Aksa memberikan amplop putih pada Calvin. Felix, Ivi dan Calvin menatap heran pada Aksa. Aksa lalu duduk. Kehadirannya yang tiba-tiba dan langsung menyerahkan amplop putih tentu mengejutkan Calvin. Calvin masih menatap amplop itu.
"Buka vin" ucap Aksa.
"Apa ini?" tanya Calvin masih melirik amplop itu.
"Surat dari pengadilan." ucap Aksa sambil menyeruput tehnya.
Calvin langsung membuka amplop itu.
"Lo udah urus surat perceraian gue sama Irene?" tanya Calvin tak percaya. Aksa dengan santai meletakkan gelasnya ke meja.
"Tentu. Gue kan udah pernah bilang untuk urusan Irene biar gue yang urus. Sekarang lo hanya perlu kasih surat itu ke Irene dan suruh dia tandatangan. Saat sidang perceraian nanti, tunjukkan semua bukti dan buat dia gak dapat apapun dari harta lo." jelas Aksa.
"Gue benar-benar gak nyangka lo gerak secepat itu sa" salut Calvin.
"Gue gak suka menunda sesuatu yang penting. Lo bisa langsung ke Rumah Sakit. Gue yakin dia pasti di sana. Jagain si dalang." ucap Aksa dengan senyum miring.
"Dalang?" kompak mereka.
"Ck. Alfi. Dia kan masih di Rumah Sakit"
"Oh... Ok gue bakal ke sana." Calvin akan berdiri namun.
"Lo mau ke sana sendiri gitu?" tanya Aksa.
"Lo tenang aja. Di sana juga banyak mata-mata gue." santai Calvin.
"Jangan terlalu percaya sama mata-mata lo vin! Gue tahu siapa mereka? Lo baru rekrut mereka kan?" Aksa
"Maksud lo ?"
"Astaga! Mereka semua itu suruhan Alfi dan Irene. Udah gak usah pakai mereka lagi. Gue mau kenalin kalian ke seseorang." Calvin kembali duduk.
"Siapa?" tanya Calvin.
Prok Prok!
Aksa menepuk tangannya. Seseorang memasuki ruangan itu. Mereka pun menoleh ke arah suara langkah kaki.
"Joe??" tanya Calvin tak percaya.
Joe tersenyum kikuk.
"Joe, kemari!" titah Aksa.
Joe pun berdiri di samping sofa dekat Aksa.
"Duduk Joe" titah Elina. Joe mengangguk dan duduk.
"Bagaimana bisa lo bawa dia untuk kerjasama dengan kita lagi sa?!" tanya Calvin tak percaya.
"Gue akan ceritain. Jangan emosi"
"Maafkan saya Cal" ucap Joe.
Calvin acuh.
"Ok gue ceritain semuanya .." ucap Aksa.
#Flashback On
Aksa dan Elina akan mengadakan pertemuan di sebuah hotel. Mereka akan menjalin kerjasama bisnis. Di sana, mata Aksa tak sengaja menangkap objek yang ia kenali.
"Joe??" gumam Aksa.
Elina yang mendengar ucapan Aksa barusan langsung menghentikan langkahnya.
"Ada apa sa?" tanya Elina.
"Mbak, itu Joe. Tapi, dengan siapa dia ya?"
"Lebih baik kita cari tahu sa"
Aksa mengangguk. Mereka pun berjalan mendekat ke sana. Hingga daun telinga Aksa sedikit menempel ke dinding untuk mendengar percakapan mereka. Beruntungnya, pintu kamar hotel itu terbuka seperempat.
'Lo udah berhenti jadi kacungnya dia kan?' tanya orang itu.
'Udah. Gue mohon jangan ganggu mereka lagi.'
'Hahah lo kira semudah itu?! Gak akan!'
'Lo bilang lo bakalan perbaiki kondisi perusahaan mereka setelah gue berhenti jadi kaki tangan Calvin tapi apa?! Sialan lo!'
BUGH!!
Joe menumbuk perut orang itu.
'Sialan! Lo berani sama gue?!'
'Gue berani! Gue akan balas semua perbuatan kalian!'
'Hahah gak semudah itu tuan Joe yang terhormat.' Seorang perempuan yang tadinya hanya duduk langsung berdiri ke arah Joe.
'Tuan Joe... Anda begitu bodoh ternyata... Terlalu mudah untuk ditipu...' ucap Perempuan itu.
'Bedebah kau Nisa!!!' emosi Joe
Nisa??? Hm kalian masih ingat dengan Nisa kan?
'Hahahah.... Jangan seperti itu Tuan... Saya adalah orang baik bagi bu Ivi... Jangan mengumpati saya'
'Kau benar-benar licik! Selama bertahun-tahun kau membohongi mereka dengan muka polosmu!'
'Aku cerdas bukan? Ivi bahkan percaya denganku..'
'Aku akan membuat kalian menyesal!'
'Aku tak peduli! Habisi dia Lex!' titah Nisa pada Alex.
Joe tak tinggal diam, ia membalas pukulan Alex bertubi-tubi.
Aksa yang mendengar hal itu dari luar pun tak tinggal diam.
"Mbak, aku harus bantu Joe" ucap Aksa.
"Ayo sa kita bantu dia" Aksa mengangguk. Mereka pun memasuki kamar hotel Joe.
BUGH!!
Aksa menumbuk wajah Alex membuat Alex merintih.
"SIALAN!! Siapa kau?!" emosi Alex.
"Siapa kalian?!" bentak Nisa. Elina tak menjawab. Ia memelintir tangan Nisa membuatnya merintih.
"Awh... sakit bodoh!" umpat Nisa.
Elina hanya tersenyum miring. Lalu, Aksa dan Joe memukul habis Alex. Setelah Alex lemah,
"Pegangi dia! Aku akan menghubungi polisi." ucap Aksa.
"Hubungi mas Arzam aja sa" ucap Elina.
"Iya mbak..."
Tak berselang lama, beberapa polisi datang dan menangkap mereka.
#Flashback Off
"Ya Allah... Ternyata selama ini Nisa hanya memakai topeng?" tanya Ivi tak percaya.
"Kak... Gak semua orang yang terlihat baik itu memang benar-benar baik. Untuk itu, mulai sekarang lebih berhati-hati ya kak.." ucap Elina.
"Iya lin..." lirih Ivi. Felix merangkul Ivi.
"Vin, lo udah tahu kan? Joe melakukan semua ini demi kalian. Jadi, jangan pernah membenci Joe. Dia adalah pengawal yang setia." ucap Aksa.
"Maafin gue Cal..." lirih Joe.
"Gue juga minta maaf Joe... Gue sudah salah paham sama lo" ucap Calvin.
Calvin berdiri dan memeluk Joe .
"Nah jadi sudah tidak ada salah paham ya di antara kalian..." Aksa
"Makasih sa" Calvin
"Sama-sama." Aksa tersenyum.
"Hm ada yang mau aku bicarakan juga" ucap Elina.
"Ada apa lin?" tanya Ivi.
"Kak, orang tua kakak di mana ya? Aku gak pernah lihat mereka." ucap Elina.
Ivi diam membisu.
Felix mengusap pundak Ivi, mencoba menenangkan.
"Orangtua Ivi mengalami insiden kecelakaan pesawat lin" ucap Felix.
"Apa?! Bagaimana bisa?" tanya Elina tak percaya.
"Pesawat mereka hilang kendali pada saat itu dan mengalami kecelakaan." Felix
"Lalu, apa kalian sudah menemukan jasad mereka?" Aksa.
"Kami tidak menemukan jasad mereka karena kemungkinan jasad mereka terjatuh ke jurang." Felix.
"Gak tahu kenapa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal kak..." ucap Elina.
"Gue juga gitu mbak..." tambah Aksa.
"Maksudnya gimana ya lin, sa?" tanya Ivi.
"Suamiku menanyakan prihal orangtua kakak. Aku sih gak tahu pasti kenapa dia tanya. Tapi aku rasa ada sesuatu sama orang tua kakak makanya suami aku, Arzam meminta aku menanyakan hal ini." jelas Elina.
"Sejujurnya gue juga ganjel sih mengenai kecelakaan pesawat itu." Calvin.
"Maksudnya?" Ivi.
"Gue pernah gak sengaja dengar bokap lo kak telepon seseorang. Terus dia bilang kalau semuanya akan segera dimulai." ucap Calvin.
"Apa maksud dari semua ini?" Ivi.
"Nanti aku akan bahas ini sama Arzam.. Semoga kita menemukan jejak ya..." Elina.
"Gue rasa .. maaf ya kak bukan gue menjudge orang tua lo, tapi gue rasa mereka juga terlibat dalam masalah ini." Aksa.
"Itu gak mungkin sa... Mana ada orangtua yang mau menghancurkan anaknya sendiri." ucap Ivi.
"Kita akan cari tahu semuanya kak... Semoga feeling gue salah" Aksa.
"Kak, lo ingat gak waktu dulu kalian baru-baru nikah?" tanya Calvin. Ivi dan Felix mengangguk.
"Mereka sering banget kan ke luar. Yang alasannya ke luar kota lah... ada arisan.. atau bahkan sekedar pergi aja. Kalian gak curiga emang?" Calvin.
"Enggak sama sekali vin..." Ivi.
"Sebelum kalian nikah, apa mereka juga sering pergi gitu?" Aksa.
"Dulu, sebelum nikah mereka itu selalu di rumah. Karena kan bapak juga kerja." Ivi.
"Berarti mereka juga merupakan tersangka dalam masalah ini" Aksa.
"Aku gak bisa bilang iya karena kita belum tahu semuanya. Bisa aja kan dulu mereka jarang pergi karena memang gak ada urusan dan urusannya itu banyak setelah aku nikah dan kebetulan mereka udah gak kerja." Ivi.
"Iya kak okay... Kita harap prasangka ini salah ya.." Elina.
Ivi mengangguk.