—Mungkin pertemuan kita hanya sebatas 'kebetulan' bukan untuk 'kelanjutan'.
Giovanna terbangun di pagi buta karena suara notifikasi dari ponsel nya yang sengaja tidak ia matikan.
Di lihat ponsel miliknya, terdapat pesan yang belum dibaca dari nomor asing.
From: (+62) 856-1301-XXXX
Diberitahukan untuk bagi yang sudah mengikuti tes untuk memasuki jurusan IPA, hasil tes sudah dapat dilihat di mading sekolah.
Terima kasih.
-Bintang Ravino Fahrenza.
[read: 5.29 AM]
Giovanna hanya membaca nya dan langsung bersiap siap untuk pergi ke sekolah.
Giovanna masih ingin tidur pulas, namun kewajiban nya sebagai murid harus ia laksanakan dengan baik.
Giovanna langsung mandi dan memakai seragam sekolahnya, saat ia membuka history pesan nya, ia tersadar bahwa yang mengiriminya pesan adalah Ravino.
Jangan geer, dia juga nge-chat anak yang lain.
Giovanna berusaha meyakinkan dirinya dan menepis pikiran pikiran tentang hal hal aneh yang muncul dan mengotori otaknya yang sudah lama ia jaga agar tidak memikirkan orang lain selain Tomas Brodie Sangster.
Jam yang telah bertengger di lengannya baru menunjukkan pukul 6.05 AM, namun ia sudah siap berangkat ke sekolah bersama supirnya. Karena jika ia berangkat bersama kakaknya, maka ia akan masuk ke kelas 5 menit sebelum bel berbunyi.
Kakaknya memang berbeda 1 tahun dengannya. Ia sekarang kelas XI MIA 3, tak banyak orang yang mengetahui bahwa seorang most wanted sekolah, kapten basket, yang juara saat mengikuti lomba olimpiade, mempunyai seorang adik perempuan yang sama sekali tidak populer seperti kakaknya.
Giovanna tahu bahwa kakaknya sangat di kagumi oleh banyak kaum hawa, oleh karena nya ia tidak ingin menjadi sorotan dengan cara menutupi bahwa ia bukan lah adiknya.
Hanya beberapa orang tertentu yang mengetahui hubungan kakak-beradik ini, yaitu hanya teman SMP yang kebetulan memasuki sekolah yang sama.
Giovanna sampai di sekolah saat pukul 6.15 AM, dimana keadaan sekolah masih sepi, apalagi kelasnya yang sudah seperti ruang dengan kedap suara.
Baru 5 detik ia duduk di kursinya, ia seakan ingat sesuatu yang sempat terlupakan. Dan saat ia sedang berusaha mengingat hal tersebut, otaknya buyar akibat celoteh nyanyian seseorang yang terdengar sangat riang gembira seperti anak TK yang sedang bernyanyi seolah tidak memiliki beban.
"Hai Giovanna! Hayo ini pagi pagi jangan ngelamun aja, mending ke mading yuk liat nilai kamu ke berapa." Ucap Ravino yang sedikit membuat Giovanna terkejut akibat tiba-tiba muncul di pintu kelasnya.
Karena di ingatkan nilai, Giovanna baru ingat bahwa tujuan ia datang lebih awal untuk melihat nilainya berada di urutan ke berapa, jika ia datang siang seperti kakaknya maka ia harus berdesakkan bersama murid murid yang lain nya dan itu membuat nya sesak nafas.
Giovanna bangkit untuk melihat nilainya, ia berjalan bersama Ravino di koridor yang sepi. Sedari tadi, Ravino hanya bernyanyi riang mengikuti alunan musik yang di dengarnya melalui earphone yang terpasang.
Ravino mencopot satu earphone nya, "Penasaran deh sama nilai orang yang suka ngelamun." Ucapnya sambil tersenyum mengejek.
Giovanna hanya memutar bola matanya malas akibat ejekan dari Ravino.
Sesampainya di mading sekolah, disana terpampang beberapa kertas urutan nama dengan nilai di samping sebelah kanan. Ada beberapa jurusan, dan Giovanna hanya terfokus dengan jurusan IPA.
Dilihatnya yang masuk jurusan IPA lumayan banyak, yaitu sekitar 150 orang untuk 5 kelas.
Ia melihat dari urutan paling bawah, yaitu urutan ke-150, sedangkan Ravino melihat dari urutan pertama. "Nama lu Giovanna Ēquirrel 'kan?!" Tanya Ravino sedikit nyaring padahal Giovanna berada di sebelahnya, mungkin efek memakai earphone dengan volume yang keras.
"Iya." Jawab Giovanna yang masih terfokus dengan nama nama dari urutan terbawah.
Terjadi keheningan sejenak diantara mereka berdua, sampai Ravino yang tiba tiba saja berbicara dengan suara nyaring. "Gi! Lu ada di urutan ke dua setelah Aldyan kelas X-5! Keren Gi demi lu kayak abang lu gini ya. Congrats ya! Pertahanin nilainya, jangan ngelamun terus. Diem diem kayak curut tau gak sih?" Ucap Ravino sambik tertawa akibat kalimat terakhirnya dan mengacak acak rambut Giovanna.
"Oh iya! Kayaknya entah kapan, 5 urutan teratas bakal di panggil ke ruang kepsek." Ucap Ravino dengan ekspresi wajah yang se-serius kentang.
Giovanna hanya terdiam memandang nilainya, dan mengalihkan nya untuk memandang ke dalam mata Ravino dengan wajah yang seolah olah bertanya 'kenapa?'.
Ravino mengangkat bahunya pelan, "Yaa, biasalah setiap taun 'kan pasti diadain olimpiade, nah sekolah kita sering menang jadi juara umum, dan yang di pilihnya biasanya 5 teratas pas tes masuk jurusan." Jelas Ravino yang ditanggapi oleh Giovanna dengan anggukan kepala.
Giovanna melihat sudah beberapa murid berdatangan, ia tidak nyaman jika di pandang sedang berbicara berdua bersama seorang lelaki, kakak kelas pula. "Duluan kak." Ucap Giovanna sambil menunduk dan berjalan menuju kelasnya.
Ravino mengangguk dan menyinggungkan senyum jahil, "Jangan nunduk aja, awas nanti malah jatoh." Ucapnya sambil terkekeh dan menuju koridor kelas XI IPA.
Bukannya kalo nunduk malah lebih bisa berhati hati agar tidak jatoh? Entahlah.
Giovanna menggidikkan bahunya dan langsung memasuki kelasnya yang langsung di sambut dengan celoteh panjang nan berisik, siapa lagi kalau bukan milik Shakira, si ember bocor.
+×÷
Entah saking santainya atau malah memang jatuhnya jadi kebluk, Arka baru saja bangun padahal jam sudah menunjukkan pukul 6.20 AM. Seperti biasanya, ia baru mandi untuk bersiap siap ke sekolah.
20 menit sudah terlewatkan dengan digunakan untuk mandi dan memakai seragam sekolah, Arka turun menuju ruang makan dan sekarang ia sudah tidak lagi menanyakan tentang ayahnya. Ia merasa bodoh selama ini karena telah menanyakan hal yang tidak pasti keberadaanya.
Hampir 2 tahun terakhir, hal yang ia tanyakan saat di pagi hari itu semuanya sama, tidak berubah sama sekali. Namun kali ini, ia berubah karena ia sudah merasa bahwa ia tidak lagi dibutuhkan oleh ayahnya.
Setelah selesai sarapan, ia langsung pamit kepada Bi Rani dan pergi melesat ke sekolahnya.
Sesampainya di sekolah, ia teringat bahwa hasil tes sudah di paparkan di mading sekolah. Bukannya menuju kelas untuk menaruh tasnya, Arka malah langsung pergi menuju ke mading sekolahnya yang berada tidak jauh dari kelasnya.
Dilihatnya hamparan nama dengan nilai hasil tes, ternyata ia berada di urutan ke-9 dari 150 murid. Termasuk hebat untuk ukuran ini. Nampak pada urutan pertama, sohibnya yang memang sangat cerdas. Dan di urutan kedua, orang yang ia sebut sebagai 'gebetan' itu.
Doi pinter, kalah gue kalah.
Arka tersenyum dan melangkah pergi menuju kelasnya sambil tersenyum dan jingkrak-jingkrak seperti anak TK.
Arka terlihat begitu terang dan mencerahkan sehingga jatuhnya malah menjadi silau.
"Orang bego nyalain senter saat matahari memancarkan sinarnya yang sangat terik." Ucap Aldyan yang terkena senter dari ponsel Arka.
Alian berdecak kesal, "Silau tulo!" Ucapnya yang sudah menyipitkan matanya.
Nazo malah bergoyang dengan bernyanyi, "Tulo gak bolong tulo banget lo, tulo!" Ucap nya sambil mata sipit akibat senter yang entah untuk apa di nyalakan.
"Fullo goblok, ganti-ganti aja." Ucap Arka dengan wajah tanpa dosa.
Nazo menggelengkan kepala nya tidak habis pikir, "Lo lebih goblok nyalain senter, matiin atau lo yang gue matiin?" Ucap Nazo yang sudah kesal.
Arka mematikannya dan tertawa renyah, receh memang selera humornya.
"Diberitahukan kepada siswa maupun siswi yang namanya terpanggil, harap segera ke ruang kepala sekolah sekarang. Aldyan Daffa kelas X-5; Giovanna Ēquirrel kelas X-2; Chandra Alexander kelas X-1; Joan Key kelas X-3; Arnold Bennedict kelas X-1. Bagi nama yang terpanggil tadi, segera menuju ruang kepala sekolah. Terima kasih."
Terdengar pemberitahuan tersebut, Arka malah sibuk sendiri, "Ya Allah, doi sendirian lagi. Takut di grepe-grepe sama om Aldyan." Ucapnya yang terkesan lebay.
Aldyan bangkit untuk menuju ruang kepala sekolah, "Berisik lo chipmunk. Gue duluan." Ucapnya yang langsung pergi menuju tempat tujuan.
Aldyan menuju ruang kepala sekolah dan ia melihat sosok perempuan di hadapannya yang juga sepertinya menuju ruang kepala sekolah, siapa lagi kalau bukan Giovanna.
"Hai Gi! Udah lama ya?" Tanya nya sambil tersenyum hangat.
Giovanna menoleh dan membalas dengan senyum tipis, "I-iya." Jawabnya sedikit canggung.
Aldyan dan Giovanna berjalan beriringan menuju ruang kepala sekolah, "Lo deket sama kakak kelas kemaren?" Tanya Aldyan yang memang saat dulu mereka sering bertukar pikiran.
"Ha? Engga kok." Ucap Giovanna menggeleng pelan.
Aldyan tertawa kecil, "Kirain deket." Ucapnya sambil memainkan rambutnya.
Giovanna ikut tertawa, "Gak mungkin lah. Dia nya aja yang humble, dibilang deket mah kagak, ketemu aja baru dua kali." Ucap Giovanna dengan tertawa miring.
Aldyan memasang wajah jahil, "Baru dua kali, nanti nanti pasti keseringan." Ucapnya sambil tertawa keras karena melihat hidung Giovanna berubah menjadi merah.
"Engga ih! Apaan sih." Ucap Giovanna yang tertunduk malu.
Aldyan tertawa, "Lo gak berubah ya Gi ternyata, masih humble dan idung masih merah kalo di giniin." Ucapnya.
Giovanna ikut tertawa dan mengangkat bahunya, "Yaa, gue cuma humble untuk beberapa orang tertentu doang."
Aldyan mengangguk setuju, "Yaudah ayo." Ucapnya yang membuka pintu kepala sekolah dengan perlahan.
Disana sudah terdapat 3 murid lain yang di panggil dari beberapa kelas.
Tanpa basa basi, kepala sekolah yang tegas langsung membuka pembicaraan dan alasan mengapa mereka semua terpanggil untuk menuju ke ruangan nya.
Kepala sekolah tersebut menjelaskan semua yang seharusnya di jelaskan sampai sejelas jelasnya.
Saat sudah di beri tahu, ke-lima orang tersebut di bolehkan kembali ke kelas masing masing. Tapi, Giovanna izin untuk berbicara berdua dengan kepala sekolah nya.
"Ada yang perlu di tanyakan? Atau kurang jelas?" Tanya Pak Alfa sebagai kepala sekolah.
Giovanna menarik napas pelan, "Maaf Pak, tapi sepertinya saya tidak akan di bolehkan untuk mengikuti olimpiade oleh Papa saya." Ucap Giovanna dengan raut wajah kecewa, akibat ia sangat ingin mengikuti olimpiade ini.
Pak Alfa mengangguk paham, "Sini nomor Papa kamu, biar saya yang izin langsung." Ucapnya penuh ketegasan tanpa ingin di bantah.
Giovanna mengernyit bingung, "Tapi Pa-" Ucapan Giovanna di potong.
"Udah sini, ngeyel amat kamu." Ucap Pak Alfa seraya meminta ponsel Giovanna untuk meminta kontak papa nya.
Giovanna mengangguk ragu, lalu memberikannya kepada Pak Alfa. "Yaudah, saya akan menghubungi Papa mu nanti, karena sekarang saya sedang sibuk. Silahkan kembali ke kelas." Ucap Pak Alfa yang dijawab anggukkan oleh Giovanna.
Setelah keluar ruang kepala sekolah dengan senang, Giovanna membuang napas dengan lelah dan kembali ke kelas.
+×÷
Shakira sudah menarik narik lengan Giovanna untuk ke kantin bersama nya, "Ayo Gi, gue laper sumpah. Temenin sebentar aja, sedetik." Ucap Shakira dengan memelas
"Mager." Ucap Giovanna dengan pandangan malas.
Shakira bergumam tidak jelas dan langsung ke luar kelas bersama anak perempuan lain. Sedangkan Giovanna di dalam kelas hanya membaca buku novel yang sempat tertinggal di kolong meja miliknya.
Sedang berlarut larut dalam cerita tersebut, tiba tiba ia di kagetkan oleh hadirnya seseorang yang entah sejak kapan.
"Hai nona manis," Sapa Arka yang sudah berada di hadapannya.
Giovanna hanya menanggapi nya dalam diam dan berusaha untuk kembali fokus dengan novel yang ia baca. "Nona manis ikut olimpiade yaa? Wah, semangat ya!" Ucap Arka yang sudah senyum dan nyengir manis.
Giovanna menganggukkan kepala nya, "Hm." Gumam nya yang sama sekali tidak berpaling dari novel nya.
Arka memutar bola matanya malas, "Ah elah nona manis jawabannya irit banget si." Ucap Arka sedikit kesal akibat respon yang di berikan oleh Giovanna.
Giovanna hanya diam pura pura tidak mendengar apa yang Arka ucapkan.
Arka mendesah panjang, "Yaudah gini aja, gue kesini buat ngasih tau ini, gue mau ngajak lo main ML one by one," Ucap Arka dengan kedua alis yang terangkat.
"Nanti kalau gue menang, lo harus date dan nemenin gue selama seminggu. Kalo gue kalah, gue bakal nurut atas semua perkataan lo. Gimana?" Tanya Arka seraya mengharapkan jawaban 'ya' dari Giovanna.
"Gak main ML." Jawab Giovanna dengan ekspresi datar.
Arka malah tertawa, "Gausah bohong, lo udah epic II gue juga tau. Nama ML lo, CEO cmr." Ucap Arka dengan senyum memuaskan.
"Hp gue rusak." Elak Giovanna.
Arka tertawa lagi, "Lo main di PC juga." Ucapnya seraya memegang perut yang sakit akibat terus menerus tertawa.
"Wifi rumah error." Lagi lagi Giovanna memberikan alasan yang kurang bagus dan tidak di pikir lagi.
"Wifi rumah lo baik baik aja, nama jaringannya 'jaringan rusak' kan? Udah lah tinggal bilang iya susah amat." Ucap Arka seraya menepuk pundak Giovanna meyakinkan.
SKAKMAT!
Batin Giovanna yang terkejut karena Arka mengetahui semua nya.
Arka tersenyum penuh kemenangan, "Gue masih GM kok, santai aja. Yang nentuin hero nya juga lo aja." Ucap Arka.
Akhirnya Giovanna mengangguk walaupun ragu apakah ia akan menang atau kalah.
Melihatnya, Arka memekik kencang karena senang, saat ia hendak memeluk Giovanna karena refleks kesenangan, Giovanna langsung memundurkan sedikit tubuhnya.
"Eh, maaf kelabasan." Ucap Arka yang memeperlihatkan sederet gigi putih nan rapi miliknya.
Giovanna hanya mengangguk dan berusaha fokus terhadap novel yang sudah ia baca sejak entah kapan, tapi anehnya tidak pernah baca sampai akhir. Ia selalu baca part nya secara acak.
Argh! Gue bego amat ya, kenapa gue iyain? Gue kalah ini gue kalah.
Giovanna merutuki dirinya sendiri saat Arka sudah benar benar pergi dari hadapannya.
+×÷