Chereads / Beautiful / Chapter 5 - Masa Tersulit

Chapter 5 - Masa Tersulit

Wajah tampannya begitu menawan ketika dia tersenyum. Dia sedang duduk disalah satu bangku taman dengan seorang gadis. Gadis itu sangat cantik bak bidadari. Mereka berdua sedang memadu kasih dan terlihat sangat mesra. Rendra sangat mencintai gadis itu, bagi Rendra dia adalah wanita kedua yang ia cintai setelah ibunya. Suasana yang tadinya bahagia seketika berubah menjadi kesedihan ketika Tania gadis pujaan hatinya pergi meninggalkannya.

"Tan jangan tinggalin aku!"

Namun gadis itu tetap pergi, meski Rendra memintanya untuk tidak pergi. Rendra pun terbangun, mimpi itu seperti nyata. Peluh membanjiri wajahnya dan napasnya terengah-engah.

"Kenapa aku memimpikan Tania lagi?"

Rendra pun bangun dan pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Tania, gadis yang Rendra cintai namun dengan tega meninggalkan Rendra untuk menikah dengan orang lain. Enam tahun yang lalu adalah masa-masa paling kelam dalam hidup Rendra. Kehilangan gadis yang dicintainya hampir membuatnya kehilangan arah. Namun syukurlah Rendra adalah orang yang kuat dan tegar sehingga dia tidak mengacaukan hidupnya. Waktu itu orang tua Rendra sempat khawatir akan nasib putra semata wayangnya itu. Tetapi semenjak itu Rendra berubah menjadi sosok yang dingin terhadap sekitar.

Setelah dari dapur Rendra pun kembali ke kamar untuk tidur kembali, tetapi matanya tak mau terpejam hingga pukul tiga pagi. Dia berusaha untuk menutup matanya lagi tetapi gagal karena terbayang oleh Tania dan mimpinya tadi. Jam berdetik memecah kesunyian dan terus berputar hingga kini hari beranjak pagi. Pukul lima pagi Rendra segera ke kamar mandi untuk menyegarkan diri dan pikirannya. Setelah itu dia menghadap kepada sang pencipta. Setelah salat kepalanya terasa berat dan sangat pusing. Bahkan ada lingkaran hitam di bawah matanya, maklum saja ia tak bisa tidur setelah memimpikan Tania.

Rendra menganti baju lalu bersiap ke Rumah Sakit. Setelah siap dia berangkat ke rumah sakit seperti biasa. Sesampainya di rumah sakit dia melihat Nay sedang membawa setumpuk berkas hingga menutupi wajahnya. Dia terlihat kesusahan membawanya dan tiba-tiba Reyhan membantu Nay membawakan sebagian berkas yang dibawa Nay. Awalnya Rendra ingin membantu Naya tetapi melihat Reyhan terlebih dahulu membantunya entah mengapa membuat Rendra menggertakkan giginya.

"Aku ini kenapa?" Tanya Rendra dalam hati.

Lalu dia berjalan kembali menuju ruangannya melewati dua orang tersebut.

"Pagi Dokter" Sapa Naya dan Rey.

"Pagi." Jawab Rendra dingin seperti biasanya.

Beberapa saat kemudian, Nay berada di depan ruangan Rendra karena hari ini ia resmi menjadi asisten Rendra. Nay ragu untuk mengetuk pintu itu. Sebenarnya Nay sangat takut berada di bawah pengawasan Rendra namun ia tidak ada pilihan lain. Dengan berhati-hati Nay mengetuk pintu.

"Permisi Dokter."

"Masuk!"

Naya masuk dan menghampiri Rendra.

"Hari ini jadwal Anda apa Dokter?"

"Hari ini ada rapat dengan direktur dan pimpinan rumah sakit dan dua atau tiga operasi. Saya rasa hanya itu saja."

"Baik, kalau begitu apa yang bisa saya bantu?"

"Ikuti saja saya, nanti sambil jalan saya beritahu tugasmu."

"Baik Dokter kalau begitu saya permisi, kalau butuh bantuan Anda dapat menghubungi saya!" Ujar Naya dengan sopan.

Rendra mengangguk dan mempersilakan Naya pergi, tetapi tiba-tiba Rendra memanggil Nay.

"Tunggu!"

Nay pun menoleh ke arah Rendra.

"Saya harus memanggilmu apa? Dan juga berikan nomor ponselmu!"

"Maaf saya lupa memperkenalkan diri. Nama saya Nayasila Prastiti Atmadja, Anda boleh memanggil saya Nay atau Naya."

"Oh oke Naya, lalu berapa nomor ponselmu?"

Naya menghampiri Rendra kemudian mengambil ponsel Rendra untuk mengetikkan nomornya. Setelah itu ia meninggalkan ruangan Rendra dengan penuh kelegaan. Rasanya bersama Rendra membuat Nay sulit bernapas. Tanpa sadar nomor yang diberikan Nay salah, seharusnya ia menulis 309 tetapi Nay malah mengetikkan 209.

Beberapa saat kemudian, Nay mengikuti kemanapun Rendra pergi. Sebagai asisten Rendra tentu saja itu wajar dilakukan. Nay mengikuti Rendra dan berhenti mengikutinya ketika Rendra melakukan operasi. Meski begitu Nay tidak bisa santai, pasalnya ketika Rendra melakukan operasi Nay harus menyusun laporan yang diminta Rendra. Baru sehari saja Nay menjadi asisten Rendra, dia merasa sangat lelah.

Malam harinya setelah melakukan operasi Rendra kembali ke ruangannya, badannya terasa tidak enak. Selain kurang tidur, ia sedari pagi juga belum makan. Ia melupakan makan karena jadwalnya hari ini sangat padat. Dia menggerak-gerakkan tubuhnya untuk meregangkan otot. Kemudian dia memejamkan matanya sebentar untuk beristirahat.

Nay datang ke ruangan Rendra untuk menyerahkan laporan, tetapi ia melihat Rendra tertidur dan ia takut membangunkannya. Sehingga Nay dengan hati-hati meletakkan laporan di atas meja kerja Rendra. Dia berniat untuk pergi, tetapi sebuah suara menghentikannya.

"Tunggu!"

Rendra membuka matanya dan menatap ke arah Nay. Nay takut kalau Rendra akan marah karena tidurnya terusik. Dengan gugup Nay menjawab.

"Iya Dokter maaf saya..." ucapan Nay terpotong oleh Rendra.

"Kamu sudah makan malam?"

"A...apa Dokter?" tanya Nay ragu.

"Kamu sudah makan malam?"

"Oh...belum Dokter."

"Kalau begitu ikut saya!"

Rendra bangun dan mengambil jaketnya lalu berjalan melewati Nay yang masih mematung. Kemudian sebuah suara mengintrupsi membuat Nay mengikuti Rendra. Rendra menyuruhnya mengambil jaket dan tasnya lalu memintanya menunggu di kamubby. Tak berselang lama Rendra menghampiri Nay, Nay tahu mobil yang mendekatinya adalah mobil Rendra. Nay masuk ke mobil sesuai perintah Rendra.

Di dalam mobil hanya ada keheningan yang menyelimut sampai mereka tiba di sebuah restaurant. Rendra mengajaknya masuk dan Nay hanya mengikutinya. Di meja sudut ruangan mereka duduk dan menunggu pesanan. Lagi-lagi mereka berdua terdiam tak ada obrolan. Sampai tiba-tiba Rendra membuka pembicaraan.

"Kenapa belum makan? Apa segitu nggak bisanya kamu menjaga kesehatan?"

"Maaf Dokter."

"Tidak perlu minta maaf ke saya, itukan tubuhmu."

Nay tak menangapi perkataan Rendra ia terlalu sungkan menjawabnya. Terlebih ia tak mau membuat Rendra marah. Lalu pelayan datang menghampiri meja mereka untuk mengantar pesanan. Mereka pun makan sambil diam. Setelah makan mereka pun kembali ke rumah sakit. Di dalam mobil yang terjadi antara mereka berdua hanyalah kecanggungan Rendra dan ketakutan Nay. Mereka berdua sama-sama larut dalam perasaan masing-masing, sampai seseorang menghampiri mereka.

"Nay dari mana saja? Dari tadi aku nyariin kamu?" tanya Reyhan.

"O..oh, aku tadi habis makan. Maaf tidak memberitahumu."

"Oh, tidak apa. Lalu bagaimana aku menghabiskan makanan ini?" tanya Reyhan sambil menunjukkan makanan yang ia bawa.

"Kita bisa memakannya nanti."

"Hem tapi aku sudah lapar, kamu harus menemaniku makan!"

Baru Nay mau menjawab tetapi tiba-tiba Rendra menyadarkan mereka berdua dengan dehemannya.

"Eh, Dokter Rendra maaf saya tidak sadar Anda di sini." Ujar Reyhan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Rendra pun berlalu meninggalkan mereka berdua. Hal itu membuat Nay tidak enak hati. Namun ia tak sempat meminta maaf karena ia dipaksa Reyhan untuk menemaninya makan. Nay hanya bisa menghela napas dan mengikuti Reyhan.

Malam ini adalah jadwal Nay jaga bersama beberapa dokter lainnya dan kebetulan malam ini ada Dokter Rendra juga. Seperti biasa Rendra tak banyak bicara begitu pun dengan Nay. Karena malam ini tidak ada pasien darurat mereka berdua disibukkan dengan buku bacaan yang sangat tebal. Nay membaca buku tersebut dan membuat catatan, sedangkan Rendra sibuk membolak-balikkan buku yang dibaca.

"Dokter saya permisi ya, saya mau istirahat."

"Ya."

Nay pun meninggalkan ruang jaga dan berjalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan dia langsung merebahkan dirinya, dia sungguh lelah. Di ruangan lain Rendra masih larut dalam buku bacaannya.