Chereads / Infinity | Re-Publish From Wattpad / Chapter 11 - (cold) 8+

Chapter 11 - (cold) 8+

» Ini memang bukan sebuah akhir, namun aku ingin semuanya berakhir sekarang.

Minggu olimpiade sains telah terlewati, dengan Aldyan juara satu dan Giovanna masih tetap posisi kedua.

2 minggu, banyak yang terlewatkan oleh Giovanna. Robin dan Shakira yang menjadi trending topic di kelas, Shakira yang sudah mulai mendekat ke Aldyan, Nazo yang mengikuti lomba matematika, paskibra sekolah menjadi juara umum, sudah ada 3 pasang calon ketos-waketos, entah sejak kapan Giovanna menjadi populer akibat olimpiade sains dan gosip sedang dekat dengan Arka, dan yang terakhir Arka meminta jawabannya nanti sore.

Tapi ada satu hal yang tidak pernah ia dengar lagi kabarnya, Ravino. Ya, ia tidak mendengar apapun dari Ravino. Bahkan ia tidak di beri sekedar ucapan selamat atau apa darinya, padahal Ravino selalu aktif jika ada sesuatu dari nya.

Giovanna masih sibuk dengan tugas tugas akhir nya, tidak hanya Giovanna, tapi seluruh kelas juga sama. Mereka pulang lebih sore karena persiapan UAS 1 bulan lagi.

Masih 1 bulan, rajin bener dah ya.

Saat Giovanna menuju ruang guru untuk memberi tugas individu nya, Arka mengikuti nya dari belakang.

"Gue minta jawaban." Ucap Arka.

Giovanna tidak saar keberadaan Arka. Giovanna menggeleng, "Gak boleh Bin, ini tugas individu. Kerjain sendiri." Ucap Giovanna yang menyangka Arka adalah Robin sebagai langganan mencontek.

Gak nyontek, gak asik. –motto Robin.

"Ha? Robin?" Tanya Arka dengan cengo.

"Maaf, gue kira Robin." Ucap Giovanna mempercepat langkahnya.

"Terus, jawaban lo apa? Gue udah nunggu 3 minggu loh. 1 minggu lagi gue nunggu, dapet piring cantik bulanan deh kayaknya." Ucap Arka yang mensejajarkan langkahnya dengan langkah Giovanna.

Giovanna sedikit bingung hendak jawab apa, "Ini masih di sekolah." Ucap Giovanna.

"Gak papa lah, udah sore ni. Udah jam 4, masa lo belum ngasih jawaban ke gue sih?" Tanya Arka.

Giovanna tidak menjawab dan langsung memasuki ruang guru dan menuju kursi Mr. Uno.

5 menit setelah selesai, Giovanna bingung harus lewat mana, karena pasti Arka menunggunya di luar. Jika ia keluar lewat belakang, itu sama saja akan melewati Arka.

Dan akhirnya, Giovanna lewat pintu belakang. Arka yang melihatnya, langsung mengejarnya dan berhasil menahan Giovanna agar tidak menjauh. "Jadi jawaban nya apa?" Tanya Arka.

Giovanna masih menggeleng, "Ini masih di sekolah." Jawabnya.

"Ya emang kenapa? Gue cuma mau denger iya atau enggaknya dari elo Gi." Ucap Arka menatap ke dalam mata kopi milik Giovanna.

Dari arah lain, Shakira sudah melambaikan tangannya dan hendak memanggil Giovanna, namun ada seseorang yang menariknya ke balik mading.

Saat Shakira hendak marah, tapi tidak jadi karena yang menariknya Aldyan. "E-eh k-kenapa?" Tanya nya menjadi gugup seketika karena wajah mereka berdekatan.

"Jangan berisik, liatin tuh." Ucap Aldyan yang tidak mengalihkan arah pandangnya dari Giovanna dan Arka.

Shakira mengikuti arah pandang Aldyan dan ia pun menangkap dua sosok orang yang di kenal.

Giovanna diam, walaupun ia sudah memiliki jawaban untuk itu. "Jawaban gue...iya." hal itu membuat Arka senang sekali.

"INI GUE GAK MIMPI ANJEER?!!" Tanya Arka dengan tidak berkedip sama sekali.

Giovanna diam sembari mengangkat sebelah alisnya.

Arka memerhatikan Giovanna dengan sangat lekat, "Ya Allah akhirnya!" Ucap Arka yang sudah tak tahan ingin teriak saking senangnya.

Giovanna hanya diam sembari memerhatikan gerak gerik Arka yang sudah mondar mandir kesana kemari.

"YA ALLAH, DEMI INI MASIH KAYAK MIMPI. ATAU JANGAN-JANGAN KHAYALAN GUE DOANG YA?" Ucap Arka dengan suara lantang, ketambah koridor di sana sepi.

Giovanna memutar bola matanya malas, dan berjalan meninggalkan Arka yang masih tidak karuan disana.

Sedangkan di sisi lain, ada dua orang lawan jenis yang sedang memperhatikan kejadian kasat mata tanpa di sadari oleh pelakunya.

"Temen gue udah gak jomblo, terharu." Ucap Shakira drngan dramatis. "Lah gue kapan kayak gitu ya Allah?" Tanya Shakira dengan ekspresi sok sedih.

"Emang punya gebetan?" Tanya Aldyan yang masih memperhatikan sang pelaku kejadian.

"A-ah itu...a-ada kok." Ucap Shakira yang mulai kembali sadar ke dunianya.

"Ya bikin peka lah." Ucap Aldyan dengan wajah datarnya.

"G-gue bingung mau bikin dia peka kayak gimana." Ucap Shakira merutuki dirinya sendiri.

"Nyatain langsung aja." Saran Aldyan.

"Aduh, harga diri gue anjlok kalo gitu mah." Ucap Shakira yang sudah bisa berbicara dengan lancar.

Aldyan menatap Shakira sekilas, "Ya terus lo maunya gimana? Gak semua cowok peka sama kode, di pikir peramal apa." Ucap Aldyan yang kembali memerhatikan 2 insan yang tak jauh dari hadapannya.

"I-iya juga sih." Ucap Shakira

Terjadi keheningan diantara mereka berdua, sampai 2 orang yang tadi mereka amati sudah melewati koridor sama sama menuju kelas masing masing.

"E-eh? Aldyan mau kemana?" Tanya Shakira yang bingung karena Aldyan tiba tiba saja pergi tanpa mengajaknya, lah emang dia siapanya Aldyan?

"Kelas." Ucap Aldyan dengan nada suara datar tanpa menoleh ke belakang.

Akhirnya Shakira ikut mengekor di belakangnya yang juga menuju kelas.

+×÷

Sesampainya Arka di kelas, diikuti oleh Aldyan di belakangnya, "Pj soto Bujas dong." Ucap Aldyan.

Ucapan Aldyan itu membuat seisi kelas menoreh ke arahnya dengan tatapan bertanya tanya.

Dengan santainya, Aldyan duduk di kursinya dengan manis dan hanya memberitahu 3 orang temannya yang sudah tak waras lagi.

"WEEH ANJEER, LIST KEBUTUHAN GUE MINGGU INI: PERTAMA, MIE AYAM BUAT SORE; KEDUA, NASI GORENG BUAT MALEM; KETIGA, UDUK BUAT BESOK PAGI; KEEMPAT, NASI PADANG BUAT SIANGNYA; KELIMA, SATE BUAT SORENYA; KEENAM, AYAM BAKAR BUAT MALEMNYA, DAN INTINYA, TRAKTIR GUE SEMINGGU GUE JAMIN IDUP LO PENUH SEGSARA. Nah itu aja pj nya, gak neko-neko gue mah." Ucap Nazo dengan bangga pada diri sendiri.

"Gue sih lebih simple dari Nazo, cuma bawain martabak spesial depan simpangan tiap malem selama sebulan." Ucap Jay dengan wajah datar.

"Ribet amat idup lo tong! Gue lebih gampang, kasih makan Jansen sama Switsal aja sebulan." Ucap Alian yang menambah beban pikiran Arka.

Pasalnya, 2 kucing peliharaan milik Alian itu memakan makanan resto. Jansen hanya menyukai salmon dan susu sapi berkualitas. Sedangkan Switsal menyukai semua jenis ikan dalam sushi.

"Sengsara bener dah idup gue, boleh mati aja gak?" Tanya Arka memelas kepada empat kawannya.

"Emang jadian sama siapa ni bocah?" Tanya Jay tidak memperdulikan keluhan Arka.

"Ya siapa lagi?" Tanya Aldyan malas.

"Siapa? Teya?" Tanya Nazo.

"Hah? Rachel?" Tanya Alian.

"Si Venny, kah?" Tanya Jay.

"Atau jangan-jangan Axel? Hmm." Ucap Aldyan ikut mengintimidasi.

"Hmm, pintar pintar bodoh." Ucap semuanya serempak.

"Gue...sama Giovanna." Ucap Arka yang membuat ke-tiga temannya berpelukan senang campur terharu seperti sedang mendapatkan kemenangan di piala dunia. Hanya Aldyan yang tidak ikutan, karena sedang waras.

"Misi sukses dong bro?" Tanya Jay.

"Alhamdulillah, lagi program 2 anak lebih baik." Ucap Arka melantur.

"Jangan di sia-siain bro, dia cewek baik-baik." Ucap Aldyan.

Arka menanggapi nya dengan tersenyum kikuk.

Sampai tiba tiba Shakira menghampiri kelas mereka, "Maaf," Ucap Shakira dengan tergesa gesa.

"Ada apa neng?" Tanya Jay.

"Mau ngomong bentar sama Arka." Ucap Shakira yang masih berdiri di depan pintu kelas X-5.

Arka yang merasa terpanggil, bangkit dan berjalan menuju Shakira.

"Baru jadian, masa temen nya mau lo embat, Ka?" Celetuk Nazo dari dalam kelas sambil tertawa.

"Kenapa?" Tanya Arka.

"A-anu, G-giovanna...pingsan." Ucap Shakira terbata.

"HAH?! Temen kelas ada yang tau gak? Udah dibawa ke UKS?" Tanya Arka yang langsung bergegas menuju kelas X-3.

"Gaada yang tau, baru gue doang, makanya gue ngasi tau lo buat bawa dia ke UKS, gue mau beliin dia makan." Ucap Shakira yang langsung menuju kantin tanpa persetujuan dari Arka.

Arka memasuki kelas Giovanna, dan langsung membawa Giovanna ke dalam gendongannya. Hal itu membuat seisi kelas Giovanna terheran melihatnya.

Arka tidak peduli dan segera membawa Giovanna ke UKS.

Setelah sampai UKS, Giovanna di periksa oleh penjaga UKS. Tidak lama dari itu, Shakira datang membawa bubur dan teh hangat, lalu pamit pergi agar Arka bisa memiliki waktu berdua dengan Giovanna.

30 menit berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Keadaan sekolah sudah sepi, dan tinggal beberapa murid yang mengikuti ekskul yang masih berada di sana.

Giovanna mengerjapkan matanya yang terasa perih, dilihatnya atap berwarna biru yang terlihat asing seperti bukan kamarnya.

Dan ia mendapati Arka sedang memerhatikannya dalam diam. "Lo ngapain disini?" Tanya Giovanna yang melihat Arka sedang menemaninya.

"Gue khawatir sama lo." Ucap Arka sembari menundukkan kepalanya.

"Magh gue kambuh, itu doang." Ucap Giovanna.

"Trus itu luka di sikut kenapa?" Tanya Arka dengan tatapan sendu.

"Ini kepeleset di kamar mandi, lo grepe-grepe gue ya?" Tuduh Giovanna dengan kilat mata yang tajam.

"Jangan boong." Ucap Arka.

"Beneran kok." Ucap Giovanna.

"Trus itu kaki kenapa lecet?" Tanya Arka lagi.

"Ini karena jatoh dari motor Shakira." Jawab Giovanna.

"Terus jidatnya kenapa?" Tanya Arka lagi dan lagi.

"Ck, kepentok pintu. Ngapa nanya mulu sih?" Ucap Giovanna dengan kesal.

"Kan gue emang reporter pribadi lo." Ucap Arka.

"Yaudah ayo balik." Ajak Giovanna yang langsung berdiri, dan itu malah membuat kepala nya langsung terasa ingin pecah.

Giovanna memegangi kepala nya, sementara Arka mencoba mendorongnya pelan agar terduduk di sana. "Minum dulu, makan dulu, minum obat, baru balik." Ucap Arka menyodorkan teh yang sudah dingin dengan bubur dan obat magh.

Giovanna hanya mengangguk pasrah dan melakukan semuanya.

+×÷

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tubuh Giovanna terasa sangat remuk. Luka di sekujur tubuhnya belum juga sembuh, sudah di timpal dengan luka baru di beberapa bagian tubuhnya yang lain.

Ia butuh udara segar, ketambah ia tidak ingin membuat abangnya khawatir karena melihatnya terluka.

Giovanna pergi melewati tangga di balkon kamarnya yang juga kadang Arka pakai untuk menuju kamarnya.

Tangga tersebut bukanlah tangga yang di persiapkan oleh Arka, namun tangga milik papa nya yang yang kebetulan di taruh di sana.

Giovanna keluar rumahnya dan berjalan entah hendak kemana.

Ia merasa kakinya sudah pegal akibat berjalan selama 30 menit tanpa istirahat. Ia tidak tahu sedang berada dimana, yang jelas ia hanya ingin menuju kursi taman yang terlihat dengan jarak 10 langkah darinya berdiri.

Ia kesana dan duduk dengan tenang disana.

Belum ada 5 menit ia terduduk di sana, tiba tiba saja ada suara deru motor yang mendekat, ia takut kalau itu anak jalanan yang iseng dan akan menggodanya.

Giovanna membuka mata, dan ternyata dugaan nya salah. Tidak ada rombongan anak jalanan maupun geng motor di sana. Hanya ada seorang lelaki bertubuh tegap menghampirinya.

"Giovanna?" Terdengar suara lelaki itu memanggil namanya.

Suara yang sangat jelas ia kenal, dan sudah lama ia tak melihatnya.

Giovanna mendongak dan dugaannya benar kali ini. Lelaki itu terkejut melihat wajah Giovanna yang sudah penuh dengan luka.

Giovanna yang sadar, langsung mengalihkan wajahnya agar tidak terus menerus di perhatikan oleh Ravino.

Hal itu malah membuat Ravino duduk di sebelahnya, "Gi, lo mau kemana? Kok sendiri malem malem gini? Muka lo kenapa? Jangan jangan luka di tubuh lo lebih banyak?" Tanya Ravino bertubi tubi.

"Gue gak papa." Ucap Giovanna singkat.

"Cewek gitu ya, udah jelas jelas kenapa napa, masih tetep aja bilang gak papa. Nanti kalo si cowoknya udah pasrah, dibilang kagak peka. Pikirannya bikin rumit." Ucap Ravino tak habis pikir.

Giovanna hanya membuang napas nya dengan gusar.

"Arka mana? Dia pacar lo kan?" Tanya Ravino membuat Giovanna terkejut, karena belum ada satu hari ia jadian dengan Arka, masa beritanya sudah menyebar?

"Ah iya, gue belum hubungi dia." Ucap Giovanna membuka ponselnya.

Ternyata benar ya, gue cuma bayangan buat lo. Gue bukan finish bagi lo, gue cuma penambah warna, tapi bukan untuk permanen.

Batin Ravino dengan tersenyum kecut.

Giovanna terlihat fokus dengan ponselnya, ia sedang menghubungi Arka.

"Lo ngapain disini? Ini udah malem, lo pulang sama Arka?" Tanya Ravino sembari memerhatikan langit yang cerah dengan taburan bintang dan satu bulan disana.

"Gue...cuma butuh udara, gue cuma mau bernapas lega. Dan...gue gak tau ini dimana, dan pulang sama siapa." Ucap Giovanna terdengar menyedihkan.

Karena pasalnya, saat ia menghubungi Arka yang janjinya ingin mengajaknya jalan malam itu, Arka membatalkannya lantaran dilarang oleh ayahnya karena terlalu sering keluar malam.

"Yaudah ayo balik, gue anter." Ucap Ravino yang sudah bangkit dari duduknya.

Giovanna mengangguk dan mengikuti arah jalan Ravino yang menuju motor sport miliknya.

Perjalanan lebih singkat, yaitu sekitar 15 menit. Giovanna turun dari motor Ravino, "Makasih." Ucap Giovanna singkat dan menuju rumahnya.

Langkahnya terhenti ketika Ravino memangilnya, "Gi," Panggil Ravino membuat Giovanna menoleh.

"Gak mau cerita?" Tanya Ravino.

Giovana menggeleng dengan tersenyum dan berterima kasih lagi kepada Ravino.

Saat Ravino telah benar benar pergi, Giovanna mulai menaiki tangga yang langsung menuju kamarnya.

Setelahnya, ia keluar kamar karena abangnya memanggil. "Papa mana?" Tanya Giovanna saat hanya melihat abangnya sendirian sedang menonton bola.

"Di ruang kerja kayaknya." Ucap Diego tanpa mengalihkan pandangannya. "Beliin batagor di depan dek, sama es dawet." Ucap Diego.

"Ogah." Tolak Giovanna.

"Gue traktir elah." Ucap Diego yang masih menatap layar TV di depannya dan mengeluarkan selembar uang 50 ribu.

"Yaudah sini, lu batagornya berapa?" Tanya Giovanna.

"2 bungkus aja. Lo juga jangan makan banyak banyak, kan udah malem. Gendut bahaya loh." Ucap Diego.

"Bilang aja gak ikhlas." Ucap Giovanna mengambil jaket di kamarnya.

"Paham ja kamu teh." Ucapnya sembari mengunyah keripik kentang.

Giovanna keluar rumahnya dan menuju penjual batagor yang bersebelahan dengan penjual es dawet.

Sebelum menyebrang, ia melihat pemandangan yang sekitar hanya 10 meter darinya, yaitu di tempat penjual soto.

Ia melihat Arka bersama seorang perempuan sebaya nya tengah asik tertawa bersama dan saling melontarkan candaan.

Padahal baru tadi siang loh anjir.

Batin Giovanna dengan kecewa.

Setelah diamati, ternyata perempuan yang sedang bersama Arka itu Axel. Ya, dia mengenalnya karena sering bertemu.

Giovanna segera menuju tempat yang seharusnya ia tuju.

Setelah semua pesanan nya sudah selesai di bungkus, Giovanna segera berbalik menuju rumahnya.

"Nih Bang." Ucap Giovanna menyodorkan es dawet dan batagor pesanan abangnya, dan tak lupa kembaliannya.

"Kok kembaliannya banyak amat dek?" Tanya Diego. "Lo gak beli?" Sambung Diego.

Giovanna menggeleng dan segera menuu kamar.

"Yah baper, jangan ngambek Dek." Ucap Diego yang sedang menyedot es dawet.

"Gak, gue cuma gak ada selera makan." Ucap Giovanna melanjutkan jalannya.

"Yaudah disini aja temenin gue." Ucap Diego melihat ke arah adiknya.

Giovanna mengangguk menyetujuinya, karena ia tidak tahu di kamar harus apa.

Saat gol tercetak oleh tim yang di dukung oleh Diego, Giovanna malah menitikan air matanya.

"Lo kenapa Dek? Ohh, tim yang lo dukung kalah ya?" Tanya Diego.

Giovanna menggeleng dan menyenderkan kepalanya di pundak Diego.

"Tumben nih, biasanya kalo di sentuh marah-marah aja kayak anjing diambil tulangnya." Ucap Diego yang sama sekali tidak di hiraukan oleh  Giovanna.

Karena merasa nyaman, Giovanna malah tertidur di pundak Diego.

Karena bola yang di tonton nya sudah selesai, Diego mengangkat tubuh Giovanna untuk di pindahkan ke kamar adiknya.

Saat ia menaruh tubuh adiknya ke tempat tidurnya, ia melihat beberapa goresan luka di wajah adiknya, ia juga melihat luka baru di lengan dan kaki adiknya.

Karena panik, Diego membangunkan Giovanna. "Gi, Gi, bangun dulu." Ucap Diego sedikit mengguncangkan bahu Giovanna pelan.

Hal itu malah membuat Giovanna mengerang kesakitan, "Astagfirullah, lo kenapa sih?" Tanya Diego yang masih berusaha membangunkan Giovanna.

Giovanna bangun dan menatap aneh kepada Diego.

"Ini tangan kenapa? Muka lo kenapa? Pas tadi gue bangunin lo, terus pegang pundak lo, kenapa lo kesakitan? Ini semua luka kenapa?" Tanya Diego yang terlihat marah dan khawatir disana.

Giovanna malah jadi khawatir karena takut Diego mencari tahu yang sebenarnya, "Tangan sama pundak, jatoh dari kamar mandi. Kaki karena jatoh dari motor Shakira. Kalo muka karena di cakar siput Shakira." Ucap Giovanna dengan gugup yabg di samarkan.

"Jujur aja, gue abang lo tapi kayak orang asing aja tau gak?" Ucap Diego. "Siput?" Tanya nya dengan heran.

Giovanna kelabakan karena takut ketahuan, "Kucing maksudnya." Ucap nya sembari melebarkan senyum palsu.

"Jujur apa susahnya Giovanna?" Tanya Diego melembut.

Giovanna menelan air liurnya dengan susah payah, "I-itu...udah jujur kok." Ucapnya.

Diego menghela napas lelah, "Kita udah hidup bareng selama 16 tahun kurang, kita punya ikatan darah daging, kita saudara, sudah seharusnya saling jujur dan menceritakan masalahnya kita. Tapi kalo masih gak mau jujur, gue bakal cari tau sendiri." Ucap Diego yang mengambil kotak P3K yang ada di kamar mandi Giovanna.

Diego membersihkan luka dan memberinya plester.

Setelah semuanya selesai, "Selamat tidur." Ucap Diego sembari mencium kening Giovanna dan mematikan lampu kamar adiknya.

+×÷