Michael memakai jas warna putih dengan baju dalam warna hitam. Dengan rambutnya yang disisir ke belakang, laki-laki itu terlihat seperti pangeran. Michael bergegas menuruni tangga dan berdiri dihadapan Gabby.
"Selamat sore," Michael membungkuk ke arah ayah dan ibu Gabby, "Terima kasih sudah datang."
Daniel melipat tangannya dan mendengus dengan pelan, "Jangan sok ramah kamu."
Michael mengedipkan matanya berkali-kali, apa ada yang salah dengan perkataannya?
"Jangan banyak bicara!" Agnes memelototi suaminya, wanita itu lalu melihat Michael dan tersenyum ramah, "Jangan pedulikan dia. Selamat ulang tahun ya Michael."
Agnes menyodorkan hadiah ke tangan Michael, "Tante nggak usah repot-repot." Laki-laki itu lalu membawanya di tangan kanan, "Terima kasih tante."
Michael melihat jam tangannya, "Oh ngomong-ngomong silahkan duduk di sana," Michael menunjuk meja dekat panggung, "Sebentar lagi pestanya akan dimulai."
"Kamu duduk dimana nanti?" Agnes bertanya, matanya melihat meja yang tadi ditunjuk Michael.
Michael menggigit bibir bawahnya dan pipinya memerah, "Oh, nanti saya akan tampil."
"Baiklah!" Agnes bertepuk tangan kecil, "Kami akan duduk di meja dekat panggung dan menunggumu!"
Michael menganggukan kepalanya lalu mengalihkan pandangannya ke Gabby. Laki-laki itu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dia mengurungkan niatnya.
"Gabby, ayo!" Ajak Agnes dengan semangat.
"Iya iya bu." Gabby tersenyum manis ke arah Michael lalu pergi mengikuti ibunya.
Tepat jam enam sore pestanya dimulai. Di atas panggung terdapat pembawa acara yang memakai pakaian formal. Pembawa aacara itu memberitahu kalau sehabis ini Michael akan tampil di atas panggung dengan orangtuanya. Membawakan lagu yang dibuat oleh ibunya Michael.
Tiba-tiba lampu di atas panggung menjadi redup. Brenda memakai gaun yang sama seperti tadi hanya saja sekarang berwarna ungu muda. Wanita itu duduk sambil memegang alat musik selo di antara kedua kakinya.
Sedangkan Mark memakai jas berwarna hitam, tangannya memegang tongkat baton. Di sebelah Brenda, Michael sedang duduk di kursi piano. Matanya mengelilingi penonton lalu melihat tuts pianonya.
Mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna.
Mark tersenyum ke arah istrinya lalu Michael, tidak lama kemudian dia mengangkat tongkat batonnya. Brenda tersenyum lebar dan mulai bermain dengan elegan. Hampir di waktu yang bersamaan terdengar bunyi piano yang dimainkan oleh Michael.
Kombinasi antara selo dan piano yang dimainkan mengeluarkan suara yang merdu. Seperti burung-burung kecil yang bernyanyi atau air mancur yang mengalir dengan pelan. Tiga orang yang berada di atas panggung itu seakan-akan bekerja sama untuk membuat seluruh penonton merasakan ketenangan.
"Penampilan yang sangat indah." Agnes menutup matanya, dagunya di topang oleh tangan kanannya.
Bagus apanya, yang ada itu mereka semua keluarga yang tidak harmonis, pikir Daniel dalam hati.
Di akhir lagu Mark menaruh tongkat batonnya. Berjalan mendekati Brenda, memegang pinggangnya lalu memegang tangan Michael. Mereka bertiga tersenyum dengan lebar lalu membungkukkan badan mereka.
Seluruh penonton bertepuk tangan dengan ria. Pembawa acara kembali berdiri di atas panggung, memberi mereka pujian. Wajah ketiga orang itu terlihat berseri-seri, seakan-akan mereka tidak ada masalah.
"Terima kasih karena sudah datang di pesta ulang tahun anak kami!" Brenda tersenyum dengan lebar, "Sekali lagi terima kasih."
Setelah mereka turun dari panggung, Mark dan Brenda disambut oleh beberapa teman mereka. Sepasang suami istri itu minum anggur merah dan saling berpelukan. Hanya mereka berdua yang tahu kalau afeksi yang mereka tunjukkan adalah untuk kebaikan Michael saja.
Setelah keluarga Michael bermain musik, sekarang ada band yang menggantikan mereka. Kembali terdengar suara orang-orang berbicara atau tertawa. Ada juga suara anak kecil yang menangis atau merengek untuk pulang.
Saat Gabby mengambil makan, perempuan itu tidak dapat melihat dimana keberadaan Michael. Perasaan kecewa muncul di dalam diri Gabby, dia mengambil makan dengan cepat lalu kembali ke tempat duduknya.
Di akhir acara, jam setengah sembilan malam adalah acara potong kue. Dua pramusaji tadi membawa kue ulang tahun yang berukuran besar. Diatas kue itu ada delapan belas lilin yang menyala.
"Michael, make a wish." Brenda membenarkan rambut anaknya.
Dari tadi mata Michael mengelilingi taman rumahnya yang ramai. Sibuk mencari Gabby dan keluarganya. Saat laki-laki itu dapat menemukan mereka, dia menutup matanya dan mengucapkan permohonan.
Beberapa detik kemudian Michael membuka matanya lalu meniup lilinnya. Terdengar suara tepuk tangan saat laki-laki itu mengambil pisau dan memotong kue ulang tahunnya.
"Aduh aku nggak bisa lihat apa-apa." Protes Agnes. Wanita itu menengadahkan wajahnya dan tetap tidak bisa melihat Michael.
"Mereka saja terlihat seperti tidak mau menerima kita," Daniel mengerutkan keningnya, "Ayo kita pulang ke rumah."
"Omong kosong apa itu?" Agnes berdecak kesal, "Kita kan jarang ketemu keluarganya Michael, tentu saja kita tidak terlihat dekat!"
"Yah, tapi mereka terlihat tidak menyukai kita." Timpal Daniel. Sejak kejadian Brenda yang tidak mau berbicara banyak dengan istrinya membuat pria itu ingin cepat pulang.
Gabby mengawasi orangtuanya yang dari tadi tidak bisa berhenti bertengkar. Perempuan itu mengalihkan pandangannya, menundukkan wajahnya lalu memainkan rok yang dia pakai. Bahannya halus hanya saja, ini rok. Dan Gabby tidak menyukai rok.
"Michael?" Suara ibunya terdengar kaget.
Gabby menengadahkan wajahnya dan melihat Michael sedang berjalan mendekat. Kedua tangannya membawa potongan kue ulang tahun. Gabby membenarkan posisi duduknya dan merapikan rambutnya.
Karena tidak terbiasa dilihat oleh banyak orang, wajah Agnes berubah menjadi merah. Dia menerima kue dari Michael lalu bertanya, "Kenapa kamu datang kemari Michael? Kamu bisa saja memberinya ke orang lain."
"Saya ingin ngasih ini ke kalian," Michael tersenyum lalu melihat Gabby, "Tunggu sebentar ya, aku ambilin punyamu dulu."
"Ah," Mendengar itu membuat hati Agnes tersentuh, dia memegang dadanya, "Terima kasih ya."
"Tidak masalah tante." Michael menganggukan kepalanya.
Michael kembali melihat Gabby yang sedang melihat potongan kue milik orangtuanya, "Tunggu ya."
"Hm." Gabby menganggukan kepalanya dengan cepat. Tiba-tiba perempuan itu merasa lapar saat melihat potongan kue ulang tahun milik orangtuanya.
Michael tertawa kecil lalu membalik badannya, berjalan kembali ke tengah ruangan. Meskipun laki-laki itu di lihat oleh orang banyak, Michael tetap dengan santai memotong kue ulang tahunnya. Michael menaruh buah-buahan di atas potongan kue untuk Gabby.
DI belakang Michael, Brenda sedang berdiri mengamati keluarganya Agnes. Brenda merasa dirinya jarang melihat anaknya tersenyum. Tapi saat Michael berbicara dengan keluarganya Agnes, senyuman selalu menghiasi wajah laki-laki itu.
"Makan pelan-pelan ya." Michael menaruh piring kertas di hadapan Gabby.
Dengan cepat Gabby mengambil garpu dan melahap kue itu. Saat kue itu sudah ada di dalam mulutnya, Gabby menutup matanya. Manisnya! Pikir perempuan itu.
Melihat anaknya yang makan seperti orang kelaparan membuat Agnes malu. Padahal tadi Gabby sudah mengambil makan banyak, apa dia tetap kelaparan? Agnes menutup wajahnya dengan tangannya, berusaha tidak melihat wajah Gabby.
"Aduh," Michael mengelap ujung bibir Gabby dengan tangannya, "Sudah di bilang makan yang pelan."
Setelah Gabby menghabiskan potongan kue dari Michael, laki-laki itu mengajak Gabby untuk berjalan sebentar. Michael menarik tangan Gabby untuk mengantri ambil makan, dengan senang hati Gabby mengikuti laki-laki itu.
Daniel dan Agnes tetap duduk di kursi mereka, menghabiskan kue dari Michael. Tiba-tiba Agnes membau wangi parfum yang asing, dia menoleh dan mendapati Brenda sedang berdiri di belakangnya. Wanita itu masih mengenakan gaun berwarna ungu muda, dari jarak dekat Agnes dapat melihat kalau Brenda benar-benar terlihat elegan.
"Ah, nyonya Brenda, kenapa anda datang kemari?" Agnes terlihat syok, tidak menyangka ibunya Michael sedang berdiri di hadapannya.
Saat Daniel melihat wanita itu, dia langsung naik pitam. Pria itu menunjuk Brenda, "Ngapain kamu disini? Kami nggak mau berbicara denganmu!"
Mendengar itu membuat mata Agnes terbelalak kaget. Dia menginjak kaki suaminya dengan high heelsnya.
Brenda tersenyum manis, mengabaikan omongan Daniel, dan melihat Agnes, "Bisa kita bicara sebentar?"
Brenda mengajak Agnes ke ujung taman, dimana hampir tidak ada orang sama sekali. Agnes berdiri dengan gugup disebelah Brenda, tangannya tidak bisa berhenti berkeringat.
"Apa yang bisa saya lakukan nyonya?" Agnes bertanya dengan formal.
Brenda melipat tangannya di depan dadanya dan menaikkan alis kanannya, "Kenapa harus formal sekali?"
"Oh, maaf saya pikir..." Agnes merasa malu, dia memalingkan wajahnya dan melihat bunga yang ada disebelahnya.
Brenda menundukkan wajahnya, mengawasi high heelsnya yang berwarna hitam, dia berbisik, "Aku dan Mark tidak memiliki hubungan yang baik. Maksudnya kami sangat sibuk dengan dunia pekerjaan kami. Sejak Michael lahir kami tidak pernah memberinya perhatian yang cukup."
Agnes menganggukan kepalanya dengan pelan, berusaha mencerna perkataan Brenda.
"Mark dan aku tentu saja tidak bisa melepas pekerjaan kita," Lanjut Brenda, "Menjadi seorang ayah atau ibu dan memiliki pekerjaan yang membutuhkan waktu dua puluh empat jam membuat kita tidak mempunyai waktu untuk bersama dengan Michael."
Brenda melihat wajah Agnes, berusaha tersenyum, "Keluarga kalian adalah keluarga pertama yang bisa membuat Michael tersenyum. Tolong jaga anak kami, aku mohon."