Bibir merah Redita melekat erat pada bibir Antony. Tidak sampai lima detik dia lalu menariknya. Kemudian wanita itu mundur beberapa langkah.
Redita menatap mata Antony yang mengerjap beberapa kali. Ia terperanjat kaget atas serangan tiba-tiba sang Nona. Antony saat ini seperti menjadi sebuah patung yang baru saja terpatri di lantai kamar Redita. Kaku.
"Ma-maaf, An. Aku mencoba menciummu dan rasanya aku tidak merasakan getaran di hatiku," ujar Redita canggung. Pandangannya melengos mencari sebuah benda yang bisa ia pandang di kamar itu sekarang, asal bukanlah wajah tampan Antony di depannya.
Antony kembali mengerjapkan matanya. Telinga dan pipi yang memerah itu sirna begitu saja. Hanya debaran hebat yang belum usai terjadi tiba-tiba pada jantungnya. Padahal ia tidak melakukan aktivitas berat.
Antony terdiam. Ternyata apa yang dilakukan wanita itu hanya sekadar ingin memastikan perasaannya. Sedikit kecewa, Antony hanya memasang wajah dingin kepada Redita tanpa sepatah kata pun.