Saat serpihan granul putih itu jatuh menyentuh tubuh Shela, ia berpikir mungkin dia telah menjadi gila berharap akan mendapatkan sedikit rasa hormat dari Darlie.
Perasaan yang terluka lagi-lagi menyayat hatinya tanpa ia sadari. 'Andai saja aku terlahir di keluarga biasa saja, mungkinkah aku akan bahagia? Sebenarnya apa yang aku lakukan di kota yang sebesar ini? Lagi-lagi aku menjadi budak sebagai bayaran cinta pura-pura yang sementara.'
Shela, dia rapuh. Di malam yang dingin itu hatinya merintih kesakitan. 'Andai saja aku bisa merasakan kehangatan walau hanya sesaat saja. Mungkin itu sudah lebih dari cukup bagiku.'
Seakan Tuhan mengabulkan isi hatinya, seseorang meletakkan sebuah mantel di tubuhnya dari belakang. Itu memberikan kehangatan di tengah salju yang turun.
'Siapa?' Shela bertanya di dalam hati.
"Apa kau tahu, kau termasuk gadis yang beruntung bisa melihat salju pertama yang turun di kota London."
"Kak Polin?" Shela menyadari suara yang menyapanya itu.
"Kau berpikir Darlie yang akan datang?" Polin memperlihatkan dirinya di depan Shela. "Maaf, aku memang ingin meninggalkanmu sendirian, tapi aku hanya akan terlihat sebagai pria pengecut jika seperti itu. Jadi aku akan menerima hukuman apapun itu, dengan syarat aku akan terus bersamamu."
Shela tercengang. 'Sebenarnya siapa pria ini?' Gumam Shela di dalam hati. Senyuman Polin terasa sangat hangat. Mungkin kehangatan yang diberikan Polin bisa membuat gunung es di hati Shela bisa mencair.
"Apa kau mendengarku, Shel?" Polin melambaikan tangannya di depan wajah Shela.
Shela mengangguk tersenyum. "Karena ini salju pertama yang aku lihat selama 23 tahun hidupku, bagaimana jika kakak mengajakku ke suatu tempat yang manis?" Kata Shela.
"Pengawal ini siap melayani anda, kapan pun waktu yang putri salju inginkan." Kata Polin sambil menunduk menyodorkan tangannya kepada sang putri.
"Aku tidak ingin menjadi putri salju. Aku hanya Shela. Shela yang mencari cahaya di dalam kegelapan... Hehehehe..." Ujar Shela sambil menerima sodoran tangan Polin.
"Lalu kemana kita akan pergi?" Lanjut Shela.
"Hamba akan membawa anda kembali ke istana anda tuan putri." Kata Polin masih dalam dramanya.
"Kalau begitu mari kita lihat istana yang akan anda tunjukan, tuan pengawal." Ujar Shela mengikuti alur.
Polin membawa Shela di sekitar Tower of London yang ada di pusat kota, karena sejak awal Polin mengetahui bahwa Shela menyukai sejarah. Sekalian mereka bisa menyaksikan pemandangan dari sungai Thames.
"Terimakasih karena tidak mengikuti apa yang aku katakan kak." Kata Shela dengan pandangan penuh syukur Polin berada di sisinya saat itu.
Polin mengusap rambut Shela, "Aku tahu kamu akan berterimakasih."
Sentuhan Polin membuat kedua orang itu bertatapan untuk beberapa waktu, sampai Polin tersadar bahwa dia bertindak terlalu jauh. Mungkin Shela masih kurang nyaman dengan sentuhan pria yang baru dikenalnya itu. Begitulah pemikiran Polin.
"Pemandangannya sangat indah." Ujar Shela menghentikan keheningan yang sempat terjadi di tengah kedua insan tersebut. Ia juga melayangkan pandangannya ke setiap sudut arah pandang yang bisa dicapai oleh matanya.
"Seharusnya kau melihat salju pertamamu dengan Darlie..." Kata Polin.
"Memang kenapa jika aku melihatnya bersamamu?"
"Apa kau tidak tahu?"
Shela mengangkat kedua bahunya, "Tahu soal apa?"
"Katanya jika melihat salju pertama turun dengan seseorang, maka kau akan bersama dengan orang itu selamanya." Kata Polin sambil memandang sungai Thames. Ia berkata dengan serius, namun reaksi Shela tak terduga.
"Pffft..." Shela tertawa terbahak-bahak. Ia memegangi perutnya seperti ada yang menggelitiknya dengan sangat.
Lalu dilayangkannya kedua bola matanya melihat ke arah Polin. Shela tertegun diam! 'Apa orang ini serius?' Pikir Shela dalam hati.
Shela kembali berdiri tegak. "Hmm..." Iya juga membetulkan suaranya. "Ayolah kak, siapa yang akan percaya dengan mitos." Lanjut Shela.
Polin hanya diam saja, lalu tersenyum kecil. "Kamu benar. Itu hanyalah mitos."
Entah apa yang terjadi pada Polin malam itu, rasanya sungguh canggung jika dia bersikap serius akan hal yang konyol. Pandangan matanya seperti mengharapkan sesuatu. Padahal jika mau dikatakan, Polin sungguh pandai menyembunyikan emosinya dihadapan orang lain.
"Hei, apa kakak tahu. Aku tidak pernah bisa senyaman ini dengan orang yang baru aku kenal. Tapi entah mengapa jika dengan kakak aku bisa mengekspresikan diri, seperti aku sudah mengenal kakak sejak lama." Kata Shela.
"Sudah 10 tahun. Padahal aku yang mengenalmu lebih dulu." Gumam Polin berbicara kepada dirinya sendiri.
"Apa kakak bicara sesuatu?" Shela tidak bisa mendengar dengan jelas, karena angin kencang danau Thames yang berhembus di tengah salju yang turun.
"Ini sudah larut malam, kita kembali sekarang?" Kata Polin dengan sedikit meninggikan suaranya karena angin yang bertiup cukup kencang.
"Oke. Malam ini apa tidak apa-apa aku tinggal di apartemen kakak?"
"Kau tidak usa memikirkan hal itu. Kalau kau tidak nyaman, apa kau mau aku menyewakan hotel untukmu?"
Shela menggelengkan kepalanya. "Karena kakak tidak keberatan, aku akan menginap di rumah kakak."
Polin tersenyum, "Kau cukup berani dengan usiamu yang masih sangat muda."
Membawa Shela ke rumahnya bukan sesuatu yang seharusnya Polin lakukan. Tapi entah mengapa, ia ingin terus berada di dekat Shela. Mungkin terdengar egois, namun jika saja Darlie akan membuang Shela. Polin akan dengan rela menampung gadis yang sudah lama mencuri hatinya tersebut.
Sesampainya di parkiran apartemen, Shela bertanya akan hal yang sama terus-menerus. "Tunggu, pacar kakak tidak akan salah paham kan? Apa aku menginap di hotel saja?"
"Kau mengulang pertanyaan yang sama lagi." Kata Polin. "Aku memiliki 2 kamar kosong di apartemenku dan sebenarnya aku belum mengabari Diana bahwa keberangkatanku dibatalkan." Lanjut Polin menjelaskan.
"Oh oke." Jawab Shela singkat, lalu hendak berjalan masuk bersama dengan Polin menuju lantai apartemennya.
"Kenapa kau berjalan mengendap-endap?" Tanya Polin yang melihat Shela berkelakuan aneh.
Ia melirik ke kiri dan ke kanan, seperti seseorang yang waspada akan sesuatu! 'Ia ya, apa yang aku lakukan?' Shela bertanya pada dirinya sendiri di dalam pikirannya.
Ia sendiri sadar bahwa ia terlihat sebagai wanita yang takut ketahuan selingkuh. Atau dia takut bahwa Diana akan muncul tiba-tiba di apartemen Polin!
Melihat Diana yang glamor di saat mereka bertemu di restaurant, ia tahu bahwa wanita itu akan sulit untuk ditangani. Tapi kenapa juga Shela harus takut? Padahal diakan tidak ada hubungan apa-apa dengan Polin.
'Aku dan kak Polin hanya murni berteman. Ya... Apa yang aku takutkan!' Shela memantapkan hatinya.
"Ah tidak... Aku hanya melihat-lihat sekitar." Kata Shela menjawab pertanyaan Polin.
"Aku tinggal di lantai 50. Kau tidak takut ketinggiankan?" Polin memastikan bahwa Shela akan nyaman untuk tinggal di apartemennya.
"Hmt, tidak masalah." Ujar Shela.
~To be continued