Qiao Anxia masih terpaku berdiri pada tempatnya dengan mata masih terfokus pada perutnya yang sudah seperti bola menggelembung yang sangat besar. Dia bertanya-tanya apakah hanya perasaannya ataukah makhluk didalam perutnya baru saja bergerak?
Anxia menggerakkan tangannya sekali lagi mengelus perutnya untuk mencari tahu apakah dia hanya berimajinasi saja ataukah mahkluk didalam tubuhnya memang bergerak.
Tapi tidak terjadi apa-apa, jadi Anxia memutuskan barusan dia hanya berhalusinasi saja.
"Ah, suasana hatiku jadi hampa lagi. Ini semua gara-gara kau."
Parahnya, Anxia malah menyalahkan perutnya sendiri karena suasana hatinya tidak sebaik saat dia bangun beberapa menit lalu.
Kemudian Anxia memutuskan untuk berganti baju dan keluar rumah untuk melakukan jalan pagi disekitar rumahnya.
Dia sadar, semakin hari tubuhnya semakin berat dan berat badannya naik dengan drastis. Anxia merasa depresi karena wajahnya tampak lebih bulat akibat terlalu banyak makan.
Sebenarnya Anxia tidak ingin makan banyak-banyak dan makan satu porsi makanan seperti biasanya. Tapi entah kenapa, perutnya terus bunyi menuntut diisi makanan tiap kali dia memutuskan untuk tidak makan.
Alhasil, tiap dua atau tiga jam sekali dia pasti akan makan, entah itu makanan yang bergizi atau cemilan seperti chips serta junk food lainnya.
Hebatnya, selama proses masa kehamilannya, Qiao Anxia tidak pernah sekalipun merasa mual ataupun idam seperti kebanyakan ibu hamil lainnya. Dia selalu merasa sehat tiap bangun pagi dan sama sekali tidak mengidam apa-apa.
Hanya saja, tiap kali dia mencium aroma sedap, perutnya selalu berbunyi menuntut makanan. Akibatnya, kini Anxia tampak seperti badut tanpa make-up.
"Hhhh… Kapan aku bisa keluar dari tempat ini? Ah, aku merindukan pekerjaanku. Tsk! Kapan kau akan keluar huh? Aku sudah tidak sabar menyingkirkanmu dari kehidupanku."
Seperti orang gila Qiao Anxia berbicara seorang diri sambil melotot ke arah perutnya dengan ekspresi jengkel. Tanpa diketahuinya, ada sepasang ibu anak yang melihatnya dengan mulut terbuka lebar.
"Ibu, kenapa orang itu berbicara seperti itu pada anaknya?"
"Ssst. Jangan didengar. Sepertinya dia sudah kehilangan dua mur didalam otaknya."
"Kehilangan mur?"
"Benar. Jangan dekat-dekat dengan orang seperti itu." tanpa melirik untuk kedua kalinya kearah Anxia, sang ibu menarik tangan anaknya berjalan menjauhi Qiao Anxia.
Anxia menghembuskan napas kesal karena dia sangat mendengar jelas apa yang diucapkan wanita tersebut.
"Kehilangan mur? Maksudnya aku sudah gila? Yang benar saja! Dia yang sinting tidak berani mengucapkannya langsung kehadapanku." belum selesai mengumpat, Anxia merasakan ada sesuatu yang menarik rok bajunya. "Apa?!" dengan perasaan jengkel luar biasa, Anxia melirik ke arah seorang anak yang menarik roknya.
"Kakak cantik, kalau kakak tidak ingin disebut gila, berbicaralah pada anakmu dengan baik-baik."
Anxia memasang senyuman miring yang seram membuat anak tersebut menelan ludah dengan gugup. "Aku bicara dengan nada yang baik. Apa kau ingin mendengarnya? Hm?"
Anak tersebut melepas genggamannya pada rok Anxia dan melangkah mundur karena tiba-tiba dia merasa takut pada sosok perempuan yang tengah mengandung ini.
"Wahai anakku tersayang, kapan kau akan lahir kedunia ini? Aku sudah tidak sabar bertemu denganmu agar aku bisa menyingkirkanmu. Bagaimana? Bukankah nadaku terdengar baik?" nadanya memang terdengar lebih lembut daripada sebelumnya, tapi tatapan matanya tidak lepas dari anak kecil yang berani menegurnya dengan tatapan seperti monster yang siap menerkam anak itu.
Sepasang mata anak tersebut berkaca-kaca lalu berteriak, "Huwaaaa… ibuuuu… orang itu sudah gila!!"
Anxia menepuk jidatnya mendengarnya. Ini yang kedua kalinya dia dikatai gila oleh orang asing!!
Ah, sudahlah. Lebih baik dia kembali saja ke rumahnya daripada suasana hatinya memburuk lebih dari ini.
Begitu sampai di rumah, dia mencoba mencari Ling Meng yang tampaknya masih belum pulang dari pasar. Akhirnya dia memutuskan untuk duduk di sofa sambil membaca buku.
Karena suasana hatinya sangat buruk, dia memilih membaca buku humoris yang bisa membuatnya tertawa.
Sesekali dia akan tertawa kecil karena cerita yang dibacanya sangat lucu. Lalu saat dia membaca cerita mengenai pendeteksi pembohong, dia tertawa hingga terpikal-pikal.
"Coba dengar ini, ceritanya lucu sekali." tidak ada yang tahu siapa yang diajaknya bicara, tapi saat tangannya mengelus bagian perutnya tanpa disadarinya, sepertinya dia mencoba mengajak janinnya berbicara.
Lalu Anxia menceritakan cerita yang dibacanya dengan suara yang lantang.
***
Suatu hari seorang pria membeli sebuah robot pendeteksi kebohongan yang akan menampar orang yang berbohong. Orang tersebut memutuskan untuk mengujinya pada istri serta anaknya.
Ayah: Nak, kau ada dimana saat jam pelajaran?
Anak: Di sekolah
Plak! Robot tersebut menampar sang anak.
Anak: Ok! Aku ada di rumah teman menonton film.
Ayah: Film macam apa?
Anak: Kung Fu Panda
Sang robot menampar si anak sekali lagi.
Anak: Ok! Film erotis.
Ayah: Apa!? Sewaktu ayah seusiamu dulu, ayah tidak mengerti apa itu film erotis.
Slap! Sang robot menampar sang ayah.
Ibu: Hahaha! Dia memang adalah anakmu!
Slap! Sang robot menampar sang ibu.
Ayah: (itu berarti anak ini bukan anakku?)
Ah! Buang saja si robot tak berguna ini!
***
"Muahahahahaha!" Anxia kembali tertawa hingga terpingkal-pingkal selesai membaca ulang untuk janinnya. "Dasar bodoh, mau saja ditampar sama robot! Bukankah lucu sekali, hm?"
Dug!
Sekali lagi tawa Anxia yang tadinya menggelegar seketika lenyap tanpa bekas.
Kali ini dia yakin sekali dia sedang tidak berhalusinasi. Janinnya memang bergerak didalam perutnya!
Anxia meletakkan buku yang dibacanya lalu mencoba mengelus lembut perutnya dengan kedua tangannya. Namun, tidak peduli seberapa banyak dia mengelus perutnya, tidak ada gerakan apapun yang dirasakannya.
"Hei, jan… ehem…ehem…" Anxia memutuskan memperbaiki nama julukan yang terdengar kurang menyenangkan bagi telinga sahabatnya, dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih bagus. Tapi nama seperti apa yang harus dipakainya?
Son? Girl? Dia bahkan tidak tahu apa jenis kelamin anaknya! Sepertinya baby cukup.
"Hei, baby. Apakah kau mendengar suaraku?"
Dug!
Nafas Anxia tercekat saat merasakan gerakan sekali dalam perutnya untuk ketiga kalinya. Dia menelan ludah sebelum kembali berbicara, "Kau benar-benar bisa mendengarku?"
Dug! Dug! Kali ini ada dua kali pergerakan!
Anxia merasa dunia disekitarnya bergoncang saat itu juga. Bukan. Kata yang tepat adalah berputar seratus delapan puluh derajat!
Kalau dunia Anxia awalnya dipenuhi dengan kebencian serta merasa tidak sabar ingin menyingkirkan janin didalam perutnya, kini berubah seratus delapan puluh derajat!
Entah kenapa dia benar-benar tidak sabar ingin melahirkan anak ini. Bukan untuk menyingkirkannya, tapi ingin segera bertemu dengan anaknya!
"Hei, baby. Sepertinya, aku benar-benar tidak sabar ingin bertemu denganmu."
Sret! Anxia bisa merasakan pergerakan lain, hanya saja yang ini berbeda dari sebelumnya. Seolah meniru gerakannya yang mengelus perutnya, sesuatu asing turut mengelus bagian dalam rahimnya.
Belum berhenti sampai disitu, Anxia merasa dia mendengar suara tawa… tawa seorang bayi!!