Chereads / Gilangku (TERBIT) / Chapter 3 - 2. Surat dari RT

Chapter 3 - 2. Surat dari RT

i

Pagi itu pada pertengahan bulan Juli, seperti biasa, aku masuk ruang kelas tepat pukul 08:00 WIB atau sekitarnya. Masih, tidak ada bedanya dengan saat MOS. Bukan karena jam pelajaran mulai waktu itu, hanya saja aku telat beberapa menit dan gerbang sudah ditutup. Padahal aku sampai sekolah pukul 07:03 WIB.

Yah, mau tak mau aku harus mendengar omelan guru piket, setelah itu lari-lari muterin lapangan sepak bola sambil gendong tas. Coba bayangin gimana rasanya.

Aku tidak sengaja, bahkan tak pernah kupikirkan untuk datang terlambat. Selain ketinggalan pelajaran dan dapat banyak poin, hukuman merupakan salah satu hal paling utama yang membuatku sangat ingin tidak mengulanginya. Meski aku terus terlambat saat MOS, dan kembali melakukannya empat hari ke depan.

Walau bagaimanapun, aku selalu berusaha agar berangkat lebih awal. Tapi, angkutan umum tidak pasti ada, selagi ada seringnya penuh. Kadang kalau longgar, tidak sampai tujuanku ke Purwokerto. Terlebih rumahku ke sekolah butuh waktu satu jam berkendara.

Memang menunggu angkutan umum itu persis seperti menunggu cinta sejati. Lama, dan tidak kunjung datang.

🌹🌹🌹

ii

Sampai di kelas, aku duduk di kursiku di bagian kiri paling belakang. Mengacuhkan seruan teman-teman yang meledekku.

Sebetulnya aku heran dengan pria yang duduk di sisiku. Aku tidak tahu siapa namanya, aku tak pernah lihat bagaimana mukanya, yang pasti, dia selalu tidur di kelas dan tidak pernah dapat hukuman, membuatku iri.

Dan, saat itu juga tanpa sadar hatiku berharap pelajaran nanti ada guru yang menyuruhnya untuk maju dan mengerjakan soal di depan. Aku yakin, dia akan gelagapan dan akhirnya mendapat hukuman. Semoga ini tidak terhitung sebagai doa yang buruk.

Namun harapanku tak kunjung terwujud hingga bel istirahat berbunyi. Merasa kesal, sembari bangkit, tanpa sadar aku berseru lirih. "Dasar, Raja Tidur!"

🌹🌹🌹

iii

Waktu istirahat. Tadinya aku mau ke kantin, tapi Kelvin, teman sekelas, Ketua Kelas X-11 memintaku untuk pergi ke perpus sebentar soalnya ada yang mau dibahas. Jadi aku menurutinya dan pergi bersama Gyan, teman sekelas yang duduk di depanku.

Di perpustakaan, selain aku, Gyan, ada juga Kelvin, Arya-teman duduk Kelvin, dan pengunjung lainnya yang mencari buku atau membahas sesuatu seperti kami.

Hal yang dibahas adalah keinginan mereka agar aku mengikuti seleksi LCC kelas yang bakal diadain dua minggu lagi. Kata mereka, seleksi ini buat nentuin kandidat paling tepat untuk ikut LCC sekolah bulan depan, dan juga mereka dapat info itu dari ketua OSIS.

Aku sih ga terlalu tertarik sebenarnya, tapi sebagai wujud pertemanan, aku terus menanggapinya dan meminta kejelasan soal apa saja yang akan dikeluarkan.

Waktu kami sedang ngobrol, muncul seorang sembari bilang permisi. Kelvin, Arya, dan Gyan, tahu siapa dia.

Orang itu namanya Ateg, singkatan dari Ayu Teguh, nama panjangnya. Dia kelas X-5, datang memberiku surat, katanya itu surat titipan dari teman SMP-nya, tapi tidak disebut nama temannya itu dan berlalu begitu saja.

Dengan rasa heran, kubaca surat itu:

"Lutfi, ada kost khusus putri di dekat sini, tiga blok ke Utara dari Masjid Agung. Coba cek dulu. -RT."

Aku makin kebingungan dibuatnya. Pertama, siapa pengirimnya; kedua, kenapa bisa tahu namaku; ketiga, buat apa ngasih tahu kost khusus putri ke aku; dan terakhir, apa maksudnya RT. Emang itu singkatan dari Rukun Tetangga, mirip seperti pak RT barang kali, atau Ruang Tunggu.

Entahlah, aku tidak mengerti. Hanya muncul ber-bagai jawaban konyol di kepalaku, khususnya tentang pengirim dari RT ini.

Kelvin nanya, ingin tahu isi surat itu, tapi kubilang itu hanya surat iseng. Selanjutnya langsung kumasukan kedalam saku baju, dan kembali menyimak Kelvin yang banyak bicara tentang ini itu yang menurutku sangat membosankan.

Sejak itu, aku sudah tidak bisa konsentrasi dengan percakapan mereka. Otakku, entah gimana, sebagian besar, terus melayang-layang kepada RT.

Apa maksudnya?

🌹🌹🌹

iv

Hari Kamis, pelajaran terakhir.

Aku sangat senang akhirnya Pak Edi, guru fisika menunjuk siswa secara acak untuk mengerjakan soal di papan tulis. Kulihat beberapa teman lain ketakutan karena materi hari ini cukup membingungkan, untuku tentunya, karena aku tidak suka perhitungan.

Sebenarnya jika ada pembagian kelas jurusan sejak kelas X pasti aku akan lebih memilih masuk kelas bahasa.

Di sisi kiriku, seorang pria masih saja tertidur menghadap tembok. Membuatku makin merasa jengkel, meski aku hanya berani melirik ke arahnya. Tapi, setidaknya saat itu, aku sedang semangat-semangatnya berharap Pak Edi akan menunjuk dia untuk mengerjakan latihan soal.

Melihat dia tidak bisa mengerjakan dan akhirnya mendapatkan hukuman. Mungkin, itu cukup adil bagiku yang selalu dihukum cuma gara-gara telat 3 sampai lima menitan.

Satu per satu siswa ditunjuk, kini tersisa soal nomor lima yang kata beliau soal paling susah karena harus menggunakan tiga rumus untuk mendapatkan hasil terakhir.

Aku gemetaran, sungguh menggunakan satu rumus saja tidak bisa kukerjakan.

Kulihat samar, wajah Pak Edi mengarah ke sisi belakang, mungkin sedang memilih siswa yang baginya acuh, atau tidak memerhatikan, atau mungkin juga dianggap tidak bisa. Entahlah aku hanya menebak.

Dan seketika jarinya menunjuk ke arah tempat dudukku. Untuk sesaat kegembiraan melingkupiku, karena kupikir Pak Edi memilih pria yang terus tidur di kelas. Namun segala rasa itu lenyap seketika setelah beliau berkata: "Ya, kamu siswi yang rambutnya panjang, yang duduk di barisan paling belakang."

Aku tersentak, menengok-nengok kepala. Barang kali aku salah mengira jika Pak Edi menunjukku. Tapi beliau kembali berkata: "Iya kamu, kerjakan soal terakhir."

Kaget, takut, bingung, dan kesal bercampur aduk dalam perasaaku. Aku sangat tidak menyangka Pak Edi dan guru-guru lain mengacuhkan pria di sisiku yang terus saja tertidur sepanjang waktu.

Aku bangkit dari dudukku, menatap ke arah pria itu kesal. Lalu menghembuskan napas dan melangkah penuh rasa takut, sedang hatiku memberontak marah. "Untung banget sih kamu Raja Tidur?!"

Mendadak langkahku terhenti, dan kembali memandangnya. Aku tersadar sesuatu. "RT, bisa juga singkatan dari Raja Tidur. Apa dia yang ngirim surat itu?"

"Ada apa? Ayo maju." ujar pak Edi membuatku syok.

Aku mengambil spidol dari meja guru, kemudian menuju papan tulis. Dan terdiam di sana hingga bel pulang sekolah berbunyi.

🌹🌹🌹

v

Dua jam setelah pulang sekolah. Aku sudah berganti pakaian, makan siang, dan menyuci gerabah. Tapi aku masih belum bisa move on dari soal sebelumnya. Terlebih karena Pak Edi memintaku untuk kembali mengerjakannya di pertemuan besok. Lebih parahnya, di hari Jumat, pelajaran fisika berada pada jam pertama.

Aduh! Aku pusing memikirkan berbagai cara untuk mengatasinya. Mengingatnya saja membuatku merasa penuh beban.

Bagaimanapun dulu, aku hampir semingu sekolah SMA namun selalu masuk kelas sekitar jam delapan. Jadi, selain telat, soal-soal tentang rumus dan perhitungan memberikan masalah lebih untukku.

Dengan berat hati, saat itu aku kembali meraih buku fisika dan bolpoin. Ketika mau membukanya, mendadak ponselku berdering.

Kuambil, dan tampak pada layar Kelvin menelponku. "Hallo,"

"Hai. Kamu lagi ngapain?"

Sungguh aku kesal mendengar pertanyaannya. Memang apa urusan dia bertanya hal tidak penting di kondisi seperti ini? Ah, bikin BT aja.

"Duduk,"

"Oooh.... kamu udah ngerjain soal tadi?" tanyanya.

"Belum,"

"Aduh, terus gimana?"

Terus gimana katamu? Aku tidak habis pikir kenapa Kelvin menelponku hanya untuk itu. Setidaknya, sebagai pria seharusnya menawarkan bantuan meski sendirinya tidak bisa. Tapi, boro-boro dia lakuin.

"Ga tau, tapi mau aku kerjain." Aku jawab.

"Oooh.... bisa?" Dia nanya.

"Engga,"

"Mau aku bantuin?"

"Caranya?"

"Ya, ga tau sih. He he he."

Ketawa lagi. Udah deh, bikin aku makin sebel saja.

"Kamu belum ngerjain?" Aku coba memancing. Barangkali aku bisa dapat bantuan.

"Aku sih, udah nyoba, tapi hasilnya kebanyakan. Mungkin salah,"

Aku menghembus napas panjang penuh kekesalan. Makin tidak nyaman dengan percakapan ini. "Ya udah, aku mau ngerjain dulu."

"Oooh.... iya, semangat ya?"

"Makasih, dah."

Tuuut.... tuuut.... tuuut. Akhirnya telfon terputus. Aku merasa cukup lega, meski masih tersisa kekesalan yang lain. Jadi, aku beranjak dari meja belajarku dan menuju ruang tengah. Menonton TV.

🌹🌹🌹

vi

Selepas shalat Isya, aku menemui Ayahku yang baru saja duduk dan meletakan kopi di atas meja. Kemudian menyapanya dan meminta beliau membantuku mengerjakan soal fisika. Namun beliau menjawab: "Ayah ya ga bisa fisika. Coba Kakak cari di buku paket, pasti ada contohnya."

Aku merengek namun beliau mengacuhkanku dengan terus mementik jari kepada burung perkututnya.

Sungguh rasanya sangat malas untuk menggarap soal\-soal perhitungan, terlebih fisika yang begitu banyak rumus. Tapi, jika tidak kukerjakan sekarang, entah apa yang akan terjadi padaku besok. Jadi, kuraih buku paket fisika sesuai kata ayah, mungkin ada contoh di sana.

Ketika kubuka beberapa lembar mendadak secarik kertas terjatuh. Meraihnya dan aku terkejut. Kertas itu berisi semua jawaban soal kemarin secara lengkap, mulai dari keterangan, alasan penggunaan rumus, pengolahan rumus, dan keterangan hasil akhirnya. Melihatnya saja, membuatku paham seketika.

Tapi, aku juga heran, setidaknya siapa yang mengerjakan dan menaruhnya di dalam buku paketku. Padahal, Kelvin saja yang terbilang cukup pintar di kelas kebingungan di soal terakhir.

Kubaca kembali tiap tulisannya dengan teliti, dan selain jawaban ada kalimat disana:

"Lutfi, semoga ini bisa membantumu. Tapi besok jangan telat, kalau telat lagi aku bakal menghampirimu. -RT."

RT lagi? Ini pengirim yang sama?

Aku bangkit dan meraih ransel. Mencari surat sebelumnya. Kemudian mencocokkan dengan tulisan di lembar kertas berisi jawaban soal kemarin.

Dan, lagi-lagi aku terkejut setelah tahu tulisan-nya benar-benar sama persis. Jadi, kecurigaanku benar, kalau dia adalah pengirim yang sama. RT.

Sesaat otakku menayangkan pria yang duduk di sisiku dan selalu tidur sepanjang waktu.

"Apa dia yang ngirim ini? Tapi, aku ga liat dia ngerjain soal kemarin. Ah, udah pasti bukan dia orangnya. Dan,"

Mengulang pesan di kertas kedua. ....besok jangan telat, kalau telat lagi aku bakal menghampirimu.... "Sembarangan! Akan kubuktiin kalau besok aku ga telat!" kataku kesal. Lalu menyalin jawaban.