"Aku sangat bahagia saat kamu berada disampingnyaku, aku akan baik-baik saja." kata Azka sambil tersenyum memandang Zya yang terlewat di dekapannya.
"Kau sangat cantik dan agak sedikit manja sekarang, bahkan tidak akan ada yang pernah percaya bahwa kau dulu adalah seorang gadis kecil yang cengeng." kata Azka bergumam sendiri sambil sesekali mengecupi wajah Zya, dan anehnya Zya tidak terusik samsekali.
Zya akan seperti batang pohon yang bernyawa saat tidur, tidak akan bersaksi apapun bahkan mungkin jika terjadi gempa bumi sekali pun.
Kemudian Zya menggeliat dan merasakan ranjangnya terlalu luas seperti ada sesuatu yang hilang dan kemudian Zya terbangun dan menatap jam dinding dikamar nya yang telah menunjukkan pukul 8 pagi. Sungguh dirinya kesiangan padahal pada hari ini Zya akan meminta Azka untuk mengizinkannya kembali kuliah agar tidak merasa bosan diam dirumah saja. Kemudian Zya berjalan dengan malas untuk pergi ke mandi. Setelah makan Zya pun pergi ke dapur karena meresa lapar. Baru saja mengiris bawang tapi matanya terasa sangat perih dan tangganya bahkan terlu karna melamun tadi.
"Sayang apa yang kau lakukan disini, kau terluka!" kata Azka dengan panik. Yang tiba-tiba muncul entah datang dari mana.
"Ini cuma luka kecil ka, aku tadi melamun jadi pisaunya meleset." kata Zya dengan muka polos dan mata sedikit berair karna efek dari mengiris bawang tadi.
Azka yang panik pun tanpa pikir dua kali segera menjauh Zya dari tempat yang menurutnya membahayakan istrinya itu.
"Ka..., turunin aku belum selesai masak, aku lapar Ka..." kata Zya berusaha untuk turun dari gendongan ala pengantin baru ala suaminya itu.
Azka yang merasa kesal dengan Zya yang dari tadi berontak pun langsung menggendong Zya seperti kuli panggul beras yang menggendong beras, kemudian membawanya kekamar mereka dan kemudian mengobati tangan Zya yang terluka. Sementara Zya pun hanya diam memperhatikan suaminya yang sangat posesif bahkan untuk membuat makan saja Zya tidak diizinkan.
Mereka berdua saling diam dengan kesibukan masing-masing Zya sibuk merajuk pada Azka sedangkan Azka terlalu menghawatirkan Zya. Bahkan Azka membuat Zya memutar tubuhnya untuk mengecek apakah ada bagian tubuh lain yang terluka dan tidak terlihat olehnya. Zya yang malas bicara pun hanya mengikuti keinginan Azka.
"Syukurlah lah kau tidak terluka parah." kata Azka sedikit lega dan kemudian membawanya Zya ke dalam pelukan dan mengecupi pucuk kepala zya.
"Kau sangat berlebihan. Aku hanya sedikit terkena pisau di jari telunjuk, bukan tertusuk di bagian yang serius..." kata Zya dalam hati nya.
Kemudian perut Zya pun berbunyi menandakan Zya sangat lapar, akhirnya tanpa Zya hanya bicara panjang lebar lagi Azka menyuruh pelayanan untuk membawakan mereka makannya segera kekamar, seperti nya Azka masih saja menghawatirkan Zya secara berlebihan. setelah 5 menit kemudian makanan berupa 2 porsi stik dan teh hangat pun sampai. Tapi Zya tidak berniat untuk makan entahlah napsu makannya menghilang begitu saja mengingat sikap Azka yang berlebihan padanya.
"Ayo buka mulut!" kata Azka kemudian langsung menguapi zlZya sambil tersenyum manis.
Zya pun hanya menerimanya karna malas berdebat dan perutnya juga sudah terasa sangat lapar. di saat suapan terakhir Zya pun menggeleng karna sudah merasakan sangat kenyang, untuk nya Azka tidak marah dan malah menghabiskan sarapan terakhir untuk Zya tadi, kemudian mengambil minuman untuk Zya.
"Tunggu-tunggu di dekat bibir mu terdapat saus." kata Azka dan tanpa di dugaan pun Azka membersihkan saus itu dengan mejilat bibir Zya.
Zya yang terkejut akan perlakuan suaminya inipun hanya diam mematung.
"Sekarang gantian. Ayo suapi suamimu ini,". kata Azka sambil mengedip-ngedip kan mata.
Setelah tersadar dari keterkejutan nya tadi,
dengan setengah iklas pun Zya mulai menyuapi suaminya itu sampai kesiapan terakhir. Azka yang merasa haus pun langsung meminumnya air bekas Zya minum tadi, Zya pun yang merasa mungkin Azka lupa langsung bicara.
"Ka... itukan tadi minum bekas aku, kamu gak jijik." kata Zya memerhatikan muka Azka yang tersenyum manis padanya.
"Mengapa harus jijik, kamu kan istri aku bahkan seharusnya kita melakukan hal lebih dari itu." kata Azka tersenyum jail.
"Tapi Ka.. gimana misalnya aku tadi lupa gosok gigi...., apa kamu tidak merasa mual?" kata Zya dengan polos.
Azka yang merasa gemas dengan Zya pun langsung menghadiahi Zya dengan ciuman di bibir Zya yang cukup lama, dan berhenti setelah Zya hampir kehabisan napas.
"Kau ingin membunuh.... ku... ya?" ucap Zya yang merasa kesal dan menunjukan muka marahnya yang menurut Azka sangat menggemaskan.
"Tentu saja tidak saya aku mana bisa hidup lama jika tanpamu, hahhahaha... muach, muach, muach." kata Azka sembil tertawa dan kemudian memeluk serta mengecupi wajah Zya dengan sayang.
Entah perasaan aneh apa yang dirasakan Zya sekarang Zya merasa sangat menyukai perlakuan Azka yang hangat padanya.
"Ka....., Zya boleh minta suatu hal gak?" kata Zya berencana untuk meminta kembali berkuliah.
"Tentu saja asalkan itu tidak membahayakan mu.....," kata Azka yang masih dalam posisi duduk memeluk Zya, mereka duduk diatas kasur dengan posisi bersandar pada ranjang.
"Zya ingin kuliah lagi Zya bosan dirumah terus, boleh?" kata Zya dengan mata sedikit berkaca-kaca karna takut tidak di izinkan.
sebenarnya jika Zya menggunakan namanya pada saat memilih sesuatu atau berbicara dengan seseorang itu berarti Zya sedang ingin kemauan dituruti .
"Tentu saja boleh...., tapi... Zya hanya akan kuliah ditempat yang telah Azka tentukan keamanannya, Zya tidak boleh dekat dengan lelaki lain selain Ayah Zya, Kakek, dan Azka." kata Azka dengan sedikit serius.
"Ya... tapikan Zya mau kuliah ditempat Zya sebelumnya berkuliah." kata Zya sedikit murung.
"Kalau begitu, Zya tidak Azka izinkan untuk kuliah lagi...,". kata Azka dengan pura-pura serius padahal tersenyum melihat reaksi Zya yang bingung.
"Oke baiklah Azka menang Zya akan kuliah ditempat yang telah Azka tentukan, dari pada Zya dirumah teruskan bosan." kata Zya sedikit cemberut.
"Senyum dong kalou gitu..., gak bahagia ya Zya bisa kuliah lagi?" kata Azka mengerjai istri cantik nya itu.
"Bahagia kok... ini.." kata Zya kemudian memasang senyum setengah iklas.
"Lain kali kalo senyum tu....yang iklas." kata Azka yang langsung mencium pipi Zya karna gemas dengan istri nya yang cantik dan mungil itu.
"Iya iklas kok, nih... jadi kapan Zya bisa mulai kuliah?" kata Zya penasaran.
"Nah gitukan cantik. Em... minggu depan". kata Azka yang sedikit ragu. Azka tidak ingin Zya cepat-cepat disibukkan dengan kuliah. Bagi Azka, Zya cukup disibukan dengan dirinya saja. tapi Azka tidak tenga untuk menolah permintaan dari istri kecilnya yang cantik dan mnggemaskan ini.
"Ya.... kelamaan Ka.... Zya gak mau nganggur dirumah terus, lagi pula seorang istri kan harus pintar agar anak-anak nya nanti juga pintar." kata Zya yang mendapat ide bagus dikepalanya supaya di izinkan kuliah dalam jangka waktu cepat.
Azka pun tersenyum mendengar jawaban dari istri cantiknya, apakah Zya sudah berencana ingin mempunyai anak pikir Azka kemudian menggeleng-gelengkan kepala untuk tidak berfikir terlalu jauh karna Zya masih sangat kecil menurutnya.
"Azka tidak mengezinkan... Zya..." kata Zya yang hampir menangis karna melihat Azka menggeleng-gelengkan kepala.
"Boleh kok 2 hari lagi Zya kuliah, jangan nangis nanti cantiknya hilang." kata Azka yang berusaha membuat Zya tidak menangis.
Diluar dugaan Zya yang senang pun langsung duduk di pangkuan Azka dan memeluk Azka dengan erat sambil menangis bahagia karna diizinkan kuliah lagi. Azka pun terdiam sejenak karna reaksi Zya itu.
"Makasih Ka....," kata Zya bergumam didepan dada suaminya itu, dalam posisi berhadapan dan memeluk suaminya yang memangkunya.
"Iya apapun asal Zya bahagia." kata Azka setelah sadar dari keterkejutan nya dan membalas pelukan Zya dengan sama eratnya bahka Azka mengecupi pucuk kepala Zya dengan penuh kasih sayang.