Di kediaman keluarga Wiratama, sedang berlangsung pesta ulang tahun kepala keluarga mereka, yakni Permana Wiratama. Permana adalah ayah dari Narendra Wiratama. Rendra pun meluangkan waktunya untuk menghadiri pesta ulang tahun ayahnya tersebut. Tak lupa ia juga membelikan kado untuk sang ayah.
"Ren, kamu datang sendiri?"
"Iya bu."
"Kenapa sendiri? Kamu nggak ngajak pacar kamu?"
"Ibu tahu kan kalau aku nggak punya pacar."
"Makanya cari, umur kami sudah nggak muda lagi Ren!" Ujar ayahnya Rendra yang tiba-tiba datang.
Rendra tak menanggapi ucapan ayahnya, baginya pertanyaan semacam ini sudah sering ia dengar. Tetapi jawabannya tetap sama, Rendra belum ingin menikah.
"Selamat ulang tahun ya yah, semoga panjang umur." Ujar Rendra kepada ayahnya.
"Kamu sukanya mengalihkan pembicaraan."
"Oh iya yah, ini ada kado dari aku."
"Makasih ya Ren, tapi ayah lebih suka kalau kamu bawa calon istri." Ujar ayah Rendra serius.
"Ayah, Rendra sudah bilang kalau Rendra belum mau menikah."
"Lalu kamu mau apa? Kamu sudah siap untuk menikah, cuma kurang calonnya saja. Apa kamu nggak kasihan sama ayah dan ibu yang semakin tua, kami juga ingin segera menimang cucu." Ujar ayah Rendra yang diangguki juga oleh ibunya.
"Rendra pergi dulu."
Ia merasa lelah karena permintaan orang tuanya itu. Di dalam lubuk hatinya, Rendra juga ingin segera menikah namun menikah tak semudah itu. Ia perlu mencari calon istri yang sanggup diajak membina rumah tangga. Mencari calon istri yang diidamkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih ia masih terluka karena mencintai seseorang.
Dalam hidup Rendra ia hanya pernah sekali menemukan gadis pujaan hatinya, namun sayangnya gadis itu lebih memilih menikah dengan orang lain. Gadis itu meninggalkan Rendra sewaktu Rendra menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Dan yang membuat Rendra semakin sakit hati, yakni pria yang dinikahi oleh gadis pujaannya itu adalah sepupu Rendra sendiri. Semenjak saat itu Rendra tidak membuka hatinya untuk gadis manapun. Bahkan terkesan menjauh jadi makhluk yang bernama wanita.
Rendra kembali ke rumah sakit meski dia tak ada jadwal jaga malam ini. Ia hanya datang karena tak ingin sendirian di apartmennya. Saat berjalan di koridor, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Reyhan dan Nay. Entah mengapa kakinya tiba-tiba berhenti melangkah ketika berpapasan dengan mereka.
"Malam dokter." Sapa Reyhan.
"Kalian mau kemana?"
"Saya mau mengantar Nay pulang."
"Oh, kamu tidak ada jam jaga malam ini?"
"Sebenarnya ada Dok, tapi saya nggak mungkin biarin Nay pulang sendiri."
"Aku bisa naik taksi Rey, kamu nggak usah khawatir." Ujar Nay yang masih lemah.
"Tapi Nay,"
Nay memohon pada Reyhan agar tidak usah mengantarnya pulang, karena Nay takut Reyhan akan kena sanksi.
"Biar saya saja yang mengantarnya, kamu tetap di sini!" Ujar Rendra
"Tapi Dokter."
Jangan membantah saya!"
"Baik Dokter tolongg jaga Nay baik-baik, saya mohon!"
Setelah mengatakan itu, Reyhan pergi meninggalkan Nay dan tak lupa pamit pada Nay.
"Ayo!"
"Dokter saya bisa pulang sendiri, saya sudah banyak merepotkan Anda." Ujar Nay lirih.
"Kamu baru sadar? Sudah ayo cepat sebelum makin malam."
Nay tak punya nyali lagi untuk membantah Rendra, jadi dia hanya mengikuti Rendra dari belakang. Sesampainya di depan rumah sakit, Nay menunggu Rendra mengambil mobilnya. Tak lama terlihat mobil Rendra mendekati Nay.
"Masuk!"
Nay berjalan mendekati mobil Rendra dan duduk di sebelah kemudi. Rendra menanyakan alamat rumah Nay lalu melajukan mobil ke rumah Nay. Ternyata rumah Nay tak begitu jauh dari apartemennya. Dalam perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Karena terlalu sunyi dan tubuhnya yang masih lemah, Nay pun tertidur. Rendra menyadari betapa polos gadis di sampingnya itu. Dia bahkan bisa tidur saat bersama seseorang yang baru dia kenal. Tak berselang lama Rendra sudah sampai di depan rumah Nay.
Seolah ada magnet yang membuat Rendra tak bisa memalingkan pandangannya dari Nay. Dia masih setia memandangi wajah Nay sambil menunggu Nay bangun. Sebenarnya sudah beberapa waktu lalu ia telah sampai di rumah Nay, tetapi ia tak tega membangunkan Nay yang sedang terlelap. Entah sejak kapan hatinya menjadi lunak seperti ini, ini bukanlah dirinya yang seperti biasa. Mereka baru bertemu beberapa kali tetapi tiba-tiba ada perasaan aneh yang merasuki hatinya. Beberapa menit kemudian Nay pun terbangun.
"Kita sudah sampai Dokter?"
"Iya, turunlah!"
"Terima kasih Dokter sudah mengantar saya pulang. Selamat malam!"
Rendra mengangguk dan Nay keluar dari mobil. Setelah itu Rendra meninggalkan rumah Nay dan pulang ke apartemennya. Di rumah Nay, suasananya sudah sepi pasti ayahnya lembur dan pembantunya sudah tidur. Nay segera ke kamarnya untuk beristirahat.
***
Di apartemennya Rendra masih belum bisa tidur, ia masih berkutat dengan buku bacaannya. Rendra memang insomnia jadi dia membaca buku-buku tebal supaya bisa tertidur. Begitulah rutinitas Rendra ketika tak ada jam jaga di rumah sakit. Hidup yang bisa dikatakan monoton oleh kebanyakan orang.