Begitu selesai melakukan pembayaran melalui aplikasi smartphone Anxia, Anxia menyimpan ponselnya dengan baik-baik seolah benda tipis nan panjang itu merupakan benda berharga tak ternilai. Gerakannya sangat halus dan tidak kentara, namun masih tidak luput dari pengawasan sang suami.
Dalam hati Richard merasa senang, setidaknya untuk sementara waktu dia yakin istrinya tidak akan membuang ponselnya dengan asal-asalan.
"Xia Xia, ganti baju yang ini, lalu pilih beberapa baju untuk dibawa ke rumah?"
"Apa maksudnya?"
"Kita akan bertemu dengan orangtuaku, kau tidak ingin membuat kesan pertama yang buruk kan? Apalagi Lori akan bertanya-tanya penampilanmu yang habis baru perang ini."
"Tsk. Yang kumaksudkan apa maksudmu pilih beberapa baju untuk dibawa ke rumah? Kenapa tidak sekalian bawa semuanya?"
"Ah, yang lainnya akan dibawa ke rumah kita, jadi kita tidak perlu repot membawa banyak barang saat pindah."
Anxia memicingkan matanya dengan curiga. "Rumah kita? Jadi kita tidak akan tinggal bersama orangtuamu."
Richard mengulas senyum miring, "Dan membiarkanmu mencari celah untuk melukai keluargaku? Kurasa tidak."
Kening Anxia mengernyit. Darimana pria ini tahu rencana buruknya? Bukan menyakiti kedua orangtuanya, tapi dia berencana ingin mencari program Tiffany III ciptaan Stanley. Inilah salah satu alasan kenapa dia bersedia menjadi istri pria ini selain menyangkut putrinya.
Ah, biarkan saja. Untuk saat ini dia akan bersikap layaknya istri yang baik dan membuat Richard jatuh cinta padanya. Begitu saatnya tiba, barulah dia akan berhati-hati menjalankan rencananya.
Tentu saja, Anxia tidak melakukan perubahan drastis agar tidak membuat Richard merasa curiga padanya. Secara perlahan dia akan membiarkan Richard mendekatinya dan memanjakannya, karena dia sendiri juga merasa senang bila dimanjakan dengan pakaian mahal seperti ini. Barulah setelah itu, dia akan membuat Richard jatuh hati padanya hingga bertekuk lutut memohon cintanya.
Setelah berganti pakaian yang dipilihkan Richard, sang suami yang ingin memanjakan istrinya membawa Anxia ke toko sepatu dan tas. Sama seperti halnya dalam memilih pakaian, Anxia tidak ragu memilih tas yang menarik perhatiannya dan kali ini, dia tidak ragu memilih tas-tas yang sangat mahal tanpa mencobanya dan langsung membawanya ke kasir.
Anxia mengawasi ekspresi Richard untuk mencari tahu apakah ada kekhawatiran pada sinar mata pria itu. Tapi Richard masih memasang senyuman puas yang tidak bisa dimengerti oleh Anxia.
"Kau tidak takut aku akan membuatmu bangkrut?"
"Oh? Aku ingin lihat bagaimana caranya kau membuatku bangkrut."
Anxia menggigit bagian dalam pipinya merasa kesal melihat pria ini malah merasa tertantang seolah sedang menantangnya untuk berbelanja lebih banyak lagi dan ingin melihat apakah pria itu akan bangkrut atau tidak.
Anxia menjadi tidak bersemangat saat memasuki toko sepatu. Dia tahu semakin lama dia ingin melihat ekspresi khawatir pria itu dengan berbelanja menghabiskan ratusan ribu euro, pria itu semakin tersenyum lebar!
Itu sebabnya, Anxia tidak menjadi liar saat memilih sepatu. Dia hanya memilih beberapa sepatu pesta serta sepatu boots yang nyaman untuk dipakainya. Ada juga beberapa flip-flop hanya untuk bersantai saat dia berjalan di kebun atau sedang berpikinik.
"Kenapa kau hanya membeli sedikit?"
Anxia merasa terheran Richard malah merasa sedih melihatnya tidak terlalu berbelanja banyak di toko sepatu ini.
"Untuk apa memiliki banyak sepatu, aku hanya memilih yang bisa membuatku nyaman. Sepatu lainnya tidak begitu penting."
Anxia menggigit bibirnya dengan frustrasi. Jawabannya pasti terdengar konyol sekali karena sebelum ini dia sudah membeli begitu banyak baju dan tas tanpa peduli apakah dia akan memakainya atau tidak.
Apakah mungkin Richard akan bersikap sarkas terhadapnya? Apakah mungkin pria itu akan meledeknya? Yah, apa pedulinya? Dia tidak peduli apakah Richard akan meledeknya atau memandangnya dengan sinis.
Tapi apa yang dihadapinya membuatnya kehabisan kata-kata.
Bukannya meledeknya, pria itu memandangnya dengan sesuatu yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Pandangan mata pria itu sanggup membuat hatinya terasa bergetar seolah ada sebuah selimut besar melingkupi hatinya yang dingin. Terlebih mengejutkan lagi saat tangan pria itu bergerak mengusap belakang kepalanya dengan lembut.
Napas Anxia tercekat begitu merasakan tangan besar pria itu di kepalanya. Dia ingat betul perasaan ini. Dia ingat, elusan lembut pada kepalanya membuat hatinya merasa hangat dan disayangi. Dia ingat ayahnya sering mengelus kepalanya seperti ini.
"Kalau begitu aku akan memilihkan sepatu yang cocok untukmu saat ini."
Anxia kembali menggigit bibirnya begitu Richard beranjak untuk melihat deretan sepatu yang tidak dilihat oleh Anxia. Dia melihat pria itu dengan tatapan rumit sambil mencengkeram dadanya.
Orang ini berbahaya! Pikirnya dalam hati. Dia tidak tahu apa yang bahaya dari Richard, tapi dia tahu, jika dia bersama dengan Richard terus-menerus, hanya waktu yang bisa memberitahunya bahwa semua rencana awalnya akan gagal total.
Tidak boleh! Dia tidak boleh membiarkan itu terjadi! Anxia memutuskan untuk segera menyingkirkan Richard dari muka bumi ini sebelum pria itu yang menaklukkannya.
Hanya saja… Hatinya kembali bergetar dan merasa ragu ketika Richard kembali dengan sepasang sepatu cantik berwarna senada dengan bajunya. Pria itu mendudukkannya di kursi panjang yang empuk, lalu bersimpu satu kaki untuk memasangkan sepatu pilihannya pada kaki Anxia.
Tanpa rasa jijik ataupun ragu, Richard memasang sepatunya dengan gerakan lembut seolah kaki yang disentuhnya adalah benda porselen yang berharga.
Anxia tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini sebelumnya. Dia ingat dia memang dimanja dan disayangi oleh kedua orang tuanya. Itupun saat dia masih sangat kecil, dan kenangan indahnya bersama kedua orangtuanya berangsur pudar dan tidak banyak yang bisa diingatnya.
Semenjak dia diangkat dan dijadikan pembunuh berdarah dingin oleh master Yu, tidak ada satupun yang memperlakukannya seperti bak tuan putri. Semuanya tidak peduli akan kesehatannya ataupun jeritan tangisannya tiap kali dia terluka. Anxia harus menjaga kesehatannya sendiri. Dia harus merawat lukanya sendiri dan bertahan seorang diri.
Karena itu saat ada orang yang memperlakukannya seperti yang dilakukan Richard, mau tidak mau hati dingin Anxia mulai bergetar.
Akankah Richard sanggup meluluhkan hati dingin istrinya?
>>>>>>>>>>>
readers: Jangan bilang 'hanya author yang tahu' lo ya 🤨🤨
author: te-hee 😋😋
Btw, saya mau coba ikutan Win-Win event nih. Semula cuman mau ikutin yang novel global aja karena itu tahunya dari global. Ternyata ga nyangka kalau digabung juga sama lokal.
So, para pembaca yang baik dan yang kusayangi, please bantu beli tier privi di you are my colour dong. Saya aimnya mau dpt 100 privi readers karena bisa dapat feature.
Saya pengen ih sekali-kali
Kalau kalian punya koin yang lebih, silahkan mampir karya saya di global. Judulnya
Bagi para pembaca baru, kalau penasaran dengan cerita Flame Queen, bisa dibaca di versi bahasa indonesianya di
Sekian pesan dari saya. Eh, bukan pesan sih, tapi permohonan dari saya (´ ▽`)..o♡
Happy reading!
PS: Karena saya akan fokus ke 3 novel saya yang sudah dikontrak, karya ini akan lambat ya untuk up. Tapi ga hiatus kok, tetap saya usahakan up tiap hari (jamnya yang tidak menentu)