Aku harap perjuangan ku tak sia-sia setelah mendapat banyak rintangan dan selalu merasa sakit
Rasya Arzila.
***
"Rangga, Aku minta maaf. Aku ga sengaja" Rasya menunduk.
"Sumpah ngga, aku ga sengaja. Aku minta maaf" Rasya tampak menyesal.
"Pergi!"
"Ngga" rengek Rasya. "Pergi dari sini sialan!" Rasya heran padahal yang mencacinya itu Rangga, tapi kenapa yang marah disini Rangga.
"Jika itu akan membuat mu lebih baik aku akan pergi" Senyum tipis terbit di bibir Rangga. Saking tipis yang hampir tak terlihat. "Nanti aku kembali saat kondisi hatimu membaik"
Sial!
Rangga tampak kesal dengan jawaban Rasya. Dia pikir gadis itu bakal berhenti setelah apa yang terjadi. Rasya sudah keluar dari uks setelah membersihkan luka Rangga.
Disisi lain, Faris dan Dika tampak jengah ketika penghuni kantin menggosip tentang Rasya. Karena sudah tidak kuat dengan kondisi, Rere menendang salah satu meja kantin.
Brak!
"Kalian jangan menjudge seseorang dari omongan doang. Apa kalian mau digosipi dan tidak ada yang membela hah?!"
"Faris, tenangin Rere. Kita ke uks aja dari pada masalah ini ga kelar kelar" Faris membawa Rere pergi dari kantin di susul Vivi dan Dika.
Kini mereka sudah berada di pintu depan uks yang terlihat hanya Rangga tanpa ada Rasya. Mereka berempat masuk sehingga mengusik tidur Rangga.
"Eh napa lu bangun bro" tanya Faris. "Sakit ga tuh" Dika kepo mode on. "Ya sakit la ogeb. Sampe pusing kepala gw"
"Hahahaa.. lu sok sok an ngehina cewek. Kena batu kan jadinya" ledek Rere. "Eh tapi gw bingung ya, Rasya yang bogem lo. Tapi dia juga yang ngobati lo" Heran Vivi menatap teman nya satu persatu.
"Udah ah. Lo pergi sana! Udah bel tadi" usir Rangga kepada keempat teman nya. "Rasya kemana ngga" Rere bertanya.
"Gw ga peduli dengan keberadaan tuh cewek"
Mereka berempat mengalah dan meninggal kan Rangga di uks. Mereka menuju kelas masing masing. Rere dan Vivi heran melihat Rasya tidur dengan tensngnya seakan tidak terjadj apapun sebelum nya.
"Sya. Lo dari mana ogeb?!" Pekik Vivi membuat gadis itu terbangun. "Apasih? Gw dari uks langsung ke kelas"
"Lo habis nangis?" Rere mencoba menebak raut wajah Rasya. "Emang dari muka gw ada bekas gw nangis?"
"Kagak sih. Tapi sapa tahu aja kan"
"Lo ga sakit hati Sya? Secara kan lo di tuduh jalang" Vivi bertanya. "Gini, gw sakit pas cowok itu ngehina orang tua gw. Meski tuduhan rangga ke gw itu ga bener, gw biasa saja. Karena hati gw udah lama mati rasa" Rasya mengelak.
"Jadi lo terjebak dalam friend zone gitu?" Rasya tak menanggapi ucapan Vivi yang unfaedah. Hingga guru masuk baru mereka duduk dengan rapi.
Ditengah pelajara, Rasya diserang kantuk yang luar biasa. Rasa gabut mendominasi. Hingga..,
Perhatian kepada Siswi bernama Rasya Arzila kelas XI ipa 2 diharap menuju ruang Bk. Sekali lagi Rasya Arzila segera menuju Ruang Bk. Terima kasih.
Mendengar itu kantuk Rasya seketika menghilang di gantikan oleh semangat 45. Sudah lama ia tak berkunjung ke ruang kesukaan nya--BK. Jika anak lain menghindari nya, maka Rasya sangat menanti hal itu. Rasya mengangkat tangan nya.
"Pak, ijin saya mau ke ruang BK" Tanya Rasya dengan wajah sumringah yang membuat guru kelas terheran. "Kamu dipanggil BK kok malah senang sih nak"
Kedua teman Rasya juga heran dengan kelakuan gadis itu. "Yasudah. Kamu boleh pergi" guru kelas itu memperbolehkan Rasya keluar.
"Kok Rasya malah seneng ya Re?"
"Entah"
Rasya berjalan menuju ruang BK dengan senyum di wajah cantik nya. Perlu diketahui, setelah bel masuk kelas Rangga menuju ruang BK untuk melaporkan Rasya. Meski pun ia duluan yang salah, namun Rangga tak menceritakan sebab ia di pukul.
Ceklek
Pintu BK terbuka menampilkan Rangga dengan senyuman remeh nya. Rasya masuk dengan wajah datar menatap Rangga tak bisa diartikan raut wajahnya.
"Silahkan duduk" sang guru bk bernama pak Bandi mempersilahkan Rasya untuk duduk.
"Kamu anak baru itu ya?" Tanya pak Bandi. "To the point saja" pak Bandi dan Rangga tercengang dengan kelakuan gadis itu.
"Ok. Kenapa kamu memukul Rangga" sudah ku duga Rasya membatin. Sementara Rangga lebih dulu menyahut.
"Pak tadi saya dikantin lagi makan bersama teman saya, lalu dia datang menghina saya tapi saya diem saja pak. Entah dendam apa yang ia simpan kepada saya sampai gadis ini membogem saya di kedua bibir saya" bohong Rangga sambil menunjuk-nunjuk Rasya.
Rasya? Dia tetap menatap guru BK itu dengan datar. "Apa benar Ananda Rasya?" Pak Bandi bertanya.
Namun Rasya tak langsung menjawab. "Hm" ia hanya membalas deheman. Meski ia tahu bukan ia yang salah, dia diam saja. Ia tak ingin nama baik cowok disampingnya tercemar.
Rangga tak percaya dengan tingkah gadis itu. Tak ada pembelaan dan muka khawatir. "Bapak dengar kan"
Pak Bandi menghembuskan nafas nya kasar. "Karena kamu masih baru, saya bebaskan kamu. Dan ini sebuah peringatan bagi mu"
"Ya ga bi-" ucapan Rangga terpotong oleh Rasya yang mulai bicara. "Bapak ga seru ih. Masa hanya peringatan doang? Dihukum dong pak. Bersihin wc, hormat bendera, bersihin gudang, ngepel lapangan basket indoor, atau apakek pak. Saya ga terbiasa keluar dari bk tanpa membawa hukuman"
Jawaban Rasya membuat kedua manusia itu melotot tak percaya. Terutama Rangga. Dia pikir bahwa gadis itu senang tak mendapat hukuman, tapi ia sendiri malah minta dikasih hukuman. "Kenapa kamu malah minta dihukum nak"
"Karena saya jenuh di kelas" sepertinya pak Bandi harus mulai sabar mengurus siswi di hadapan nya. "Saya ingin bertanya, kenapa kamu memukul Rangga" Rasya menoleh ke arah rangga dengan senyum devil nya.
Rangga sudah keringat dingin, jika gadis itu menjawab jujur maka entah apa yang terjadi dengan nya. "Pengen aja" Lagi-lagi Rangga dibuat tercengang dengan jawaban Rasya.
"Kamu ini yaa??!" Geram pak Bandi. "Kalau bapak tidak ingin memberi hukuman, maka saya sendiri yang akan menentukan nya" Rasya menjeda ucapan nya.
"Tadi saya melihat lapangan basket indoor itu kotor pak. Berhubung bapak tak segera memberi saya hukuman, maka saya akan membersihkan nya sebagai hukuman saya."
Pak Bandi menghembuskan nafas nya pelan karena kelakuan Rasya. "Yayaya. Terserah kamu. Dan kamu Rangga, awasi gadis ini" Rangga hendak menolak. "Tidak ada penolakan" Rangga hanya pasrah.
Rasya keluar dari bk menuju lapangan. Ia mencari alat kebersihan namun tak kunjung ketemu. Sampai ia menemukan nya di sudut lapangan tepat di lemari khusus alat kebersihan.
Rangga terus mengamati gadis aneh itu yang sedang menyapu. Keringat membasahi tubuh nya yang membuat Rangga meneguk ludah.
Akhirnya Rangga mengalihkan pandangan nya menuju ponsel. Jangan sampai ia khilaf karena cewek sialan itu.
Setelah sekian lama Rasya berbenah lapangan, kini ia tengah istirahat di tribun yang lebih jauh dari Rangga.
Gadis itu memejamkan matanya namun bukan untuk tidur. Tapi untuk memikirkan kejadia beberapa jam lalu. Bohong jika ia tak sakit hati. Tapi ia tak bisa melukai hati Rangga dengan omongan pedasnya.
Nyatanya, omongan Rasya jauh lebih pedas dibandingkan dengan omongan Rangga. Tipe cewek yang bodoh amat dengan urusan orang akan menyelekit saat kesabaran nya habis.
***