Hari Minggu itu mereka berencana untuk menemui Tuan Swastika dan bermain tenis dengannya. Nico berhasil mengatur jadual pertemuan untuk Dave sore nanti.
Oleh karena itu mereka pun bergegas menuju mobil sewaan untuk segera kembali ke hotel dan mempersiapkan diri untuk pertemuan penting tersebut.
Nico memacu kendaraannya dengan kecepatan penuh, ia tak ingin Dave datang terlambat menemui Tuan Swastika. Mobil sesekali terguncang-guncang karena jalan di pedesaan yang mereka lalui masih berupa tanah berbatu-batu. Di depan telah terlihat perempatan jalan raya yang jalannya cukup lebar dan telah diaspal dengan baik.
Sesaat sesudah mobil mereka mencapai perempatan jalan raya tersebut, tiba-tiba dari arah kanan ada mobil jip berwarna hitam menabrak mobil kijang perak sewaan yang mereka tumpangi. Nico membanting setir ke kiri untuk mencoba menghindari mobil jip tersebut dan mobil mereka terperosok ke dalam tanah becek di luar jalan beraspal itu.
Dua lelaki berbadan tegap keluar dari mobil jip hitam itu dan menghampiri Dave dan Nico yang pada saat itu sedang shock dan kaget akan peristiwa yang terjadi.
Nico yang pertama menyadari bahaya yang mengancam mereka berdua. Ia kemudian mengunci pintu dan jendela mobil rapat-rapat serta mulai menstarter mobil.
Kedua orang itu semakin mendekat. Terlihat mereka membawa linggis dan senjata tajam di tangannya. Nico kembali mencoba menstarter mobil kembali. Dave dan Nico saling berpandangan dan mempersiapkan diri akan kemungkinan terburuk yang terjadi.
Tak lama kemudian kedua orang tak dikenal itu menggedor-gedor pintu mobil dan mencoba memecahkan kaca mobil dengan linggis.
"Hey ! Ayo keluar kalian ! Kalau tidak keluar, akan kupecahkan kaca mobil ini !" Ancam lelaki yang berambut cepak kepada Dave dan Nico.
Nico berulang kali mencoba menstarter ulang mobil kijang itu namun tidak bisa, mesinnya mendadak mati karena ditabrak tadi.
"Hey, ada apa ini ? Apa yang terjadi ?" Penduduk sekitar mulai berdatangan dan bertanya dengan curiga.
Dua lelaki tersebut itu tidak menyangka akan kedatangan orang banyak dan tidak mengantisipasi hal itu terlebih dahulu. Tanpa berkata-kata sedikit pun, mereka mengurungkan niatnya untuk mencelakai Dave dan Nico serta langsung mengambil langkah seribu sebelum diketahui niat jahatnya oleh orang banyak.
"Apa kamu memikirkan hal yang sama dengan yang aku pikirkan sekarang Nico ?" Tanya Dave dengan ragu-ragu.
"Benarkah kedua orang yang menyerang kita tadi berasal dari negara kita, Mexico ?" Dave meminta kepastian dari Nico setibanya mereka di hotel.
"Sepertinya begitu, Dave," Jawab Nico mengiyakan.
"Aku seperti mengenal mereka sebelumnya. Umm... Bukan mengenal seperti teman, maksudku... Sepertinya aku amat familiar dengan muka mereka. Serasa aku pernah melihatnya, namun entah di mana..." Dave mencoba mengingat-ingat kembali.
Tiba-tiba Dave melonjak kaget.
"Aku ingat sekarang !"
"Mereka termasuk dalam kelompok orang-orang yang aku pikir menyerangku di Mexico pada hari ulang tahunku !"
Dave teringat kembali saat-saat menyakitkan tersebut. Mukanya menyiratkan penderitaan teramat sangat pada saat peristiwa dahulu itu terjadi. Ia memejamkan mata, dahinya berkerut menahan sakit, mendadak ia merasakan sakit di kepalanya.
Nico mengepalkan kedua telapak tangannya, giginya bergemeretak menahan amarah. Darahnya mendidih, serasa naik ke ubun-ubun dan hendak menyembur meledak keluar.
"Kurang ajar ! Mau apa mereka mengikuti kita sampai kemari !"
"Lain kali kalau mereka berani menyerang kita lagi, aku akan dengan senang hati mematahkan batang hidung mereka !" Teriak Nico dengan penuh dendam membara.