Sebuah Hubungan itu tak ada yang
berjalan mulus begitu saja. Akan slalu ada kerikil di sepanjang perjalanmu. Untuk itu, singkirkanlah kerikil dalam hubungan bukan singkirkan hubungan yang berada di antara kerikil.
-imnkn-
"Gimana Mom? Nemu jejak gak?" tanya Elven pada Ivi yang sibuk mengutak atik laptopnya.
"CCTV kelas semuanya hidup, tapi CCTV Bagian Administrasi, Ruangan Mommy, Halaman depan dan lorong kursus itu gelap El... Mommy juga bingung kenapa bisa gini ya?" Ucap Ivi resah sambil memberikan laptopnya pada Elven. Elven mengamati laptop itu.
"Kayaknya ada sabotase deh Mom.." ucap Elven menyelidik Layar laptop.
"Tapi gimana bisa ya El?" tanya Ivi bingung.
Tingnung... Tingnung....
Bel Rumah Ivi berbunyi, menandakan ada seseorang yang datang. For Your Information, semenjak kejadian Alfi yang masuk seenaknya ke rumah Ivi beberapa waktu lalu, Ivi dan Elven memutuskan untuk mengunci pintu pada saat rumah sepi.
"Mom, Kayaknya ada tamu deh.." ucap Elven.
"Yaudah biar Mommy buka ya.. kamu tunggu di sini." Ivi beranjak dari ranjang untuk turun, namun tangan Ivi ditahan oleh Elven.
"No Mom... Elven gak akan biarin Mommy buka pintu sendirian. Elven takut kejadian beberapa waktu lalu terulang lagi. Ayo, kita lihat sama-sama mom..." ucap Elven dengan raut wajah cemas. Ivi tersenyum.
"Thank You Son... Karena kamu slalu pasang badan untuk Mommy..." ucap Ivi terharu.
"No matter mom... Ini sudah tugas Elven untuk slalu menjaga Mommy... Ayo Mom.." Elven menuntun Ivi dan mereka berjalan menuju pintu utama rumah keluarga itu.
....
Felix dan Calvin berada di depan sebuah rumah besar. Mereka berada dalam satu mobil. Calvin menyelidik rumah besar itu. Matanya terus menyusup ke seluruh penjuru rumah dari luar.
"Kayaknya gak ada dia deh kak di rumah ini. Mungkin benar, dia memang lagi koma di Rumah Sakit. Kak, gue rasa ini bukan sandiwara. Kayaknya emang benar-benar ada yang ngelukain dia. Secara, musuh dia kan banyak." Calvin.
Felix seperti menimang.
"Gue belum puas kalau gue belum tahu penyebab di balik semua masalah ini. Nanti, kita bicarakan semua ini sama Azka dan Elina." ucap Felix.
"Ok kak. Kita pulang sekarang aja. Nanti, kita bahas ini ke Kak Ivi dan Elven dulu."
"Ok, kita balik." Felix mulai mengemudi dan mereka pun di perjalanan menuju rumah.
.....
Azka pun pulang ke rumahnya dengan beberapa bungkusan kantong makanan. Azka disambut oleh Kiana.
"Assalamualaikum sayang...." ucap Azka saat memasuki rumah mereka.
Kiana berjalan dengan senyum menuju Azka. Ia mencium punggung tangan suaminya dan memeluk hangat Azka. Sejak hamil, Kiana menjadi perempuan yang manja.
"Waalaikumsalam... Kangen tahu" adu Kiana.
Azka menuntun Kiana untuk duduk. Dan meletakkan semua kantong makanan di meja.
"Duduk sayang..." titah Azka. Mereka pun duduk.
"Kamu bawa semua pesenan aku?"
"Iya dong... Aku gak mau aja kalau nanti istri aku ngelahirin anak yang tukang ngiler cuma karena keinginannya gak terpenuhi" ledek Azka. Kiana memukul lengan Azka. Ekspresinya berubah menjadi cemberut.
"Ish!! Kamu kok gitu sih?" kesal Kiana.
"Canda sayang... Yaudah, kamu mau makan ini kan?? Aku siapin ya.. duduk manis ok?"
"Siapppp bos" Kiana cengengesan.
....
Ivi dan Elven pun membuka pintu rumah, Dan yang datang adalah...
"Daddy....???" kaget Elven.
"Ya Allah... kalian lama banget sih bukain pintunya.." keluh Calvin.
"Maaf vin tadi kakak kira yang datang itu-" Elven menyenggol lengan Ivi agar Ivi tidak keceplosan. Ivi langsung menutup mulutnya dengan tangannya.
"Yang datang itu???" sambung Felix.
"Eh? Bu-bukan siapa-siapa kok hon..." elak Ivi.
"Don't lie me... Kita bicarakan ini di dalam." raut wajah Felix berubah menjadi sangat serius.
"Kak, kita makan dulu aja.. Lo juga kan harus bersih-bersih dulu" Calvin.
"Gak bisa! Kita bicarakan ini sekarang juga!" tegas Felix.
Raut wajah Elven dan Ivi berubah menjadi panik.
"Mom, I'll help you..." gumam Elven memeluk lengan Ivi.
"Elven, ikut Daddy and Mom ke ruang keluarga!" tegas Felix.
"Lix, Elven gak ada urusannya dengan ini" bujuk Ivi.
"Aku hanya meminta dia untuk ikut membahas ini sama kita. Apa yang kamu khawatirkan?" curiga Felix.
"Okay Dad.. Aku ikut" Elven menengahi.
"Gue juga deh..." tambah Calvin.
Felix mengabaikan semua itu dan berjalan mendahului mereka.
"Kak, ada apa sih?" tanya Calvin saat Felix telah menghilang.
"Tentang Alfi... " lirih Ivi.
"Astaga... Tenang kak... Kak Felix Pasti bisa ngertiin kok.." tenang Calvin.
"Makasih vin.."
.....
"Mas, jadi gimana mengenai kasus Revin?" tanya Elina sambil menuangkan teh ke gelas. Mereka tengah makan malam berdua saat ini.
"Aku udah suruh beberapa rekan untuk menyelidiki kasus ini. Kita tinggal tunggu kabar selanjutnya." Ucap Arzam.
"Tapi mas aku belum tenang kalau Revin masih menjadi sasaran..." cemas Elina.
"Udah.. Kamu tenang aja. Gak akan ada yang berani ngelukai Revin lagi... Aku juga udah kirim orang buat mengawasi Revin.. " Arzam meminum tehnya dan mengakhiri makannya.
Elina mengambil piring kotor Arzam dan membawanya ke pencucian. Ia lalu kembali lagi dan duduk.
"Aku khawatir sama Revin mas..."
"Oh ya na.. Ada satu hal yang mengganjal di sana."
"Apa mas?"
"Di mana keberadaan orang tua Ivi?"
"Aku gak tahu mas... Aku gak pernah tanya itu ke kak Ivi"
"Coba kamu tanya ke dia tentang orang tuanya ya.."
"Memangnya ada apa dengan orang tua kak Ivi mas?"
"Gak apa-apa.. kamu coba tanyain aja ya..."
"Iya mas nanti aku coba tanya ya...."
'Maaf na aku belum bisa kasih tahu semuanya sekarang. Karena kita harus benar-benar hati-hati untuk menyelesaikan kasus ini.' Batin Arzam.
"Hm yaudah tidur yuk... Mas capek banget hari ini"
"Yaudah ayo mas..."
.....
BRAK!!!
Felix menggebrak meja.
"Jadi, Alfi datang ke sini waktu itu?!" Tanya Felix dengan keterkejutannya.
"Dad... jangan bentak Mommy" peringat Elven.
"Shut up El! Jangan ikut campur!" sanggah Felix.
Ivi memeluk Elven yang berada di sampingnya.
"Kak, jangan terlalu keras. Lagian ini gak semuanya salah kak Ivi" Ucap Calvin menenangkan.
"Tetap aja dia salah! Seharusnya dia kunci pintu kalau dia tahu Alfi bakal datang! Atau dia hubungi aku! Ini kenapa dia malah seolah memberi peluang untuk si brengsek itu masuk?! Kamu senang di datangin Alfi? IYA?!!!" Bentak Felix.
"Enggak gitu Lix... Kamu kenapa sih selalu nyalahin aku? " tangis Ivi.
"Karena kamu gak pernah benar-benar menjaga pernikahan kita!"
"Apa Lix apa?!! Aku slalu berusaha menjadi lebih baik, slalu berusaha melindungi keluarga ini, aku lakuin semuanya demi keluarga ini! Tapi apa?! kamu gak pernah menghargai semua usaha aku! Aku slalu salah di mata kamu!"
"KARENA KAMU MEMANG SALAH!"
"Terserah ya kamu mau ngomong apa tentang aku! Terserah! Kamu memang gak pernah bisa menghargai aku. 16 tahun pernikahan ini gak ada artinya di mata kamu ya! Aku sakit hati Lix waktu kamu ngira yang enggak-enggak tentang aku!! Kamu pernah gak mikir gimana rasanya dituduh macem-macem sama suami sendiri?! Pernah gak?! Hiks..." Hati Ivi benar-benar sakit atas setiap perkataan Felix.
"Mom... Jangan ngomong macem-macem... Istighfar mom... " tenang Elven memeluk lengan Ivi.
"El, mommy sakit hati... Daddy kamu gak pernah bisa percaya sama Mommy.. Apa yang Mommy lakuin selalu salah di mata dia. Hiks... "
"Udah Mom... Elven sayang Mommy" Elven memeluk Ivi. Calvin menatap pertengkaran itu dengan sendu. Felix mulai meredam amarahnya. Ia menunduk lesu.
"Kak, udah ya... baikan... Ini gak semuanya salah kak Ivi.. Kakak harusnya ngerti... Alfi akan senang jika kalian bertengkar seperti ini." nasehat Calvin.
Felix masih diam membisu. Ivi menatap Felix dengan tatapan yang sulit diartikan. Elven mengambil tangan Felix dan Ivi. Ia menyatukan tangan keduanya. Ivi masih terus menangis.
"Dad, Mom.... Baikan ya?? Jangan biarin musuh kita bahagia di luar sana melihat pertengkaran kita. Kita harus kompak. Kita harus bersatu untuk memperbaiki semua ini. Kita harus selesaikan semua kasus ini sama-sama. Ya?? Bismillah" Ucap Elven sambil menggenggam tangan Felix dan Ivi yang ia satukan. Keduanya saling tatap dengan diam. Ivi menatapnya sendu. Felix menatap Ivi dengan tatapan bersalah. Felix tak kuat melihat air mata istrinya.
Ia berdiri dan berjalan perlahan ke arah Ivi. Melepas pagutan tangan yang disatukan oleh Elven. Saat tepat berada di hadapan Ivi. Ia diam sejenak. Lalu memeluk erat Ivi. Ia sedikit menunduk memeluk Ivi.
"Maafin aku sayang... Aku slalu gak bisa mengontrol emosi aku kalau itu berkaitan dengan orang-orang yang berusaha merebut kamu dari aku. Aku sayang sama kamu... Sangat sayang... Maafin aku... Aku cuma gak mau kehilangan kamu... Maaf sayang..." Felix mengeratkan pelukannya. Air matanya tanpa sadar lolos begitu saja. Ivi tak sanggup berkata-kata. Ia hanya menangis diam.
"Maafin aku... Tolong, jangan tinggalin aku" lirih Felix.
Ivi melerai pelukan itu. Mereka saling tatap. Ivi menghapus jejak air mata di wajah Felix. Felix menatap dalam Ivi.
"Aku gak akan pernah bisa marah sama kamu... Aku sangat mencintai kamu Felix... Maaf.. karena aku juga salah dalam hal ini" ucap Ivi dengan isak tangis.
Felix menatap dalam manik mata itu. Ia langsung kembali memeluk Ivi.
"Makasih sayang... makasih... maaf.... I'll love you till the end of my life.." ucap Felix. Ivi tersenyum.
Calvin menatap haru kedua insan itu. Hubungan Pernikahan mereka memang gak mulus, tapi mereka selalu menemukan cara untuk keluar dari setiap permasalahan yang ada. Keduanya saling menguatkan.
'Andai gue bisa memiliki pendamping yang sebaik kak Ivi... Ya Allah.. kenapa hamba bisa salah memilih pasangan??' batin Calvin berduka.
'Aku tahu.. Akel pasti sedih.. Dia pasti teringat sama pernikahannya... Ya Allah... semoga kelak Akel bisa menemukan pendamping yang terbaik untuknya.. Aamiin...' Batin Elven.