Elven mengantarkan Ivi ke kursus. Namun, Elven tak ikut masuk ke ruangan Mommy nya. Ia memilih menunggu di lobi karena kata Mommynya hanya sebentar. Saat tengah menunggu sembari memperhatikan sekeliling, deringan dengan getaran terdengar dari saku jaket yang Elven kenakan.
Ia merogoh sakunya dan menemukan panggilan masuk dari seseorang.
'Temui Calvin di kantornya saat ini juga!' itu seperti bukan pernyataan, melainkan perintah tegas. Orang di sebrang telepon langsung memutus sambungan sepihak sebelum mendengar jawaban dari Elven. Elven kesal dan langsung menarik handphone yang menempel di telinganya.
"Apa-apaan orang ini?! Tidak punya sopan santun!" gerutu Elven.
Ia lalu mencerna ucapan orang di sebrang telepon tadi.
"Tunggu... Dia nyuruh gue buat temui akel di kantor? Memangnya akel kenapa? " Elven sedikit berpikir dan..
"Oh astaga! Aku melupakan kasus keluarga dengan perusahaan! Apa jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Akel... oh ya Allah.. aku harus gimana? Astaga.. Mommy belum keluar lagi..." ucap Elven gelisah. Ia langsung berdiri celingak-celinguk.
"Mbak Nisa!" ucap Elven sedikit teriak saat berada di depan Nisa.
"Eh mas Elven? Kenapa mas?" tanya Nisa ramah.
"Mommy masih lama gak?" tanya Elven
"Kayaknya 15 menit lagi mas.. Soalnya tadi ada beberapa hal yang harus dibahas.. Banyak kejanggalan mas mengenai usaha yang dimiliki Bu Ivi... Ini gak seperti biasanya" ucap Nisa .
'Ini berarti dia mulai menyentuh bisnis Mom? Are you kidding me Irene?! Sial! Alfi, I'll come to you!' Batin Elven mengumpat.
"Kalau aku masuk ke ruangan Mom gak apa-apa mbak?" tanya Elvens sopan.
"Hm kayaknya gak apa-apa deh mas.. "
"Yaudah makasih mbak" ucap Elven dan menuju pintu ruangan Ivi.
Ia mengetuk ragu.
Tok Tok Tok....
"May I enter to your room, Mom?" tanya Elven sedikit membuka pintu.
"Of course sayang... Come here, please" persilahkan Ivi dan Elven masuk. Ia duduk di depan Ivi. Ivi mengalihkan fokus pada berkas di depannya ke pada Elven.
"Kamu kenapa.? Kok panik gitu wajahnya?" tanya Ivi cemas.
"Mom, I feel that something happen with Akel.. Just now, there's foreign someone called me.. I don't know who he is.. " jelas Elven dengan nada cemas.
"What did he say?"
"He said that, I have to go to akel's office right now.. How is it?"
"It's okay boy... Temui akel kamu sekarang... Dia membutuhkan kamu" ucap Ivi dengan senyuman.
"But, how about you mom?"
Khawatir Elven.
"Don't worry... I'm okay here.." ucap Ivi setenang mungkin.
"Non Mom... Daddy pernah bilang kalau Alfi pernah samperin Mom waktu Mom di sini.. Aku gak mau hal itu terjadi lagi... Aku akan tetap jagain mommy"
"Yaudah, kalau begitu, semua berkas mommy ini, mommy bawa aja ya, nanti mommy pelajari di rumah. Dan, kita akan menemui Akel Calvin bersama" ucap Ivi sambil membereskan berkas nya.
"Are you serious?"
"Yes, hurry up! Don't waste our time"
"Heheh siap mom.."
.....
Calvin menghubungi agen terpercaya untuk mendapatkan kaki tangan yang baru. Sialnya untuk saat ini belum ada agen seperti yang Calvin mau. Ia terus mengumpat sedari tadi di ruangannya. Ia bahkan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang dokter di Rumah Sakit karena masalah ini. Ini tentu bukan Calvin yang biasanya.
Drrrrrttttt....
Sebuah deringan nada keluar dari handphone milik Calvin. Ia melirik sekilas, lalu dengan malas mengangkat telepon tersebut.
'Assalamualaikum dokter Cal-' ucapan orang di sebrang telepon terputus saat Calvin memotongnya.
"SAYA SUDAH BILANG BERULANG KALI JANGAN HUBUNGI SAYA UNTUK SAAT INI!! APA KAU TULI?!!"
Calvin meloudspeaker panggilan itu karena ia tidak meletakkan handphone itu di telinganya. Hey guys!! Bahkan untuk megang hp, tempelin di telinga aja males. Hell!
....
Ivi dan Elven telah tiba di kantor Calvin. Para staf menyambut mereka dengan senyuman ramah. Mereka melangkah memasuki ruangan Calvin. Elven masuk tanpa mengetuk pintu karena kata Calvin jika datang ke ruangannya, langsung masuk saja. Itu adalah kode bahwa yang datang adalah keluarga. Sedangkan jika staf atau yang lain, mereka harus mengetuk dan meminta izin terlebih dulu.
"SAYA SUDAH BILANG BERULANG KALI JANGAN HUBUNGI SAYA UNTUK SAAT INI!! APA KAU TULI?!!"
Elven dan Ivi jelas mendengar kalimat yang dilontarkan Calvin. Mereka berhenti melangkah dan tertegun dengan ucapan Calvin. Elven dan Ivi saling melirik seolah mengisyaratkan tanya ada apa dengan Calvin. Mereka mengangguk paham dan melangkah menuju meja Calvin.
Calvin masih belum menyadari kehadiran mereka karena terus menatap ponselnya yang masih terhubung dengan si penelpon.
'Tapi pak... Ini penting... Seseorang membutuhkan pertolongan anda' ucap orang di sebrang telepon.
"Kau tahu? Apakah saat aku membutuhkan pertolongan maka orang itu juga akan menolongku?"
'...'
"Tidak kan?! Tidak akan!! Mereka tidak akan pernah mengingat kebaikan apa yang sudah aku lakukan! Bahkan nyawa orang yang hampir mati pun yang pernah aku selamatkan tak kan pernah membalas kebaikanku! Untuk sekedar mengingat saja misalkan! Jadi, mulai sekarang, berhenti memintaku menyelamatkan orang lain atau menolong orang yang membutuhkan pertolonganku! AKU MEMBENCI KEBAIKAN MULAI DETIK INI!!!"
Klik!
Calvin langsung memutuskan sambungan sepihak. Ia melempar asal handphonenya. Ia mengusap kasar wajahnya.
"ARGH!!! KENAPA SEMUA ORANG SELALU MEMINTA TANPA TAHU MEMBERI?!! BEDEBAH!!!" Emosi Calvin. Ia mulai mendongakkan wajahnya dan tak percaya atas apa yang ia lihat.
Begitupun dengan Elven dan Ivi. Keduanya benar-benar dibuat bingung atas apa yang baru saja terjadi dengan Calvin.
"Kak?" ucap Calvin menormalkan amarahnya.
"Assalamualaikum vin" ucap Ivi setenang mungkin dengan senyum tulusnya.
"Wa- waalaikumsalam... Maafkan aku.. Aku tak tahu bahwa kalian di sini" ucap Calvin menundukkan wajahnya sesaat.
"Ada apa Vin? Apa sesuatu buruk terjadi padamu?" tanya Ivi lembut.
"Kel, just now, someone called me and asked me meet you" ucap Elven.
"Seriously? Who is that?" tanya Calvin tak percaya.
"I dont know.. Unknown person"
"Kak, El... Untuk hal tadi, kumohon lupakan. Aku sedang dalam kondisi yang tak stabil" ucapnya setenang mungkin.
"No problem Vin... Tapi, aku baru kali ini melihat kamu semarah itu.. Ada apa?" Ivi
"Joe pengkhianat" tuturnya dengan nada sedikit marah.
Elven menutup mulutnya tak percaya.
"Bagaimana bisa?" tanya Ivi tak percaya.
"Tadi, dia menjelaskan semuanya. Aku benar-benar membencinya.." ucap Calvin dengan nada kebencian.
"Bisa ceritakan detailanya?" tanya Elven penasaran.
Calvin mengangguk dan menceritakan semuanya.
...
"Lo tahu gak? Seberapa beruntungnya gue karena ketemu lo?" tanya seorang lelaki.
"Heheh... seberuntung apa?" tanya perempuan itu dengan tawa senangnya.
"Jauh lebih beruntung saat aku berhasil memiliki perusahaan sesukses sekarang"
"Hahah masa sih?? Lebay ih" malu perempuan itu.
"No... I'm serious... Kamu ngerasa gak?"
"Ngerasa apa nih?"
Lelaki itu mengambil tangan kanan perempuan itu, lalu ia letakkan di dekat jantungnya.
"Ngerasa kalau saat ini aku benar-benar jatuh cinta "
"Eh?"
"Yes, I fall in love with you Irene Diandra.."
"Kak? Are you serious?" tanya Irene tak percaya.
Yaps, mereka adalah Alfi dan Irene.
"Don't you believe me?"
"Gak gitu kak... cuma aku gak nyangka aja karena pada akhirnya kakak membalas perasaan aku.. Selama ini aku kira hanya aku yang mencintai kakak"
"Hey... " Alfi menggenggam tangan Irene.
"Sebenarnya ini sudah lama.. bahkan sejak awal kita bertemu.. Tapi, baru ini aku berani ungkapin karena keyakinan ini. Aku yakin bahwa kamu juga tulus mencintai aku.. Dari setiap yang kamu lakuin ke aku, itu sudah membuktikan bahwa cinta kamu ke aku cukup besar... I love you..."
"Seriously, aku benar-benar gak nyangka kak... Thanks for loving me... I also love you kak... Jadi?" tanya Irene dengan semangat.
"You're mine and I'm Yours, since at this moment." ucap Alfi dengan senyuman...???