Hari itu, dimana mereka berdua belas dikumpulkan untuk bertemu dengan Sang Bulan. Seorang pria menentang akan takdir hidupnya, takdir yang menurutnya begitu aneh. Dia pergi, meninggalkan pertemuan yang menurut Kepala Sekolah mereka sangat penting. Ternyata hanya dirinya saja yang pergi, dan tak ingin bertemu dengan Sang Bulan.
Sekarang dia harus ekstra sabar, menghadapi segala tuntutan dari Kepala Sekolah, bahkan dirinya harus berurusan dengan salah satu Guardian. Dia adalah Il Darius Arsen, Guardian dari Zodiak Libra. Arsen selalu mengatakan soal takdir hidup mereka pada pria itu, namun sepertinya Arsen harus sabar menghadapinya.
Tak hanya itu, sejak dimana pertemuan mereka dengan Sang Bulan. Hari-hari di Sekolah tidak seperti biasanya, setiap pelajaran berakhir mereka harus berkumpul di ruangan khusus yang disiapkan oleh Kepala Sekolah. Tapi tidak selalu mereka berdua belas bisa hadir. Hanya lima orang yang selalu hadir dan yang lain hanya akan mampir sebentar, lalu pergi.
Siapa lagi kalau bukan Leon, Eros, Jerome, Arsen, dan Caesar yang memang sudah tahu soal Guardian sejak awal. Tidak seperti yang lain, mereka yang baru mengetahuinya sejak pertemuan dengan Sang Bulan hanya diam dan seakan tak peduli dengan takdir yang mengikat jiwa dan tubuh mereka.
"Cobalah mengerti tentang takdir ini," ucap Arsen lagi membuat telinga Lucas berdengung sakit.
"Bisakah kau tak menggangguku!" Lucas kesal dengan wajah marahnya.
Arsen terdiam, dia menatap Lucas yang tengah marah padanya. Ternyata memang sulit menghadapi sikap dari Zodiak Aquarius yang terkenal tak menyukai hal-hal kuno. Bahkan Arsen selalu diusir dan dicaci maki setiap saat ketika dia membahas soal takdir mereka.
"Cukup, aku muak dengan ucapanmu itu!" Lucas kembali menunjukkan rasa kesalnya. Dengan tatapan dingin dan menunjuk wajah Arsen yang terlihat begitu terkejut.
"Aku tahu kau tidak mempercayai hal kuno seperti ini, tapi aku yakin kau akan mendapatkan keberuntunganmu secepatnya." Arsen berucap pasrah, mulai lelah dengan sikap Lucas.
"Kalau kau mau tahu, tidak hanya kau saja yang perlu aku yakinkan, masih ada Guardian lain yang perlu aku yakinkan." Lagi, Arsen sepertinya memang sudah lelah.
"Aku pergi," ucapnya untuk yang terakhir membuat Lucas menghela nafas berat.
Setelah kepergian Arsen, Lucas mulai berpikir soal takdir kuno yang dibicarakan Arsen. Apa maksud takdir itu sebenarnya? Apa dia tak bisa menentang takdirnya? Jika keberuntungan itu memang ada, kenapa sudah empat hari sejak pertemuan dengan Sang Bulan dia masih belum mendapatkannya.
"Huh... sudahlah, bikin pusing saja."
Lucas mulai melangkah pergi, meninggalkan ruang kelasnya. Dia lelah menghadapi sikap Arsen selama hampir lima jam, berurusan dengan hal-hal menyebalkan seperti ini. Kenapa tidak orang lain saja? Kenapa harus dia yang mendapatkan takdir yang menyusahkan seperti ini.
"Sekarang aku bisa istirahat," ucap Lucas tersenyum cerah.
Dia pergi menuju asramanya, di sana dia melihat teman sekamarnya yang sedang membaca buku soal sejarah Zodiak Aquarius dengan tenang sampai manik hitamnya menatapnya dengan wajah bingung.
"Lucas kau sudah kembali. Dimana pria imut yang selalu mengikutimu itu?"
"Sudahlah jangan bicarakan pria aneh itu," balas Lucas langsung memasuki kamarnya.
"Huh.. kebiasaan, sulit sekali mendekatinya," ucap Heli kembali membaca buku.
Di dalam sana Lucas membaringkan tubuhnya di tempat tidur, kedua matanya tertutup, namun kerutan di dahinya menandakan bahwa dia tidak bisa tidur.
"Apa yang aku pikirkan," ucap Lucas membuka matanya lagi di saat bayangan Arsen muncul di pikirannya.
Dimana Arsen yang selalu percaya akan takdir itu, dimana Arsen selalu mengikutinya, dimana Arsen selalu mengatakan soal takdir mereka, membuat Lucas muak. Tapi entah kenapa dia seakan sedikit tertarik dengan takdir itu. Apakah sekarang dia mulai mempercayai hal kuno itu? Atau dia hanya lelah dengan sikap sok dekat Arsen.
"Akh.. menyebalkan," ucap Lucas mengacak rambutnya kesal.
Sebuah suara membuat Lucas terduduk, bahkan dirinya menatap seluruh isi kamarnya namun tak menemukan apa pun di sana. Suara itu terdengar pelan, tapi begitu dingin dan kuat, entah kenapa perasaannya jadi tidak tenang saat melihat jendela kamarnya.
"Guardian."
Dengan perlahan dia mulai melangkah kakinya untuk mencoba keluar kamar. Tapi lagi-lagi suara itu muncul dan dia tak menemukan siapa pun di kamarnya. Hembusan angin yang kencang dan tiba-tiba itu membuat Lucas menoleh, menatap terkejut akan jendela kamarnya yang terbuka lebar.
"Siapa di sana?" Teriak Lucas yang sudah ketakutan.
"Guardian." Lagi-lagi hanya suara itu yang membuat Lucas semakin takut.
"Heli!" Teriak Lucas mencoba berlari menuju pintu namun matanya sangat perih membuat dia tidak bisa melihat dengan jelas.
Lucas terjatuh di lantai kamarnya, bahkan dia hanya bisa mendengar tanpa bisa melihat siapa yang melakukan hal ini. Suara langkah kaki membuat Lucas semakin takut, mencoba mencari pintu sampai dia berhasil memegang ganggang pintu.
"Aku mohon pergi!" Lucas mencoba membuka pintu namun sulit terbuka.
Lucas memukul pintu berulang kali, berharap Heli mendengar dan menolongnya. Tapi semua itu sia-sia Heli tak mendengarnya sama sekali, apakah orang itu yang membuat suaranya tak bisa didengar Heli. Pikiran-pikiran negatif mulai muncul, tapi dia masih berusaha untuk keluar dari kamarnya.
"Terima takdir ini."
"Jangan lari, semua akan baik baik saja."
Lucas berteriak lagi, dia tidak suka jika ada orang yang memberinya perintah. Dia tidak tahu siapa itu dan dimana dia sekarang tapi dia sangat ingin memukul orang itu dan membuatnya berhenti mengatakan hal-hal bodoh itu padanya.
"Diam kau! Pergi!" Teriak Lucas lagi sampai terdengar suara tawa yang mengejeknya.
"Ini takdirmu." Setelah suara itu Lucas pingsan di depan pintu kamarnya.
"Akhirnya terbuka," ucap Heli menyeka keringat di dahinya.
"Lucas," kaget Heli membawa Lucas yang pingsan ke tempat tidurnya.
Heli terlihat khawatir, dia memutuskan untuk pergi menemui Arsen yang menurutnya harus tahu soal ini. Heli berlari keluar mencari Arsen dan membawanya ke dalam kamar milik Lucas.
"Lucas!" Kaget Heli dan Arsen bersamaan saat melihat Lucas sudah duduk dengan tenang di tempat tidurnya.
Lucas menoleh dengan pelan menatap terkejut bahwa tidak hanya Heli yang masuk ke kamarnya, namun teriakan dari Heli dan Arsen membuat Lucas terkejut dengan reaksi mereka yang berlebihan. Lucas hanya menatap bingung akan sikap mereka, sampai Heli bersuara dan membuat tubuh Lucas membeku.
"Bola matamu...."
Heli tak bisa melanjutkan ucapannya membuat Lucas berdiri dan mendekati cermin yang ada di kamarnya. Wajah terkejut jelas terlihat di wajahnya, bahkan dia sampai melangkah mundur dengan pelan. Tangannya terangkat, menyentuh bagian wajahnya dengan fokus tatapan mengarah pada kedua bola matanya.
Tidak masuk akal.
"Apa yang terjadi dengan mataku!"