Sebenarnya aku masih penasaran siapa wanita yang selalu mengikuti Satria pergi. Ada hubungan apa dengan Satria. Lelaki itu sama sekali tidak menjelaskan apa pun. Padahal terang karena wanita itu aku kesal padanya. Jika nggak ada hubungan apa-apa harusnya Satria menjelaskan padaku agar aku nggak salah paham.
Satria keluar dari kamar mandi dan sudah berganti mengenakan piyama tidur. Dia lantas menggabungkan diri satu selimut bersamaku.
Astaga, jantungku memulai dengan aksi gilanya lagi. Kapan aku seperti dulu? Bereaksi biasa saja saat berada di dekatnya.
"Rea."
Jantungku hampir melompat mendengar suara beratnya memanggil. Aku mengangkat tinggi-tinggi selimutku hingga menutupi leher.
"Hmm."
"Kira-kira kapan kamu siap memberi kakek cucu?"
Aku menoleh cepat dan saat itu pandangan kami beradu. Serius dia mau membahas ini?
"A-aku belum siap, Bang."
"Jadi, kapan siapnya?"
"Emangnya kamu udah siap?"
"Kalau aku mah siap setiap saat."