Chereads / The God Eater Hidden Hero / Chapter 2 - Zakky An-Najachi

Chapter 2 - Zakky An-Najachi

"Ma, Akmal berangkat!" Seruku dengan langkah tergesa-gesa menuruni tangga. Di sebelah kanan, Mama dengan celemek coklat wajibnya merapikan meja makan, membereskan piring, mematikan kompor. Mama terlihat begitu sibuk.

Waktuku tinggal dua puluh menit untuk berangkat sekolah atau terlambat. Sekarang hari selasa. Putih-abu adalah seragam untuk hari ini. Seperti anak SMA lainnya. Aku berjalan sambil memperbaiki dasi yang belum kulipat betul. Setelah mengingat kembali semua perlengkapan sudah kukenakan aku mantab berpamitan pada Mama.

Berangkat naik motor benelli BN 600 pemberian Papa keluaran tahun kemarin sedikit menyingkirkan rasa risau akan terlambat, mengenakan jaket coklat, daleman seragam lengkap dengan jam tangan hitam.

Aku menghela napas, sedikit macet saat berada di palang kereta api. Suara bising dari motor sebelah kanan dan kiriku, karena ini masih pagi maka banyak orang berangkat kerja, butuh waktu lima menit jalanan kembali mulus. Motorku melaju kencang membelah jalan.

Aku tiba lima menit sebelum bel masuk. Ku-parkirkan motor di belakang sekolah. Bergegas masuk gerbang sebelum dikunci, kelasku berada di lantai tiga.

Kelas sudah ramai. Kelas ukuran 5x8 itu hanya dilengkapi dua kipas angin dan proyektor untuk belajar, beruntung kelas ini berada di ujung lantai ketimbang kelas lain membuatnya sedikit sejuk karena jendela belakang dan samping mengarah langsung ke taman sekolah, empat baris berbanjar penuh gelak tawa teman-temanku. Melihatku datang, mereka menyapa dengan ramah.

Ku tekuk tanganku menyangga wajah. Menunggu pelajaran dimulai.

Dua menit lagi. Jam pertama akan diisi Pak Malikun, guru biologi paruh baya yang kerap melawak saat interaksi belajar berlangsung. Tak jarang satu kelas terbahak-bahak karena lelucon beliau. Pelajaran yang kata teman-teman kebanyakan menghafal malah terkesan sebagai panggung komedi dengan Pak Malikun sebagai komikanya. Walau demikian justru itulah yang membuat kami betah satu jam dalam pelajaran Biologi.

"Pagi anak-anak." Sapa Pak Malikun. Aku mengambil napas panjang, menatap ke depan.

Pelajaran pagi itu, dimulai.

***

Waktu istirahat pukul 10.00 setelah dua mata pelajaran. Biologi dan matematika. Awalnya semua baik-baik saja. Namun saat matematika entah mengapa pelajaran tersebut membuatku bosan. Dulu saat mapel matematika dipegang oleh Pak Johan terasa menantang, saat Pak Jo meninggal ia digantikan oleh Pak Max. Guru matematika baru, pindahan dari subang.

Mohon maaf Pak Max tanpa mengurangi rasa hormatku, ada beberapa hal yang kurang kusuka pada Pak Max. Guru berperawakan garang dengan kumis tipis tersebut selalu membawa buku kecil seukuran HVS 70 untuk mencatat siapa saja yang dianggap perlu ia catat. Khususnya anak-anak nakal, sering tiduran di kelas, datang terlambat, dan tidak mengerjakan PR akan masuk dalam catatannya dan akan ia laporkan kepada kepala sekolah. Maksudku, itu baik si mencatat anak melanggar aturan, tapi untuk tiduran di kelas tak mengerjakan pr, apa perlu disampaikan ke kepsek? toh bisa dibilangin baik-baik atau diberi hukuman mandiri dalam kelas saja.

Aku keluar kelas. Ingin ke kantin. Keramaian di anak tangga membludak setelah guru-guru keluar kelas. Tidak ada yang ingin terlambat absen ke kantin.

"Mal!" teriak seseorang.

Aku menoleh. Itu Zaky, temanku dari kelas MIPA 3, sementara aku dari kelas MIPA 2.

Dia teman sedari kecil yang berada satu komplek denganku. Sudah sebelas tahun aku dan Zaky satu sekolah satu kelas. Mulai dari SD-SMP dan hanya di SMA ini aku merasa bebas karena kami tak satu kelas lagi.

Di sekolah ini ia cukup terkenal. Di tahun kedua ia menjadi kapten tim basket SMA. Memang sejak SMP Zaky berbakat dalam olahraga khususnya basket, hanya perlu satu bulan adaptasi untuk merebut gelar kapten basket SMP di tahun pertamanya. Berkat dia, sekolah SMP kami berhasil menjuarai Turnamen Basket Cup tingkat nasional tiga tahun berturut-turut, berkat dia juga, tim basket SMP kami diundang untuk mengikuti latihan basket di Amerika di bawah asuhan langsung NBA. Berbadan ideal, cukup pintar tapi konyol, dan berwajah lumayan. Gak kaget kalau ia begitu populer di SMA ini.

"Oyy, ki." Jawabku, menatapnya.

"Lama banget Mal! Udah 10 menit gua tungguin di lantai bawah. Belum nongol-nongol juga lo."

"Tau tuh. Pak Max lama amat keluar kelas." Jawabku..

"Wah, pasti kelas lo gak bisa ngerjain soal dari Pak Max ya?" Zakky tertawa

"Gak bisa apaan, itu soal dari SMP juga gue udah bisa." Jawabku sewot.

"Songong ni yee. Mentang-mentang udah pernah ke Thailand. Tapi didiskualifikasi." Ejek Zakky mengingatkanku pada kejadian itu.

"Kurang ajar lo." Aku tersenyum sambil menjitak kepala Zakky. Dia masih tertawa. Sedikit merasa sakit,

"Sorry-sorry Mal, bercanda gue." kata Zakky dua jari ia lambaikan.

"Ayo ke kantin, masih ada waktu 15 menit sebelum masuk. Laper gue."

Aku menoleh kanan-kiri. Lorong sedikit sepi, begitu juga di bagian tangga.

"Yuk!" jawabku.

"Ehh, lo udah lihat berita di tv? Soal hujan Asteroid." Tanya Zakky. Melangkah melewati lorong.

"Kenapa lo tiba-tiba nanya itu? Lo tertarik?" Aku bertanya balik.

Mata Zakky berbinar-binar. "Tertarik banget dong!! Gila lo kalau nggak tertarik."

"Sedikit si. Emang ada apa?"

"Lo ada acara nggak pas hari itu?"

"Gak."

"Sempurna!! Ikut gue yuk. Gue mau bikin camp gitu, kan tiga hari kedepan hari jum'at malam sabtu. Kalau lo ikut, gue ajak Iqbal dah. Jadi bisa bertiga."

Zakky mendongak. Lantai dasar sebelah barat dipenuhi lautan murid di kantin yang hanya seluas satu hektar. Mereka sudah menempati semua meja yang tersedia di kantin, melahap bakso atau mie ayam. Membuat suasana ramai dipenuhi perbincangan.

"Entar gue pikir-pikir dulu dah. Sekarang pengen makan ni, lihat noh nggak ada bangku semua full." Jawabku. Melihat situasi kantin berharap ada bangku kosong.

Zakky terlihat berpikir

"Ayolah Mal. Lo kan sahabat gue, kapan lagi coba. Masak lo di rumah terus. Gak seru." Rayu Zakky yang masih membicarakan acara campnya untuk mengajakku.

Aku berjalan ke arah pohon kersen samping kedai bakso. Kelihatannya ada bangku kosong.

Raut wajahku sedikit sumringah. Zakky ngikut di belakang.

"Astaga ini anak"

Aku duduk. Zakky duduk di sampingku. Melihat kanan-kiri, menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Zak, Pesen bakso gih." Pintaku.

Zakky menatap malas.

"Lo aja deh, lagi bad mood gua."

"Demi tai kambing yang keluarnya item-item. Lo ngomong apaan dah, tadi katanya lo laper."

"Sekarang nggak."

"Iye, iye dah gue ikut entar bawel banget si.." Jawabku pendek.

Mendadak wajah Zakky kaget, sedikit gembira tak percaya. Mukanya seneng banget. Seseneng orang nemu toilet kosong pas kebelet boker.

"Serius lo" tanya-nya antusias

" Iye. Udah mending lo sekarang pesenin gue bakso sama es teh satu." jawabku.

Tanpa disuruh Zakky langsung bangkit, beranjak ke tukang bakso membelah kerumunan memesan dua mangkuk.

Aku menunggu sambil memandangi langit.

Angin semilir siang itu menyentuh wajahku. Langit cerah berhias awan-awan. Sang surya masih gagah menghempaskan sinarnya. Tenang dan damai meredam suara bising kantin siang ini. Kulihat sayup-sayup dari kejauhan terlihat burung berada di atas ranting. Bergerak sana-sini mematuk dahan yang kokoh.

Aku bersandar lalu menutup mata.

***