Di tempat lain.
Imam menaruh payung yang basah di teras begitu saja. Kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah yang mewah dengan membawa satu kantung plastik berisikan makanan yang di pesan oleh David(saudara tirinya).
David yang tengah duduk santai di ruang keluarga, seketika tersenyum melihat Imam masuk kedalam rumah.
"Akhirnya, pesanan ku sudah datang." Kata David kegirangan, ia berdiri untuk menyambut kantong plastik itu.
Sebelum sampai ke tangan David, sayangnya seorang wanita paru baya sudah terlebih dulu mengambil nya dari tangan Imam.
"Mami..."
"Apa?" Dengan mata melotot menatap sang anak yang sudah memasang wajah terkejut kearahnya.
"Selesai kan pr mu, atau ini tak akan mami berikan." Nada ancaman begitu menyayat hati David.
"Ayolah mami, David ini sekarang 17 tahun. Masa kayak gitu, emang David kayak Nobita di film Doraemon apa?" Kesal David mencoba merebut kantung itu.
"Kalau kau tak mau di samakan, jangan nonton film itu terus. Setiap Minggu kamu bela belain bangun pagi cuma karena nonton kartun. Makanya sampai sekarang otak kamu itu sama seperti karakter di sana." Tunjuk mami David yang bernama Fara ke arah TV yang kini memang menayangkan kartun Nobita.
"Kalau itu..itu kan udah David usahakan. Tapi tak bisa, kartun itu sangat bagus mami. Ayolah berikan kantung itu!" Bujuk David.
Bukannya memberikan, Fara pergi begitu saja. David mau menyusul maminya, tapi imam malah menarik kerah belakang baju David.
"Apa sih?" Marah David menatap imam dengan muak.
Imam menghela napas, "kamu turutin saja maunya mami, kemarin aku dengar mami berbicara dengan papimu. Mereka sudah sepakat, kalau kau tak menuruti kemauan mereka, kau akan di pindahkan dari sekolah sekarang."
David tak menanggapi imam dengan baik, ia malah memutar bola matanya dengan malas, "kau ingin mengancam ku?" Ketus David.
Imam menggeleng, "tidak, kalau kau tak percaya. Buktikan saja dalam 7 hari kedepan." Kata Imam dengan santai.
"Ohh kau menantang ku?" David meninggikan nada suaranya sehingga rumah yang besar membuat suara David menggema keseluruh ruangan.
Fara yang tadinya ingin mengembalikan sesuatu pada Imam, langsung berhenti mendadak di dekat tangga. Yang menjadi penghubung antara ruang makan serta ruang keluarga. Fara melipat kedua tangannya di depan dada, sambil menatap kedua anak remaja laki laki yang sedang beradu mata.
"Imam berkata benar, papi dan mami sudah capek mendidik mu David. Sampai kapan sikapmu kekanakan seperti ini. Selalu membantah, selalu melawan, keras kepala. Mami sudah memperingatkan mu dengan keras, tetap saja kau bersekukuh dengan argumen mu itu. Kalau kau masih membantah, kau akan menerima dampak dari perbuatan mu, David." Dengan santainya Fara mengeluarkan semua emosi yang selama ini ia tahan.
Dengan rasa tak percaya David menatap Fara penuh rasa kekecewaan. "Apa semua ini karna dia?" David menunjuk Imam tanpa melihat wajah Imam sedetik pun.
Fara menggeleng pelan, "apa kau mendengar mami membandingkan mu dengan Imam sewaktu mami berbicara?" Tanya Fara dengan lantang.
"Apa kau mendengar nya?" Tanya Fara sekali lagi, karna David hanya diam saja. Fara melepaskan lipatan tangannya, lalu berjalan mendekat ke arah David.
"Mami tanya sama kamu David, apa kau mendengar nya? Dari A sampai Z mami tak mengatakan satu kata pun saat berbicara tadi." Ucap Fara yang sudah berada di depan David, jarak mereka hanya setengah meter saja. "Jangan mencoba memancing amarah mami, David. Asap tak akan ada jika tak ada api. Banjir tak akan ada jika semua orang bisa menjaga lingkungan sekitarnya. Mami tak akan marah jika kau bersikap layaknya seorang anak."
Fara menatap Imam, "masuk kedalam kamarmu Imam, sekarang!" Perintah Fara dengan tegas.
Imam hanya bisa menuruti saja, Imam tahu mungkin dengan ini bisa membantu David berubah. Selama Imam berada di rumah ini, Fara jarang sekali marah-marah, bahkan tak pernah. Tapi sekarang, Imam tak mengerti kenapa Fara bisa semarah ini.
"Jika kau tak berubah dalam 7 hari kedepan, mami tak bisa menolong mu lagi David." Ucap Fara tak menatap sang anak.
Kemudian Fara memilih melangkah ke arah dapur.
"Apa sih bagusnya sih Imam itu?" Tanya David pada Fara.
Fara yang melangkah langsung berhenti, "kau bisa melihatnya sendiri, jangan hanya karna Imam anak angkat, kau bisa merendahkan dia David. Mami hanya ingin anak mami bisa menjadi orang yang baik di masa depan." Jawab Fara dengan bijak.
David yang mendengar itu berdecih pelan, ia muak mendengar jawaban itu.
"Kenapa David tak boleh merendahkannya, sedangkan mami selalu merendahkan David layaknya seorang anak angkat? Atau... sebenarnya memang David yang anak angkat?" sinisnya sedikit bergetar menahan sesak di hati.
Fara terdiam, lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan cepat ke arah David.
Plak..
Suara tamparan keras terdengar, Imam yang tadinya bersembunyi di anak tangga yang tertutup dengan tembok langsung menyerengit heran. "suara apa itu?"gumamnya begitu penasaran. Tapi ia tak berani hanya untuk sekedar melihat atau mengintip.
Seluruh urat muncul di sekitar leher, serta pelipis Fara. Sudah habis kesabaran yang selama ini ia simpan bertahun tahun menghadipi sikap sang anak. Napasnya mulai naik turun menandakan dirinya sangat marah saat ini.
Semua emosi langsung buyar di dalam pikiran. sekarang ia tak bisa apa apa lagi.
"Mami tadi sudah bilang, jangan memancing amarah mami, David. Mami menyekolahkan mu untuk membuat mu menjadi manusia yang memiliki akhlak yang baik, punya sopan santun, tata karma. Orang tua bersikap seperti ini karna dia sayang, ingin merubah sang anak." Fara menunjuk wajah David dengan mata penuh genangan air. Dalam satu kedipan, air itu tumpah dan tubuh Fara seketika jatuh.
Isakan pelan terdengar, tangisan kecewa begitu Imam dengar dengan jelas. Fara menutup wajahnya, ia tak kuat menahan beban.
"Usia mami sudah mulai tua, jangan buat mami kecewa. Mami sayang kamu David, mami sayang kamu. Hiks...hiks..."
Tubuh David mematung setelah mendapat tamparan dari orang tua yang begitu ia sayang. Hatinya sekarang penuh amarah, kesal, geram, kecewa, layaknya seorang anak yang cemburu pada saudara yang lain. Bedanya, David menyayangi Imam dan menganggap Imam seperti kakak walaupun ia dan Imam tak memiliki ikatan saudara kandung.
Ia tahu, dan ia sadar bahwa dirinya memang tak sebaik Imam. Yang David inginkan saat ini adalah, kedua orang tuanya bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tak sebaik dan sealim seperti Imam.
David tak berpikir mengapa maminya begitu marah padanya, mengapa dirinya selalu di buruk kan jika ada kerabat yang berkunjung kerumah. Mengapa imam lah yang selalu menjadi malaikat sedangkan dirinya berperan sebagai iblis.
David tak bisa merubah sifatnya hanya karna ia gengsi. Dengan merubah sikap baik, David merasa ia tak di hargai lagi saat berada di sekolah. Kenakanal membuat diri David menjadi lebih tegar, ia bisa menyembunyikan semua rasa sedih dalam dirinya.
Suara tangisan Fara membuat hatinya bergetar sakit, David mengepalkan tangannya lalu berlalu pergi meninggalkan Fara yang terduduk menangis kecewa.
Imam yang sedari tadi menguping pembicaraan, langsung segera masuk kedalam kamarnya, karena mendengar suara langkah kaki yang mendekat.
Dari dalam kamar ia bisa mendengar suara pintu yang di tutup dengan kasar, lalu teriakan dari arah kamar David yang memang tepat di samping kiri kamarnya.
"haisss..."
Imam memijit pelipisnya, kepalanya pusing sekali. Keluarga yang harmonis seketika berubah menjadi kacau.
"kau mencari mati, kau mencari ajalmu sendiri David." gumamnya.
....
Bersambung...
....
Hai para readers ku sekalian...
lebay gak cara nyapa aku?
Hehehe...Udahlah itu gak usah di pikirkan, sekarang ini aku mau ngasih tau kalian semua. Coba-cobalah buat komen atau kasih masukan, terserah deh mau komen apapun itu. Yang penting bisa buat aku jadi senang dan semangat buat nulis.
Bagi yang ngikutin cerita aku dari awal, aku hanya bisa ucapin terima kasih banyak-banyak.
Aku gak bisa upload cepet-cepet, takutnya nanti ceritanya buyar hanya karena ide yang di paksakan. Dan akhirnya bikin cerita ini jadi aneh.
Itu aja yang mau aku sampaikan.
Semoga hari kalian selalu berwarna...