yang ada pada tubuh Afka.

"Gak papa. Masih ada setengah jam buat belajar. Balik kelas sana," ujar Afka sembari membersihkan bajunya dari tanah karena pertengkaran tadi.

"Makasih banyak yah kak. Oiya, Stefy pengen jadi kekasih kakak beneran. Mau? Kalau iya, nanti Stefy ceritain semuanya sama kakak." ujar Stefy dengan wajah bersemu merah. Apalagi saat melihat Afka mengangguk sebelum akhirnya pergi meninggalkan Stefy yang sedang baper dan bahagia menemukan sosok penjaganya itu.