Eugene memandang sekitar, takut jika ada fans yang mencegatnya dan menghalangi jalan masuknya ke kelas. Ia berdiam cukup lama di tengah jalan sampai sebuah tepukan -ralat geplakan- mendarat di belakang kepalanya.
"Aw.." Eugene segera membalikkan tubuhnya untuk menghujani sang pelaku dengan cercaan. Sampai matanya membulat sempurna saat didapati gadis yang selalu menjadi fans fanatiknya berdiri dengan wajah gusar. Menatap dengan tajam keberadaan Eugene.
"Jangan berdiri saja, kau menghalangi jalan tahu !" Sarkas gadis yang tingginya setara dengan Eugene.
"Victoria..."
Iya, Eugene mengenal dengan jelas siapa gerangan gadis yang tengah melipat tangan didepan dada itu. Victoria Jang —Vicky, sang pendiri dan juga ketua fans clubnya 'EUGINISM' . Cukup berlebihan bagi Eugene sendiri, tapi itu membuktikan seberapa terkenalnya dia.
Dengan anggota yang mencapai 2000 manusia. Eugene sampai berpikir mungkin jika ia jadi artis, ia akan laku keras. Bayangkan setiap hari lokermu terisi oleh bunga, coklat, dan permen. Eugene bukan seperti Aiden yang menerima semuanya dengan senang hati. Ia lebih memilih menggunakan benda-benda tersebut sebagai alat tebar pesonanya dengan dibagikan lagi pada gadis gadis yang menjadi targetnya.
Kalian tahu siapa penyumbang terbesar hadiah-hadiah yang Eugene terima ? Semua itu dari pendiri fans clubnya. Vicky Jang. Dan gadis itu berada tepat dihadapan Eugene lengkap dengan raut kesal. Berbeda 180 derajat ketimbang dahulu.
"Minggir" Vicky melewati Eugene dan sempat menabrak bahunya, yang pasti dilakukan dengan sengaja.
Seorang fans yang berubah menjadi hatersnya. Luar biasa. Sepertinya eugene harus menyelamati dirinya sendiri.
'Welcome to hell' batinnya. Eugene sepertinya harus menguatkan dirinya sekali lagi.
.
.
.
.
.
Eugene tetaplah Eugene. Seseorang yang tak pernah memperhatikan pelajaran. Jangan salahkan dirinya yang memang memiliki IQ diatas rata-rata yang membuatnya dapat menyerap pelajaran bahkan ketika dirinya tidur sambil duduk. 'asal telingamu mendengar, pelajaran akan masuk' salah satu alasannya ketika ditanya bagaimana ia bisa berada di posisi 3 besar.
Tak ada yang bisa membangunkannya bahkan jika terjadi gempa bumi. Ia yakin jika Tuhan bersama dengan orang orang yang santai. Tapi beda cerita jika suara itu berasal dari bell yang menandakan istirahat. Ia adalah manusia pertama yang langsung keluar kelas, tak peduli dengan guru botak yang masih menjelaskan didepan. Prinsipnya adalah, setiap murid harus mendapat hak nya sebagai murid, salah satunya dengan istirahat tepat waktu.
Dengan airpods putih yang terpasang di telinganya, Eugene melangkahkan kakinya yang jenjang memasuki area kantin. Masih agak lenggang karena ia terlalu cepat keluar kelas. Bagus, ia sangat benci dengan keramaian dan juga tak ingin berdiri terlalu lama untuk mengantri pesanannya.
"Telur dadar dan kornet.. dan juga susu dingin"
Eugene berdiri menunggu pesanannya. Sesekali kakinya bergerak seiring lagu yang terdengar dari airpodnya. Tak lama hingga pesanan nya jadi, Eugene segera membayar dan menerima talam berisi makanannya, bersiap pergi ke bangku yang berada di dekatnya.
Sebuah tangan menahan pergelangan tangannya, alis Eugene mengernyit saat melihat sang pelaku adalah Aiden. Mau apa lagi cecunguk itu, Eugene hanya bisa mendumel dalam hati.
"Makan dengan ku yah"
"Tidak mau.." Eugene menggerakkan tangannya agar terlepas dari genggaman Aiden.
"Ayolah..."
"Tidak.. sana pergi.."
"Masa kau menolak pria setampan diriku sih..."
"Aku tak Sudi makan denganmu.."
"Hey.. kau menyakiti perasaanku.."
"Kubilang tidak ya tidak !"
'BYUUURR'
"Ups tanganku licin..."
Eugene dibuat menganga dengan kejadian barusan. Seorang gadis yang lebih pendek darinya dengan santai menumpahkan minuman ke seragam Aiden. Yang akhirnya genggaman Aiden terlepas.
"AAAAAAAA BAJUKUUU !!"
Gadis itu segera menarik tangan Eugene menjauhi kantin. Eugene masih dapat mendengar sumpah serapah pemuda dibelakangnya. Namun ia tak peduli, gadis disampingnya jauh lebih penting. Ia tak akan melupakan gadis yang tak tahu terimakasih yang ia temui tadi pagi.
"Hey berhenti..." Ucap Eugene dan gadis itu langsung menghentikan langkahnya.
"Jangan diam saja ketika digoda lelaki.." Eugene menambahkan ceramah Michelle kedalam list sikap aneh gadis itu. Sudah tak tahu terimakasih, kali ini gadis itu juga dengan seenaknya menarik dirinya.
"Kau Michelle Kim kan..."
"Bagaimana kau tahu namaku ?" Sekarang jadi Michelle yang terperanjat.
"Ini.." Eugene mengeluarkan pembatas buku yang terjatuh tadi pagi.
"Itu milikku..." Michelle mencoba mengambil benda tersebut namun sayangnya Eugene dengan cepat menjauhkannya dari jangkauan Michelle.
"Kau belum berterimakasih dan langsung meloyor pergi..."
"Ah.. itu.. maaf~" Eugene menyembunyikan senyumannya saat melihat raut wajah Michelle. Lucu. Ia sedikit berpikir bagaimana ia bisa melewatkan gadis semanis Michelle selama ini.
"Lupakan lupakan... Aku akan memberikan ini asalkan kau menjelaskan kenapa kau menarikku dari Aiden tadi.." Eugene menyimpan kembali pembatas buku ditangannya melihat itu Michelle langsung menampakan ekspresi kecewa.
"Yah... Aku tadi melihatmu yang kesal di goda oleh pemuda itu.. aku pikir kau dalam bahaya..."
"Eh... Hanya itu ?"
"Well, aku tak suka perlakuan lelaki yang semena-mena dengan perempuan.. selalu memaksa.. padahal belum tentu perempuan itu suka kan.."
"Em.. iya sih.." Eugene berpikir, seburuk apa perlakuannya dulu. Kata-kata Michelle memang bukan untuknya, tapi semua tuduhan Michelle jelas merujuk semua tindakan yang pernah Eugene lakukan.
"Dan itu alasanku tak menyukai lelaki.."
"Eh..."
Eugene mengerjapkan matanya. Mencerna kembali perkataan Michelle. Gadis itu berbeda dengan gadis yang lain.