Semua berawal dari kekaguman, termasuk cinta bukan?
Tiga hari berlalu sejak kejadian ayah Nay masuk rumah sakit. Setiap harinya tanpa Nay ketahui, Rendra selalu menjenguk dan mengecek kondisi ayahnya. Rendra memang berpesan kepada ayah Nay untuk tak memberitahu Nay. Namun hari ini Nay mendapati Rendra berada di ruang rawat ayahnya dengan ekspresi terkejut.
"Dok...Anda sedang apa di ruangan ayah saya?"
Rendra masih memikirkan alasan yang tepat, tetapi keburu ayah Nay berbicara pada Nay.
"Sayang, nak Rendra datang menjenguk ayah." Ujar Ayah Nay.
"Oh, ayah kenal Dokter Rendra?"
"Ayah kenal beberapa hari yang lalu, iya kan Nak?"
"Iya om. Maaf om, saya permisi dulu."
"Iya nak, tolong bimbing Naya ya!"
"Pasti om, saya permisi."
Ayah Nay mengangguk dan mempersilakan Rendra keluar. Tak lama setelah Rendra keluar, Nay berpamitan pada ayahnya untuk menyusul Rendra.
"Dok, tunggu!"
Rendra berhenti dan berbalik menatap Nay, Nay pun menghampiri Rendra.
"Ada apa? Bukannya kamu mau ketemu ayahmu?"
"Hem tadinya iya, tapi saya mau tanya ke Dokter Rendra."
"Tanya apa?" Ujar Rendra.
"Dokter Rendra kenapa jengukin ayah?"
"Kenapa? Nggak boleh?"
"Bu...bukannya begitu, maksud saya...." Ujar Nay tersela.
"Saya tahu maksud kamu, saya hanya merasa setidaknya harus menyapa ayah kamu." "Kenapa? Maaf tapi Anda kan tidak mengenal ayah saya."
"Meski tak mengenal tapi boleh kan saya mengenal ayah kamu?"
Naya tampak berpikir sejenak.
"Boleh Dok, tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mengizinkan Anda mengenal ayah saya."
"Bagus kalau gitu, ayah kamu tidak boleh terlalu stres supaya kondisinya cepat membaik. Kalau perkiraan saya, beliau sudah boleh pulang besok."
"Alhamdulillah kalau begitu." Ujar Nay bahagia.
"Ya sudah, kamu mau balik ke ruangan ayahmu?"
"Tidak Dok, sekarang saya mau memeriksa pasien."
"Ya sudah, bareng saya saja!"
Nay mengangguk lalu mengikuti Rendra.
"Oh iya Naya," ujar Rendra sembari berbalik.
Sontak Nay berhenti dan menabrak seseorang yang ada di depannya itu. Nay mengangkat wajahnya dan terkejut melihat Rendra dengan jarak yang begitu dekat. Nay mundur dan hampir terjatuh karena sangat terkejut. Beruntung Rendra sigap menangkap Nay. Pandangan mata mereka berdua bertemu. Rendra menatap Nay sangat lekat. Dia terpesona dengan mata indah milik Nay begitu pun Nay yang tersihir oleh onik hitam milik Rendra. Beberapa saat kemudian, akhirnya mereka tersadar. Rendra melepas rengkuhannya dan Nay segera menjauh.
"Maaf...." Mereka berdua kompak mengucapkan permintaan maaf.
Karena merasa ada yang aneh, Rendra menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Sedangkan Naya, menggenggam jemarinya kuat-kuat karena terlalu grogi. Bahkan Rendra sampai lupa untuk menanyakan sesuatu pada Nay.
Setelah tragedi tadi, mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju ruang rawat untuk memeriksa pasien.
***
Di ruang istirahat, Nay masih sibuk membaca buku-buku dan membuat catatan. Dia memang sangat rajin untuk membaca disela-sela rutinitasnya. Tiba-tiba saja Nay mengingat kejadian tadi di koridor dengan Rendra. Nay bahkan menepuk pipinya dan menggeleng-gelengkan kepalanya untuk melupakan kejadian tadi.
"Aku ini kenapa?" Monolognya.
Hari sudah malam, Nay pun ke ruangan rawat ayahnya untuk melihat ayahnya. Tetapi ayahnya tak ada di ruangan, Nay pun mencari ayahnya dan menghubungi sekretaris Ridho. Namun sekretaris Ridho tak mengetahui keberadaan ayah Nay, karena dia sedang pulang ke rumahnya. Nay pun kalang kabut mencari ayahnya di penjuru rumah sakit.
"Ayah di mana?" Monolog Nay.
Dari kejauhan terdegar suara ayahnya, Nay langsung mencari ke sumber suara. Dia merasa lega ayahnya baik-baik saja, dia pun mendekati ayahnya dan ternyata ayahnya sedang bersama seseorang.
"Ayah."
Ayahnya dan seseorang itu menoleh menatap Nay. Nay berhambur memeluk ayahnya, tangis tak dapat terbendung.
"Kenapa sayang?" Ujar Ayah Nay dengan lembut.
"Aku tadi nyari ayah di kamar tapi ayah nggak ada, aku jadi khawatir sampai nyari ayah di penjuru rumah sakit."
"Ayah nggak papa, sayang. Tadi ayah ditemani sama Nak Rendra."
"Tadi aku nelepon sekretaris Ridho tapi katanya dia juga nggak tahu ayah di mana, jadi aku makin panik takut ayah kenapa-napa." Ujar Nay berbicara sambil menangis.
"Sudah sayang jangan menangis!"
Nay pun berhenti menangis dan mengusap air matanya. Melihat Nay menangis entah kenapa membuat Rendra sesak. Nay terlihat sangat menyayangi ayahnya dan dia juga anak yang berbakti pada orang tua pikir Rendra.
"Ayah kembali ke kamar ya, di luar makin dingin!"
Nay membantu ayahnya berjalan ke kamar, Rendra juga ikut membantu. Sesampainya di kamar ayah Nay beristirahat. Nay menunggu ayahnya sampai tertidur, baru dia kembali untuk shif malam. Rendra juga sama, dia menunggu Nay. Setelah ayahnya tidur Nay dan Rendra pergi. Mereka dalam kebisuan selama perjalanan ke ruang UGD sampai Rendra memutuskan untuk membuka pembicaraan.
"Kamu sangat sayang sama ayah kamu ya?"
"Iya Dok, ayah adalah segalanya bagi saya setelah bunda meninggal."
"Maaf, saya tidak tahu."
"Tidak apa-apa dok, terima kasih juga telah menemani ayah saya tadi." Ujar Nay tulus.
Rasa takut pada Rendra yang dulu Nay rasakan perlahan menghilang. Dia sudah tak takut pada Rendra seperti pertama kali mereka bertemu. Dalam hati, Rendra mengagumi kasih sayang Nay pada ayahnya. Bahkan dia merasa bersyukur karena orang tuanya masih lengkap.
"Kamu gadis yang baik Nayasila." Ujar Rendra dalam hati.
"Dokter Rendra baik pada ayah, apa dia benar-benar peduli atau hanya sopan santun?" Ujar Nay dalam hati.