Rasa nyaman itu mampu membuatku menjadi aku yang dulu.
Narendra Wiratama
Pagi ini ayah sudah boleh pulang tentu saja ini kabar bahagia bagi Nay. Sekretaris Ridho juga sudah datang untuk menjemput ayah Nay.
"Ayah harus banyak istirahat ya, Nay usahakan untuk sering pulang."
"Iya sayang, kamu jangan khawatir. Kamu harus tetap fokus sama pekerjaanmu!"
Nay mengangguk patuh. Sekretaris Ridho membantu ayah Nay ke mobil. Nay juga mengantarkan ayahnya sampai di mobil. Sebenarnya Nay ingin sekali mengantar ayahnya pulang, tetapi karena masih ada pekerjaan dia tak bisa melakukannya
"Titip ayah ya!"
"Baik Nona, Anda jangan khawatir!" ujar Sekretaris Ridho.
Dengan berat hati Nay melihat kepergian ayahnya. Setelah mobil ayahnya menjauh, Nay masuk kembali ke dalam karena pekerjaannya sudah menanti. Setiap dua jam sekali Nay akan mengirimkan pesan kepada sekretaris Ridho untuk menanyakan keadaan ayahnya. Hal itu sedikit mengurangi rasa khawatir Nay pada ayahnya.
Sekarang sudah pukul 17.00 dan sekretaris Ridho belum membalas pesan terakhir yang dia kirim. Ada rasa khawatir di hati Nay saat ini, bahkan dia tak lagi fokus dengan pekerjaannya. Naya berjalan dengan cepat menuju ruangan Rendra.
"Permisi Dokter Rendra."
"Masuk!"
Naya masuk dan menghampiri Rendra yang tengah sibuk dengan layar komputer di depannya.
"Ada apa?" tanyanya tanpa memalingkan wajah ke arah Nay.
"Itu dok, saya mau izin pulang sebentar jika Anda mengizinkan."
"Ada hal mendesak?"
"Begini, sedari tadi saya tidak bisa menghubungi ayah saya jadi saya mau mengecek keadaan ayah saya sebentar. Itu pun jika Anda mengizinkan."
Dokter Rendra menoleh ke arah Nay.
"Baiklah saya izinkan."
"Terima kasih, dok."
Dokter Rendra mengangguk, lalu Nay pamit untuk pulang. Nay bergegas ke ruang istirahatnya untuk mengambil sliming bag dan jaketnya. Setelah itu dia berlari menuju lobi untuk mencari taksi. Tak lama Nay menaiki taksi menuju rumahnya sambil mencoba menghubungi ayahnya kembali. Saat di tengah perjalanan sekretaris Ridho menghubunginya. Dia bilang sedang berada di kantor untuk mengurus urusan kantor yang mendesak jadi tidak mengetahui kondisi ayah Nay sekarang ini. Tetapi terakhir kali sekretaris Ridho bersama ayah Nay, beliau tampak baik-baik saja. Nay sedikit lega namun dia harus memastikan ayahnya baik-baik saja. Lima belas menit kemuddian Nay sampai di rumahnya.
"Non Naya sudah pulang?" tanya Bi Sarah.
"Enggak bi, saya hanya sebentar saja. Ayah di mana?"
"Tuan ada di kamar Non,"
"Oh, oke bi,"
Nay segera ke kamar ayahnya, ternyata ayahnya sedang tidur. Setelah puas melihat ayahnya Nay beranjak keluar kamar untuk menemui Bi Sarah.
"Bibi, kalau ada apa-apa hubungi saya ya!"
"Baik non, saya akan menjaga tuan jadi non jangan khawatir."
"Makasih ya bi, ya udah saya mau salat dulu lalu kembali ke rumah sakit."
"Non mau makan malam dulu sebelum ke rumah sakit?"
"Sepertinya nggak sempeT bi, saya langsung kembali ke rumah sakit setelah salat."
"Baik non,"
Nay beranjak ke kamarnya untuk segera menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Pikirannya jauh lebih tenang setelah menghadap Allah dan mencurahkan segala keluh kesahnya. Setelah selesai Nay bergegas ke rumah sakit. Dia juga tak lupa berpesan pada Bi Sarah untuk menjaga ayahnya.
Nay memesan taksi untuk kembali ke rumah sakit. Pukul 19.15 Nay sudah sampai di rumah sakit. Dia segera bergabung dengan rekan-rekannya untuk melakukan tugasnya karena UGD terlihat sangat sibuk. Beberapa perawat dan dokter berlarian silih berganti. Sepertinya ada pasien kecelakaan yang baru datang di UGD.
"Nay dari mana saja? Aku nyariin kamu dari tadi."
"Sorry Rey, aku tadi dari rumah."
"Oh begitu, tapi nggak ada masalah kan?
"Iya Rey aku cuma khawatir sama ayah."
"Syukurlah, ya udah kamu sama aku memeriksa pasien di sana yuk!"
Nay dan Reyhan menghampiri pasien yang baru saja datang dari ambulan dan membawanya ke ruangan UGD. Pasien dengan luka ringan satu per satu mulai dipindahkan ke ruang rawat setelah diobati. Dan satu pasien yang kritis dipindahkan ke ruang operasi. Terlihat Dokter Rendra dan beberapa dokter lainnya menuju ruang operasi. Pasti operasi kali ini operasi yang cukup besar karena terlihat beberapa dokter ikut andil di dalamnya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.00, aku pun segera membersihkan diri lalu menunaikan kewajibanku.
"Nay, mau ke mana?"
"Mau salat, kamu udah salat?"
"Belum, ya udah bareng aja."
"Oke tapi aku bersih-bersih dulu,"
Reyhan mengangguk. Beberapa menit kemudian mereka berdua salat di musala rumah sakit. Rey menunggu Nay di depan musala tetapi Nay tak kunjung keluar. Rey pun memutuskan untuk mencari Nay. Rey begitu khawatir melihat Nay pingsan. Reyhan segera membawa Nay ke ruang pemeriksaan. Dia meminta dokter yang jaga untuk memeriksa Nay.
"Dia kelelahan terus pola makannya harus diperhatikan! Dia sering sekali pingsan."
Reyhan menghela napas lega karena tak ada hal yang membahayakan. Tetapi kenapa Nay sangat mudah sekali pingsan, hal itu membuat Reyhan khawatir.
***
Operasi baru saja selesai, Rendra berjalan menuju ruangannya untuk membersihkan diri. Setelah membersihkan diri dia merebahkan tubuhnya di ranjang yang berada di ruangannya. Tiba-tiba dia teringat Nay, apa yang sedang gadis itu lakukan sekarang. Mungkin saja dia sedang berkutat dengan buku tebalnya sembari siaga di UGD, pikir Rendra. Lalu Rendra pun memutuskan untuk ke UGD memeriksa sesuatu.
Sesampainya di UGD, dia tak melihat Nay. Jadi dia bertanya kepada salah seorang perawat.
"Oh Dokter Nay, sedang di ruang rawat dok."
"Dia kenapa?"
"Dokter Nay tadi pingsan sehabis salat."
Rendra pun berlari mencari ruangan yang dimaksud. Di sana dia menemukan gadis itu terbaring dengan mata tertutup dan selang infus di tangan kirinya. Dia duduk dan tanpa komando tangannya hendak mengusap kepala Nay tetapi dihentikan oleh seseorang.
"Dokter Rendra, Anda sedang apa di sini?"
"Sa...saya hanya melihat Naya."
Reyhan mengangguk. Kemudian Rendra meminta Reyhan untuk kembali bertugas dan sebagai gantinya dia akan menjaga Nay. Dengan berat hati Reyhan meninggalkan Nay dan menuruti perintah atasannya tersebut.
Setelah keperdian Reyhan, Rendra memandang Nay dengan penuh kehangatan. Ke mana dia yang dingin dan tanpa ekspresi itu. Selalu saja dia menjadi orang lain ketika bersama Nay.
"Jangan sakit, Naya!" gumamnya.
Tanpa diduga Rendra bahkan tertidur ketika menunggui Nay. Sungguh sesuatu yang ajaib mengingat Rendra mengidap insomnia. Namun berada dekat dengan Nay entah sejak kapan membuatnya nyaman.