"Eh beloved Rangga"
"Gausa caper!"
"Apasih Rangga"
"Bisa diem ga?"
"Bertengkar mulu, jodoh lho" asal Dika
"Aamiin" jawab Rasya antusias
"Ga bakal" tolak Rangga
"Eh, Rasya udah makan. Laa kina gimana?"
"Dik, cepet pesenin!"
"Apasih vi? Kok gw sih?"
"Ya lo lah. Buruan" ucap Faris. Rangga kini sedang bermain ponsel nya. Rere dan Faris mengobrol. Rasya sedang menikmati makanannya.
"Yaudah. Gw samain aja biar cepet. Lo iku gw" ucap Dika sambik menunjuk kearah Vivi.
"Kok gw-" belum sempat Vivi menolak, Dika sudah menariknya.
Posisi mereka tetap sama. Namun sekali dua kali Rasya mengajak ngobrol Rangga, namun cowok itu mengabaikan nya. "Ngga, nanti anterin gw pulang ya. Ya yaya?"
"Pulang aja sendiri"
"Motor gw di bengkel"
"Apa peduli gw"
"Ya lo harus peduli lah" keukeh Rasya. "Gw.ga.peduli!" Ucap Rangga penuh penekanan.
Rasya sempat kecewa dengan jawaban Rangga. Tapi ia ga boleh menyerah.
"Makanan datang" Dika dan Vivi datang membawa makanan. Rasya bangkit dari duduk nya meninggalkan mereka berlima.
"Nape tuh anak."
"Biarin aja" cuek Rangga yang kini memilih memakan pesanan nya.
Jika kalian pikir Rasya marah dan kecewa? Kalian salah. Dia tiba tiba cabut karena teringat janji pada seseorang. Kini Rasya berada di markasnya untuk menemui Vino--teman yang ia mintai tolong untuk mencari keberadaan Reno.
"Gimana?" Rasya to the point.
"Menurut info yang gw dapet dia ada di indo, tapi gw gatau pastinya" ucap cowok bernama Vino.
"Lo lama amat sih dateng nya? Gw kan udah sejam nunggu" kesal Vino.
"Hehe. Kulo supe"
"Dasar! Faktor U" ledek Vino. Rasya duduk di sebelah Vino sambil mengamati laptop milik Vino. "Enak aja"
"Oh ya. Rio cerita soal semalam. Katanya lo mau ngejar cowok yak"
"Iya"
"Dia gimana kalo lo udah bertemu" tanya Vino mulai serius.
"Gini, gw emang suka sama Rangga. Tapi dihati gw itu dia ada ruang khusus." Jelas Rasya
"Yang gw kejar belum tentu ngejar balik kan? Jadi kalo gw gabisa dapetin Rangga yaudah gw nyerah. Gw bakal kubur rasa yang gw punya"
"Oh ya. Gimana om sam?"
"Masih sama. Papa masih gila kerja"
"Sabar ya. Gw bakal selalu ada buat lo" Vino tersenyum manis lalu memeluk Rasya
Rasya menerima pelukan itu dan membalasnya. Ini sudah biasa dia lakukan dengan para sahabat nya. Jika salah satu dari mereka sedang sedih, mereka akan saling menguatkan. "Makasih vin. Gw merasa beruntung milikin elo"
"Sama sama. Gw udah bilang kan, gw ini abang lo. Meski bukan kandung, gw sayang sama lo Sya" mereka melonggarkan pelukannya dan Rasya menatap Vino lekat.
"Gw seneng jadi adek lo Vin. Gw juga sayang lo kok" ucap Rasya tersenyum simpul. Jadi, dalam pertemanan ini Rasya sudah dianggap adik oleh para cowok yang ada disini. Mereka merasa bahwa Rasya adalah ratu yang harus dijaga.
"Ps yok" usul Vino diangguku oleh Rasya. Mereka bermain ps dua jam.
"Sya, laper" rengek Vino. "Yaudah nih gw masak" jawab Rasya. "Masak yang banyak Sya, gw punya insting kalo bakal ada yang dateng"
"Lo ga ada niatan biat ngebantu apa?" Tanya Rasya. "Sayang sekali gw lebih tertarik sama nih game" Rasya mendengus kesal.
Gadis itu sudah berada di dapur mulai berkutat dengan bahan dan alat masak. Namun tak lama kemudian, "widihh ada makan makan nih" Rasya menoleh ke arah pintu terdapat teman teman nya yang seperti nya mereka bolos.
"Eh kalian bolos yak?" Tanya Rasya.
"Mana ada sih, ya ga Dave?" Rio memberi kode Dave. "Hooh. Kita ga bolos kok cuma cabut doang"
"Sumpah ni kalian bolos kok berjamaah" cerocos gadis berkuncir kuda itu. "Kita berlima belas laper queen" kata cowok bernama dio.
Sekedar info, jadi tema teman Rasya itu memiliki derajat yang sama. Tidsk ada bedanya kaya atau miskin tua atau muda. Mereka tetap solidaritas. Jika ada yang minder maka mereka dianggap tidak layak.
"Gaada niatan bantu apa kalian ha" teriak Rasya ketika para cowo melangkah keruang ps.
"Eh ada babang Vino. Pa kabar bro?" Cowo bernama aldi bertanya. "Baek al. Lo semua gimana?"
"Kita baek dan tambah baek setelah lo balik. Tapi masih kurang lengkap" ucap Aldi kecewa. Tampaknya Rasya mendengar percakapan itu membuat hatinya bergetar.
Semua tampak merindukan kenangan saat solidaritas mereka masih utuh. 'Gw juga kangen' batin Rasya.
Tak lama kemudian Rasya datang membawa makanan. Porsi cukup untuk mereka semua. Mereka makan dengan tenang sampai makanan habis Dave membuka obrola. "Nongkrong yok. Di tempat biasa."
"Yok lah. Males dirumah, sepi kek kuburan"
"Ikut kan Sya?" Farrel bertanya. "Ikut kok. Lo mau kan anterin gw pulang dulu"
"Siap queen" mereka mengobrol tentang masa masa dimana mereka saat baru mengenal.
"Yaudah piring nya dicuci masing masing. Rasya bukan babu yang harus nyuciin pirin kita. Lalu kalian pulang dan ganti baju baru kita ke tempat biasa." Jelas Aldi diangguki semua nya.
Kini Rasya sudah sampai dirumah diantar Farrel. Ia turun dari motor cowok itu tak lupa mrngatakan terima kasih. Rasya masuk kedalam rumah nya yang sepi. Ia mandi dan berganti baju. Cewek itu menggunakan jogger hitam dipadukan dengan sepatu kets dan menggunakan hoodie abu abu.
Gadis itu menghidupkan motor sport abu abu nya meninggalkan pekarangan rumah menuju tempat yang dimaksud. Baru saja ia, suara cowok memanggil nama nya dan Rasya segera menghampiri nya. Mejanya berada di pojok tengah.
***
Di kelas Rasya, Rere dan Vivi kelimbrungan mencari keberadaan Rasya. Pasal nya, sudah beberapa kali mereka mencoba menghubungi gadis itu namun tak kunjung mendapat respon. "Gimana re? Telpon nya ga aktif"
"Tau nih. Udah bel pulang lagi, gimana dong?"
"Tapi ya, dia bukan anak kecil yang harus di khawatiri. Meski gw juga khawatir sih" ujar Vivi kecewa.
"Masa sih dia cabut karna Rangga?"
"Gatau juga sih, yok pulang."
"Eh bentar, gw mo cari tebengan. Lo mo ikut ga?"
"Mau lah!" Ucap Vivi antusias.
Mereka berdua pergi keparkiran dan kebetulan mendapatkan Rangga, Faris, dan Dika. Tanpa banyak waktu mereka menghampiri ketiga cowok itu. "Hy Dik, nebeng yak" ucap Vivi to the point.
"Boleh kok neng"
"Ris? Gw juga boleh ya" tanya Rere lembut. "Gak" Rere mengecutkan bibirnya. "Gak nolak maksud nya. Hheehe. Siapa sih yang nolak pulang bareng bidadari" jawab Faris sambil menoel pipi chuby Rere.
Sementara Rangga hanya menjadi pendengar setia mereka berempat. Ia juga sempat iri kepada kedua teman nya meski jomblo masih ada patner buat sekedar jalan atau nonton. Sementara ia? Dia pernah dikhianati cinta jadi ia tidak mau berurusan dengan cinta.
Bagaimana dengan Rasya? Tentu saja Rangga tak suka cewek modelan Rasya. Ia tak suka cewek urakan dan memiliki sifat tomboy ga ada kalem kalem nya. "Hang out yok di cafe biasa" ajak Rere.
"Kuy. Udah lama ga nongkrong nih. Oh ya, ajak juga Rasya" kata Dika
"Em itu.. anu" Rere hendak menjelaskan namun terbata.
"Apaan sih? Yang jelas dong" Faris menjawab.
"Rasya belom kembali sejak tadi pergi dari kantin" jelas Vivi dengan santai.
"Hah?!"
"Gausah teriak Dika"
"Maap vi"
"Yaudah. Nanti coba telpon lagi Re, ngga lo ikut kan nongkrong?" Vivi mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Hm"
"Yaudah kita pulang dulu ganti baju lalu langsung kumpul di cafe aja ya?" Usul Dika diangguki mereka semua.
Para remaja itu sudah mulai meninggalkan pekarangan sekolah. Mereka pulang berpasangan kecuali Rangga yang hanya sendiri.
Rangga sudah sampai di rumah nya namun ia tak melihat bunda nya. Ah! Mungkin bunda nya sedang arisan, pikir Rangga. Setelah mandi, ia memakai hoodie abu abu dan celana jins hitam nya.
Tanpa babibu ia segera menuju cafe. Ia memcari teman temannya namun nihil. Sampai akhirnya ia melihat ada yang melambaikan tangan ke arah nya. Rere--cewek itu yang melambaikan tangan nya agar Rangga menghampiri meja nya.
"Sorry telat"
"Santuy bro. Kita juga baru dateng kok" Kata Faris.
"Mo pesen apa. WAITERS" teriak Vivi.
"Iya kak, mau pesan apa?" Tanya waiters itu dengan sopan. Setelah mengatakan pesanan mereka, waiters itu pergi menuju meja bar.
***