Di sebuah kamar rumah sakit.
Ivan masih termenung dalam ruangan megah itu. Suhu ruangan yang hangat menyentuh kulit. Ivan menatap kosong. Menghembuskan napas. Menghirupnya kembali. Setelah pertemuan dengan Axel. Anak kecil yang ia temui di taman kota. Berbincang-bincang dengan anak berambut pirang itu. Ia masih ingat betul. Raut wajahnya yang menggemaskan membuatnya geram untuk mencubit pipinya. Apalagi dengan senyuman mungil itu. Begitu menyenangkan. Setelah mengantarkannya pulang, bertemu dengan orang tua Axel, mengobrol sebentar. Mereka bilang Axel memang sering keluar tanpa izin. Seperti hari itu. Ia bermain dengan teman-temannya tanpa bilang terlebih dahulu. Awalnya mereka resah dan khawatir terjadi sesuatu pada Axel, wajar saja untuk anak se-umurannya keluar rumah sendirian adalah hal yang paling dikawatirkan orang tua. Tapi mereka menyadari, Axel tidak seperti anak lainnya. Ia tidak ingin dikekang. Dan itu yang mereka tangkap sampai saat ini. Membiarkan anaknya bermain sesuka hatinya. Membebaskan segala belenggu untuk membuka jalan imajinasi pemikiran, kebebasan dan keberanian. Axel menyadari akan hal itu. Meski tampak dibebaskan orangtua Axel tidak serta merta melepaskan saja, terkadang mereka bersikap tegas dan disiplin. Apalagi ibunya Axel, ia tidak melarang anaknya bermain, tapi Axel juga harus tahu waktu. Tidak boleh mengeluh dan tetap percaya diri walau dirinya salah. Ibunya Axel bercerita.
Suatu ketika saat Axel tertangkap basah pulang sore menjelang petang dengan baju penuh lumpur. Ibunya tidak memarahinya, bertanya dengan tersenyum. Yah kalau ini memang horror banget sih. Dibalik senyum Ibu saat melihat anaknya asik pulang lupa waktu ditambah lagi dengan baju kotor penuh lumpur. Pulang ke rumah dengan wajah gembira tanpa dosa. Dilihat sih tidak ada masalah dengan Axel.
Beda lagi menurut Ibunya. Axel kena jewer telinganya.
Ivan mendengar cerita itu tertawa. Melirik ke arah Axel berdiri di samping Ibunya. Tersenyum manis.
"Nakal ya ternyata kamu." Ivan bertanya. Tersenyum. Menggeleng. Axel hanya tersenyum menggerakkan badan ke kanan kiri. Meremas genggaman pada Ibunya. Setelah bercengkerama singkat Ivan mohon pamit pulang. Axel dan Ibunya tersenyum ke arah Ivan, melambaikan tangan. Ivan membalasnya dengan lambaian tangan juga.
"Terima kasih Axel." Kata Ivan berbisik. Melangkah pergi.
***
Aku menguap. Matanya sedikit berair wajahnya merah lembam. Tetap mencoba fokus mendengarkan cerita Dr. Sakaki. Aku memperhatikan posisi duduk Dr. Sakaki, heran sejak awal bercerita tadi Dr. Sakaki tidak pernah beranjak berdiri, menguap, apalagi tidur. Mata sipitnya masih terlihat jelas tidak ada yang aneh. Masih kokoh duduk dengan kedua tangan di paha. Hebat, aku kagum pada Dr. Sakaki. Mungkin sering berada di laboratorium untuk uji coba penelitian menyebabkan ia kuat menahan panasnya pantat kelamaan duduk di sofa. Atau mungkin lebih dari itu semua. Berdiri contohnya, sambil memegangi tabung reaksi, melihat teleskop atau sekedar melakukan pengamatan. Dan itu dilakukan dalam berberapa jam.
Aku menggeleng. Mencoba mengusir kantuk. Matanya mulai surup. Zakky apalagi, lima menit mendengarkan, udah terkapar di sofa itu.
Dr. Sakaki melihat Aku dan Zakky. "Baik, sepertinya kalian kelelahan. Kita sudahi dulu cerita ini." Zakky langsung bangun, menoleh. Berdiri tegak. Seperti mendengar keajaiban. "Sudah Dr? yakin?" tanya Zakky ngasal. Aku langsung menyikutnya. Melotot tajam ke arah Zakky, seakan-akan berbicara. "Woi, nggak sopan amat si lu." Zakky tahu akan hal itu. Malah mengangkat bahu, seolah-olah tidak mengerti. Aku melotot lagi. Mengangguk tegas. Baru yang ini Zakky paham.
"Udah jangan diperdebatin, nggak masalah." Dr. Sakaki melerai. Bagaimana tidak tahu, di hadapannya dua remaja saling pandang dengan melotot. Yang jelas bukan hal yang wajar.
Bisa-bisa terjadi baku hantam malah berabe[1] urusannya.
Keduanya berhenti. Diam. Aku agak kesal. Tidak dengan Zakky.
TING!! Terdengar bunyi bel. Asalnya dari pintu keluar. Aku Zakky menoleh. Dr. Sakaki menggeser layar hologram hijau di depannya. Keluar gambar seperti CCTV di hologram itu. Itu perempuan tadi yang mengantarkan Aku dan Zakky ke ruangan ini. Ia tengah berdiri persis di depan pintu, memegang tablet di tangan kirinya. Dr. Sakaki menekan tombol di hologram. Seketika itu pintu terbuka. Prempuan itu masuk, mengangguk ke arah Dr. Sakaki. Aku dan Zakky menatapnya.
"Mohon maaf mengganggu Dr. mereka dipanggil Proffesor." Kata prempuan itu. Dr. Sakaki mengangguk paham. "Jadi begitu. Baik." Kata Dr. Sakaki ramah. "Aku, Zakky professor memanggil kalian. Kalian ditunggu di ruangan pusat. Aku akan mengantar kalian. Karena waktu yang kian menipis jadi silakan ikuti saya. Setelah ini akan ada pengumuman penting dari hasil rapat tadi. Sekali lagi mohon maaf Dr mengganggu waktu anda."
"Tidak. Tidak masalah, karena tugasku sudah selesai di sini. Sekarang aku ditunggu Licca di ruangan mekanik, jadi tidak apa. Sampaikan salamku pada Proffesor saja, bilang aku sedang sibuk." Dr. Sakaki tersenyum. Aku diam. Tugas? Tugas apa? Jadi mendengarkan cerita dari Dr. Sakaki penting buatku? Lantas siapa yang menyuruhnya? Iqbal? Gumam Aku dalam hati. "Baik Dr. Sakaki. Akan kusampaikan. Terima kasih." Prempuan itu mengangguk lagi pada Dr. Sakaki. Melangkah pergi. "Terima kasih Dr. atas ceritanya, lain kali aku ingin dengar lengkap pribadi dengan Dr." Kata Ku. Membungkuk mencoba berterima kasih. "Hei-hei jangan seperti itu. Aku tidak terbiasa dihormati dengan cara orang jepang." Kata Dr. Sakaki menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Tersenyum. Aku juga tersenyum simpul. "Anu. Makasih juga ya Dr. maaf tadi kurang sopan." Kata Zakky asal. Memperbaiki rambutnya yang berantakan. "Tidak masalah buatku. Bersyukurlah kau punya teman seperti dia." Dr. Sakaki menunjuk Ku. "Kenapa?" Zakky mengangkat bahu. Bertanya.
"Kalau tidak salah menurut perhitunganku, Blood Art miliknya mungkin sedikt langka. Disamping itu dia punya tanggung jawab, dan rasa peduli yang tinggi. Tapi entahlah jangan dipikirkan, nanti kamu akan mengerti. Di sini aku hanya membantu kalian. Para God Eater."
Zakky tertegun. "Jadi maksud anda?"
"Benar. Kalian terpilih menjadi God Eater." Kata Dr. Sakaki singkat. Juga sekaligus mengaggetkan.
"Tapi tenanglah. Di sini kalian punya Proffesor Iqbal. Aku tidak tahu seandianya tanpa dia. Pengembangan God Eater generasi sekarang."
Suasana lenggang sebentar. Dr. Sakaki tersenyum
"Jika kau bengong begitu. Aku akan meninggalkanmu. Lihat." Kata Dr Sakaki.
Zakky tidak tahu kalau Aku sudah jauh berberapa meter di depan. Zakky mengangguk pamit. Menyusul Aku. Berdiri sejajar dengannya. Menepuk pundaknya. Dr. Sakaki melihatnya dari belakang tersenyum. Menggaruk-garuk kepalanya lagi. Menggesekkan jarinya di udara. Muncul Hologram. Menekan sesuatu. Muncul gambar prempuan memakai kacamata tabal rangkap. Mukanya belepotan debu hitam. Karena wajahnya putih manis jadi tidak terlalu mengganggu. Adad semacam cipratan api di sampingnya. Ia melepas kacamatanya. "Maaf menunggu. Aku akan segera kesana." Ucap Dr. Sakaki.
"Baik Dr." Kata prempuan itu.
Zakky mencoba bergurau. "Songong nie yee. Ninggalin temen sendiri." Aku menoleh. Mukanya terlihat serius. "Hei muka lu kenapa? Nggak pengen boker kan? Sini gua anterin." Zakky tertawa. Aku nggak. Wajahnya datar.
Suasana kikkuk. "Ayolah. Aku mencoba bergurau. Ngapain serius amat sih. Santai. Tarik napas, hembuskan perlahan danbilang dengan lembut. S-a-n-t-a-i." seperti biasa dalam situasi apapun Zakky selalu santai. Tidak peduli dengan keadaan yang saat ini dibilang super darurat. Zakky menghembuskan napas pasrah. Usahanya gagal. Aku sedang tidak ingin diganggu. Prempuan itu juga tidak berbicara sepatah kata pun dari tadi. Berjalan didepan, dibelakang Aku dan Zakky mengikutinya. Melewati lorong membosankan ini. Masih tetap seperti biasa. Sepi, sunyi. Yang ada hanya suara langkah kaki mereka bertiga.
Di pertigaan belok kanan. Melewati ruangan kaca transparan. Di dalamnya terlihat ada berberapa orang ber-jas putih ala professor tengah mengamati benda di kotak kaca tengah ruangan. Satunya lagi mencatat. Tunggu dulu, kan bisa menggunakan hologram. Kenapa harus menggunakan kertas? Tapi masa bodoh memikirkan hal sepele itu. Aku memperhatikan berberapa orang itu. Mereka tidak menyadari kalau kita bertiga melewati ruangan itu. Ya iya lah kan ruangan itu lima puluh persen terbuat dari kaca. Kedap suara.
Belok kiri di pertigaan lainnya. Suasana masih lengang. Tidak ada sepatah kata apapun terucap di mulut mereka.
Kami sampai di ujung lorong. Di depan pintu besi baja. Perempuan itu menekan sesuatu di layar tabletnya.
"Kami sudah sampai Proffesor." Kata Prempuan itu. Aku dan Zakky di belakang masih tidak berbicara seperti biasa. Aneh. "Baik. " Kata prempuan itu lagi. seketika itu pintu terbuka. Kami masuk ke dalam. Ada Iqbal di sana. Tengah duduk mengerjakan sesuatu di mejanya. Penuh tumpukan kertas. Merapikan kertas yang berserakan. Mencari satu kertas di tumpukan kertas depannya. Sepertinya Iqbal sibuk sekali.
"Ohh Selamat datang." Katanya sembari merapikan kertas. Melihat ke arah kami. "Juga terima kasih Tsubaki karena bersedia menjemput mereka." Tambahnya.
"Tidak masalah Proffesor. Sekarang saya mohon pamit. Permisi."
"Silakan."
Prempuan itu keluar ruangan. Aku, Zakky baru tahu kalau nama prempuan itu Tsubaki. Karena sifat dinginnya mungkin membuat dua remaja ini ogah bertanya. Buru-buru bertanya menatap wajahnya saja udah malas.
"Bagaimana, udah tahu kisahnya?" ucap Iqbal. Melangkah ke arah sofa di ruangan itu. Aku, Zakky mengikutinya.
"Kisah apaan?" tanya Zakky. Wajahnya merasa tidak peduli. "Gimana mau tahu, lu aja tidur tadi." Jawab Ku. Tertawa. Sekarang suasana mulai mencair. "Lu tadi tidur Zak? Astaga ni anak. Bener-bener. Untung tadi gua yang nyuruh Dr. Sakaki. Gua kira lu pasti seneng gitu ama ceritanya. Ehh malah tidur ni anak." Iqbal melepas jas nya. "Lah, gua kan nggak tahu sekaligus nggak tertarik. Yaudah gua tidur, ngapain lagi." kata Zakky enteng menanggapi.
Aku menggelengkan kepala. Juga Iqbal.
"Tahu siapa itu Ivan?" tanya Iqbal. Aku dan Zakky angkat bahu. Tidak tahu. "Dr. Sakaki bilang kalau dia itu God Eater pertama. Dan ditambahi dengan cerita kehidupannya. Yah tidak begitu penting sih." Kata Aku.
"Hanya itu?"
"Entahlah. Hanya itu yang kutahu." Aku merebahkan diri. Menghembuskan napas.
"Bal. Sebenarnya maksud lu membawa kami ke sini untuk apa?"
Suasana hening. Akibat pertanyaan Aku, Iqbal diam terpaku. "Gua nggak tahu maksud lu. Tapi dari pengamatan gua sejak gua dan Zakky datang semua orang selalu bilang tentang God Eater, di ruangan monitor awal kita masuk tadi. Kemudian lu ngajak kami nemuin Dr. Sakaki, dan lagi-lagi berbicara tentang God Eater. Gua curiga lu mau buat gua sama Zakky jadi semacam kelinci percobaan gitu."
Zakky tertegun. Padahal cuma Zakky yang diberitahu kalau kelak akan menjadi God Eater. Kata Dr. Sakaki. Mengapa Aku bisa tahu sejauh ini melewati pengamatan tanpa diberitahu. Anak ini benar-benar menakjubkan.
"Saat lu bilang buat kelinci percobaan rasanya gua sedikit tersindir. Tapi tak apalah. Teman gua memang hebat kalau soal pengamatan. Kutegaskan mulai sekarang. Kalian akan menjadi 'God eater' "Jelas Iqbal tersenyum. Sedetik berlalu, tidak ada respon.
"Lu semua nggak kaget?"
"Sudah kuduga."
"Yah mau bagaimana lagi. berkat Dr. Sakaki aku sudah diberitahu."
Keduanya tampak relax seperti mendengar kabar tentang pencurian di super market. Hal yang biasa terjadi. Tidak menarik. "Halah. Kupikir lu semua bakal kaget." Iqbal menunduk, kecewa. "So lu mau kita ngelawan monster-monster yang lu bicarain itu?" Kata Zakky sok.
"Nggak se imut yang lu pikirin tentang monster itu. Kami biasa menyebutnya aragami."
"Jadi?"
"Kita lakukan pelatihan. Tapi sebelum itu aku ada kabar bagus. Yah bisa dibilang kabar bagus atau kabar buruk terserah."
Aku, Zakky menatap. Antusias.
"Soal asteoroid itu loh." Jelas Iqbal. "Gua udah tahu itu, yang gua pikirin saat ini. Tentang masuk ke dalam bumi kata lu. Maksudnya apaan? Tanya Aku.
"Yahhh. Nggak supprise tersnyata, gua kira lu bakal terkejut kalau denger kabar satu ini. Lagi-lagi temen gua memang hebat. Gua memang bilang kalau kita bakal masuk ke dalam bumi. Manurut hasil rapat darurat seluruh cabang dan pusat fenrir dalam satu jam menuju benturan seluruh seluruh tempat fenrir akan masuk ke dalam bumi, atau lebih tepatnya ke dalam lapisan kerak, benturan akan terjadi di permukaan saja, tidak di bawah, meminimalisir jumlah korban. Tapi.."
"Kabar buruknya tidak seluruh umat manusia akan selamat, hanya berberapa ratus juta."
Aku, Zakky terdiam. Suasana mendadak membeku, seperti ada hawa es membekukan se isi ruangan. Iqbal juga terdiam. Ini benar-benar kabar buruk.
"Apa nggak ada jalan lain?" Tanya Zakky. "Teknologi memang memudahkan, tapi dalam kasus ini diperlukan waktu, tebal kerak bumi 2,888 km. untuk sementara ini fenrir sudah mencapai kedalaman 1,882 km. itu sudah dari cukup menghindari dampak jatuhnya asteoroid. Menghindari serangan aragami yang sudah pasti datang setelah jatuhnya asteoroid ini. Perang akan segera pecah. Kita umat manusia harus mencari rumah terlebih dahulu. Gua harap lu bisa menyadari hal itu."
"Perkiraan berberapa negara yang tidak tertampung?"
"Separuh benua Afrika, Kanada, Aljazair, Maroko, berberapa Negara bagian barat. Hanya itu saja yang kutahu, tapi tidak semudah yang lu bayangkan. Proses evakuasi juga menentukan nasib, hanya berberapa orang dari Negara tersebut yang bisa masuk. Tapi untungnya sampai saat ini proses evakuasi sudah sepenuhnya terlaksana. Mereka sekarang ada di pos-pos fenrir." Jelas Iqbal
"Syukurlah, yang gua cemasin sekarang adalah keluarga gua. Tapi sekarang aman." Cemas Zakky.
"Seluruh alat komunikasi mati kecuali di sini, setelah siaran darurat dari pemerintah, seluruh warga diberitahu tempat pos fenrir. Kemungkinan seluruh keluarga lu udah di pos." Kata Iqbal. Aku masih duduk diam. Mungkin sedang berpikir. "Sepertinya lu udah tahu Mal." Ucap Iqbal. Aku hanya menghela napas. Mengangkat bahu, "Cuman sekedar hipotesis kecil saja. Tidak lebih." Iqbal tesenyum.
"Sudah kuduga." Iqbal menepuk kedua tangannya. Muncul tiga cangkir berisi kopi hitam.persis yang dilakuka Gilbert dalam cerita Dr. Sakaki. "Nih kopi, lebih baik kita santai sedikit."Iqbal mengambil cangkir kopi itu. Meminumnya. "Hei-hei dunia sedang kiamat, lu malah nyatai. Apa-apaan lu ini." Zakky mulai marah nggak jelas. Aku malah ikut meraih cangkir, meminumnya santai. Amukan Zakky tidak ada yang merespon. Kacang. "Hei malah dikacangin. Emang bener ni orang." Seru Zakky sekali lagi. Krik! Krik! Tidak ada balasan. Kasihan amat ni orang. "Tenanglah, untuk sekarang nggak ada gunanya ngamuk nggak jelas. Semua udah dipersiapin, enggak perlu repot lagi. Jika lu pikir sedikit, mungkin sekarang lu malu ngamuk-ngamuk nggak jelas sekarang." Kata Aku kembali menyeruput kopi ditangannya.
"Apa!"
"Sudahlah Zak. Aku benar. Untuk sekarang lu santai. Semua sudah selesai."
"Tinggal nunggu waktu." Tambahku. Hening sebentar. Zakky duduk pasrah, mengambil cangkir didepannya. Meminumnya. Iqbal meneguk yang terakhir. Ber-hah sebentar karena panas. Tidak melanjutkan, meletakkan di meja. Aku menikmati kopinya, tidak banyak tanya seperti biasanya. Lebih banyak diamnya.
"Tinggal setengah jam lagi." kata Iqbal, Zakky melihat jam tangannya. Arah jarum jam panjang ada diangka lima, kurang setengah jam lagi. Persis jam delapan. Aku menyeruput kopinya untuk terakhir kali. Meletakkannya di meja. "Sekarang apa?"
"Maksud lu?" tanya Iqbal
"Apa yang bisa kita bantu?" Kata Aku. Iqbal berpikir, menggesek tangannya. Muncul hologram, menggeser ke atas. Mencari sesuatu. Ketemu."Lu sama Zakky hari ini ada jadwal pemindiaan God Eater." Iqbal menunjukan Jam tangan hitamnya.
"Lu akan melakukan pencocokan pada God Arc. Selain itu lu bakal dapetin jam ini." Jelas Iqbal.
"Kapan?"
"Dua jam lagi."
"Jadi?"
"Iya benar. Setelah asteoroid menghantam. Tapi tenang, itu nggak berefek pada jadwal latihan lu. Dan satu lagi. Mulai sekarang umat manusia butuh Pejuang, jadi saat ini lu semua bukan anak SMA lagi." Kata Iqbal. Aku dan Zakky saling pandang tidak percaya. "Jika keinginan lu gitu." Tambah Iqbal. "Syukurlah, gua kira serius. Gila emang kalau ninggalin masa SMA, benar nggak Mal?" "Bener, gua juga masih ingin nikmatin masa sekolah, nggak suka langsung kerja gitu. Apalagi di bawah." Aku setuju.
Iqbal tertawa kecil, menoleh ke belakang. Di belakang sofa ada lukisan. Di dalam lukisan itu ada seorang pria memakai pakaian serba putih, memegang sebilah tombak, menatap kea rah jurang. Aku ikut melihatnya, memperhatikan seksama.
"Enak ya." Kata Iqbal.
"Ada apa?" Tanya Zakky. Iqbal masih senyum sendiri. Merapikan kemeja putih yang ia pakai, melonggarkan sedikit. Padahal di sini sejuk, tidak panas. "Masa Sekolah yang gua maksud, terakhir ngerasain itu lu semua udah pasti tahu. SMP." Jelas Iqbal. "Hah!" Kaget Zakky tiba-tiba menyemburkan kopi, ditengah minum malah dikagetkan lelucon aneh Iqbal. "Hey, lihat-lihat dong kalau nyembur gitu." Protes Iqbal, kemeja putihnya terkena sedikit semburan kopi. "Sorry-sorry. Nggak sengaja. Lagian lelucon lu itu loh." "Lelucon apaan gua nggak bohong, gua terakhir sekolah emang SMP. Masak lu lupa saat kita bertiga sering bolos sekolah, malah main ke belakang manjat pohon, nyuri buah. Sumpah gua ngakak banget saat Aku nyoba manjat tapi malah ngangkut nggak bisa turun." Iqbal mencoba mencairkan suasana.
"Oooo!! Gua inget banget saat itu, Aku nyoba naik tapi nggak bisa-bisa terus pas turun malah celananya yang nyangkut. Lu lihat lubang di celananya nggak? Sumpah gua pengen ngakak kalau inget hari itu." Tambah Zakky, malahan sekarang mereka berdua mem-bully ku. Aku hanya diam tidak berbicara, kurang ajar banget ngomongin orang di depan orang itu sendiri. Luar biasa. Aku hanya tersenyum dibalik ketenangannya duduk.
"Emang brengsek lu pada, bukannya ditolongin malah ketawa panjang lebar. Apalagi lu Bal, malah ngambil ranting pohon terus nusuk-nusuk pantat gua. Emang kurang ajar lu." Kataku tertawa.
Mereka bertiga tertawa. Zakky yang tertawa paling keras.
"Untung nggak bawa ponsel saat itu. Kalau bawa gua fotoin sekalian gua selfie tau nggak. Sumpah nggak bisa berhenti ketawa saat ini gua. Aduh sakit, tolong. Berhenti please."
"Iya bener juga. Sekalian pajang di mading sekolah bakalan heboh satu sekolah, judul nya mungkin ketahuan tertangkap basa akibat terlalu banyak bertanya saat teman presentasi, sisawa ini ditemukan menjerit akibat tersangkut di pohon. Dilihat dari judulnya yang kepanjangan mungkin lebih manteb ea." Iqbal tertawa.
"Salah, judulnya mungkin ditemukan anak monyet nyangkut dipohon." Kataku.
Mereka bertiga tertawa terpingkal-pingkal. "Haduh tolong perut gua keram, astaga." Satu menit setengah mereka terus menerus tertawa. Memegangi perutnya yang tidak kuat karena kaku atau mungkin keram perut. Aneh sekali. "Hadeh, hadeh, yah gitu deh masa SMP. Nggak pernah serius, cuam main-main doang." Celetuk Zakky. "Tunggu dulu, itu kan elu. Gua mah enggak." Jawabku. "Wowowo sombong nie ye. Mentang-mentang setiap hari selalu dapat bimbingan khusus. Setiap ulangan nggak pernah dapet remedial. Belagu amat." Zakky bergaya meledek, memasang wajah super ngeselin. Menjulurkan lidah. Tertawa.
"Bukannya lu SMP udah fokus basket Ki?" tanya Iqbal.
"Hehehe, iyah juga sih. Gimana Mal. Lu tau sendiri lah gua di sekolah terkenal banget." Sekarang Zakky sombong. Membusungkan dadanya. Aku melihatnya dengan tatapan malas, tidak tertarik. Iqbal juga, ia melihatnya jijik.
"Biasa aja sih." Jawab Aku dan Iqbal bersamaan. Suasana lengang. KRIK! KRIK! Tidak ada respon. Zakky pasrah. Menyerah untuk sombong. "Sejak kapan lu masuk fenrir?" Tanya Ku tiba-tiba. Zakky juga terdiam, mulai antusias. Iqbal hanya tersenyum. Menggeleng-gelengkan kepalanya. Menghembuskan napas perlahan.
"Sejak lulus SMP." Jawab Iqbal singkat.
Ku, Zakky terdiam. Tatapan mereka terpaku.
"Ada apa?" tanya Iqbal. "Bukannya lu masuk SMA? Dulu kan lu minta gua nemenin." Kata Zakky. Iqbal menelan ludah. "Memang bener sih lu nemenin gua saat itu. Seminggu sebelum tes gua udah nyiapin segala sesuatu. Belajar keras, menurutku sih begitu. Dan semua udah siap. Sebelum orang itu nemuin gua." Jelas Iqbal.
Tidak ada pertanyaan.
"Malam hari sebelum itu, gua pegi ke desa nenek gua pake motor. Lewat hutan timur. Jalanan sepi nggak ada siapun selain gua. Udara dingin itu masih gua inget betul. Ada bunyi ledakan disekitar kawasan hutan. Gua pikir kebakaran hutan. Gua samperin tuh. Dibalik bebatuan gua lihat satu orang memegang benda berukuran besar berbentuk seperti pedang tapi lebih mirip sampit besar beringgik. Gua bingung jelasinnya tapi mungkin lu udah tahu imajinasi-nya gimana."
"God Eater" Kata Ku singkat.
Zakky menoleh. Iqbal berhenti bercerita. Suasana masih intens
"Benar. Itu pertama kalinya gua ngelihat God Eater. Satu orang diserang belasan aragami. Gua awalnya syok ngelihat makhluk jenis itu. Aneh dan mengerikan melihat bentuk aragami pertama kali."
"Tapi semua beres, orang itu manteb banget bisa bunuh belasan aragami dengan pedang yang dipegangnya, menakjubkan. Dan saat itu juga gua melihat lambang fenrir di jam tangan God Eater itu. Gua memutuskan mencari tahu lambang itu. Tidak mudah, malah terkesan mustahil. Hingga orang itu datang." Kata Ivan.
"Siapa?" Tanya Zakky.
"Gilbert." Jawab Iqbal singkat. "Ha? Itu orang apa zombie. Dari tahun berapa tuh orang hidup sampe sekarang." Zakky tak percaya. "Awalnya gua nggak curiga. Tapi setelah cari tahu. Gua juga kaget. Gua nggak tahu alasannya. Tapi yang jelas dia ngirimin sebuah kotak ke alamat rumah nenek gua." Jelas Iqbal. Iqbal mengganti posisi duduknya. Satu kakinya ia sandarkan ke paha kaki kiri. Terlihat tidak sopan, tapi bukan masalah bagi Aku dan Zakky. Toh mereka juga sering nongkrong.
"Isinya?" Tanya Ku. "Secarik kertas bertuliskan alamat. Mungkin lu pikir ini alamat yang dalam bayangan lu. Sebuah rumah besar dengan kebun luas kanan kiri. Kalau masuk area rumah itu harus melewati gerbang depan rumah yang tingginya minta ampun. Kalau dibaca dengan bahasa isarat mungkin sedikit ada sindiran pada orang-orang misquen, ape lu rumah gua tinggi lu mana ada rumah setinggi rumah gua dasar misquen, huhuhu sana nagis. Dasar. Emang kabangeten kalau ini." Lawak Iqbal.
Tapi hening.
Gagal.
"Hey ayolah gua coba ngelawak." Kata Iqbal. Aku Zakky saling pandang. "Tapi nggak lucu. Garing." Kata Ku. Iqbal lemas.
"Terus lu datengin?" tanya Zakky. "Awalnya nggak, gua pikir cuma lelucon anak-anak sekitar rumah nenek. Tapi enggak. Surat itu berkali-kali datang disaat gua nggak pengen lihat tuh surat. Hingga ada tulisan bertulis orang yang kau lihat di pegunungan malam hari. Memakai gelang hitam." Iqbal menghela napas. Aku bersendekap.
"Terus lu datengin alamat itu dan terkejud kalau alamat itu adalah daerah pedalaman hutan." Kata Ku singkat. Wajahnya serius.
"Tepat sekali." Sanjung Iqbal. Zakky manggut-manggut. "Terus lu di sana ngapain?"
"Hmmm…kurang lebih melihat kanan kiri, gerak-gerak nggak jelas gitu. Tapi orang itu datang."
"Gilbert?"
"Benar." Kata Iqbal. "Perawakannya seperti orang berpangkat, mengenakan jas berdasi lengkap dengan celana hitam. Rambutnya disisir rapi ke samping kanan. Memakai sepatu. Ia berdiri di seberang jalan. Membawa koper ditangan kanannya. Gua nggak tahu isi koper itu. Dia menatap gua dengan tatapan serius. Tidak berkedip. Gua mulai curiga, jangan-jangan gua bakal diculik. Mokad gua. Tapi gua mencoba tenang. Membalas tatapannya dengan senyuman. Sedikit dibuat-buat sih. Gua bertanya "nyari siapa ya?" tuh orang nggak jawab. Hening tidak ada balasan. Gua tanya lagi. orang itu mulai melangkah. Gua kaget, mencoba jaga jarak." Iqbal bercerita.
Aku, Zakky masih fokus mendengarkan cerita. Sesekali menghembuskan napas.
"Gila, ngeri amat malam-malam kesitu. Nggak takut lu" tanya Zakky yang menggeleng tidak percaya. "Siapa bilang gua ke situ malam-malam." Kata Iqbal.
"Leh bukannya setting ni cerita malam? Bener nggak?" "Yah nggak lah, amit-amit ke sana malam hari. Pagi kan bisa ngapain malam. Gini-gini gua penakut." Sewot Iqbal. "Oh, gua kira lu kesana malam-malam gitu." Kata Zakky, Aku menggeleng melihat ke-konyolan teman satunya ini. "Gua masih inget betul tuh orang bilang. "Iqbal Al-Bani, pelajar SMA umur lima belas tahun, tinggi 157 cm berkulit sawo matang dengan tanda lahir di pelipis mata berupa tahi lalat berukuran kecil. Mengabiskan masa kecilnya di Argentina dan tumbuh besar di Amerika. Dan pada akhirnya di bawah. Mengalami masa trauma mendalam saat umur 7 tahun sebuah sekolah dasar. Melihat kematian bunuh diri temannya dengan cara mengiris pergelangan tangannya, lebih tepat kalau dibilang itu urat nadi. Sejak itu ia meminta pindah dari Negara itu menuju ke Amerika." Orang itu banyak omong. Batinku darimana ia bisa mengetahui seluk beluk kehidupanku. "Apa maksudmu, darimana kau bisa tau." "tidak penting." Jawabnya. Sumpah ngeselin amat ni orang. Kalau seusia gua saat itu mungkin gua hajar tuh muka. Sok tahu banget dengan urusan gua." Lanjut Iqbal bercerita.
"Orang itu membuka kopernya. Mengeluarkan sebuah tablet. Menggeser salah sisi tabletnya, munculah hologram. "Sejak umur lima tahun sudah mulai menunjukan kegenius-annya, bisa mengerjakan soal ulangan kelas lima sekolah dasar. Berhasil menjuarai berbagai kejuaraan akademik, saat SMP peraih IQ tertinggi. Tapi semua orang tidak menyadarinya. Menciptakan alat spider sence secara diam-diam. Karena kecintaannya mengenal tokoh super hero SpiderMan. Dan saat ini kau menggunakan alat itu di pergelangan tanganmu, wajar saja kau langsung tahu keberadaan seseorang dalam radius berberapa meter tanpa menoleh. Benar bukan?" gila sumpah ni orang, kok bisa tahu sedetail itu gua heran. Dengerin penjelasan orang itu gua langsung diam membeku, nggak jawab. Keringat gua mulai bercucuran. Padahal saat itu masih pagi. Udara masih segar burung berkicauan. Niat awalnya Cuma penasaran sama orang yang ditemuinya tadi malam, yang diserang belasan monster nggak jelas bentuknya. Malah ketemu orang ini." Jelas Iqbal.
Zakky menahan tawa. " IQ lu tertinggi?? Yakin? Mau ujian aja minta bantu Akmal. Yah nggak Mal?" Ejek Zakky. Aku tidak menggubrisnya. Pikiranku masih melayang entah ke mana, berpikir ini dan itu, mencari solusi ini atau itu membuatku tidak bisa diganggu dari tadi. Hanya melontarkan berberapa pertanyaan dan hanya menjawab ya atau tidak. Kalau mau jawab ya aku jawab. "Hoi, malah bengong." Kata Zakky mengaggetkanku. Aku berpikir sejenak. "Justru Iqbal lebih Genius daripada gua." Kataku. "Ha?" Zakky kaget. Sudah wajar sih. Bagaimana tidak, teman yang ia kenal super genius mengakui Iqbal yang ia kenal anak brandalan. Iqbal tersenyum. "Memang benar ia minta belajar sama gua, tapi habis bahas berberapa soal justru dia yang balik ngajarin gua. Terkait fisika salah satunya, gua juga kaget ni orang dapat rumus darimana, memang benar bisa pakai logika. Tapi Iqbal bisa memadukan logika dan berhasil merumuskannya. Harus gua akui Iqbal lebih jago diseluruh bidang. Kecuali Biologi." Kataku mantab.
Iqbal tertawa kecil.
"Hey, bukannya gua." Kata Iqbal. "Nggak." Jawabku cepat. Enak saja, mentang-mentang lebih jago dariku dalam berbagai bidang bisa ngeremahin aku dalam biologi. "Ok. Ok gua ngalah pada master biologi. Tapi kita butuh bukti dong. Gimana kalau tanding. Setuju?" Sialan. Sekarang Iqbal memancingku. Kurang ajar ni anak. "Ok. Siapa takut." Kataku menatap Iqbal. Ia membalas dengan wajah penuh ragu. Lebih tepatnya meremehkanku sih. Baik ku terima tantangan dia. Aku tidak bisa tinggal diam kalau begini urusannya.
"Bukannya gua sombong ya, tapi gua pengen pamer. Gua di bawah seorang Proffesor lho. Malah lima puluh persen perkembangan teknologi fenrir cabang timur ini gua yang ngembangin." Sombong Iqbal. "Halah. Paling Proffesor abal-abal. Cuma beli gelar doang." Kataku asal. Meremehkan. "Sudah-sudah. Ok jadi tanding ya. Kalau gitu gua yang jadi wasitnya. Setuju?" Kata Zakky. "Nggak masalah." Kataku. Iqbal juga angkat bahu. Tanda terserah.
"Bagus. Karena gua yang jadi wasit. Berarti gua yang mutusin tema." Kata Zakky.
Aku menghembuskan napas perlahan. Semoga Zakky tidak ngelantur milih tema. Iqbal terlihat santai. Tersenyum. Hey ngeremehin amat ni orang. Biar kuberi pelajaran.
"Temanya tentang Mekanika kuantum. Apa yang ketahui tentang hal itu."
"Teori Mekanika kuantum , adalah teori fundamental dalam fisika yang menggambarkan alam pada skala terkecil atom dan partikel subatom . Menurut Fisika klasik , deskripsi fisika yang ada sebelum perumusan teori relativitas dan mekanika kuantum, menggambarkan alam pada skala biasa atau makroskopik. Sebagian besar teori dalam fisika klasik dapat diturunkan dari mekanika kuantum sebagai pendekatan yang valid pada skala besar atau makroskopik. Mekanika kuantum berbeda dari fisika klasik karena energi , momentum , momentum sudut , dan jumlah lain dari sistem terikat dibatasi pada nilai diskrit atau kuantisasi, objek memiliki karakteristik partikel dan gelombang (dualitas gelombang-partikel ), dan ada batas ketepatan yang dapat diukur kuantitasnya atau prinsip ketidakpastian" Sahutku cepat. Tidak memberi jeda pada Iqbal untuk menjawab.
"Wow!!" Seru Zakky tepuk tangan. Wajahnya senang sekali. Iqbal hanya tersenyum. "Tapi bagaimana dengan penyelesaian Max Plank pada tahun 1900? Bukankah itu ada sedikit perbedaan dengan apa yang kau jelaskan tadi terkait system terikat yang dibatasi nilai diskrit?" Tanya Iqbal. Tersenyum. Sepertinya ia menyadari celah yang kubuat dalam penyampaian jawaban tadi. Menyebalkan.
"Memang benar ada perbedaan ketidakpastian tersebut. Tapi itu hanya gambaran umum. Dari berberapa ahli. Tapi percobaan yang dilakukan Max Plank membuktkan radiasi benda hitam, salah satu jenis radiasi elektromagnetik termal yang terjadi di dalam atau di sekitar benda dalam keadaan kesetimbangan termodinamika dengan lingkungannya atau saat ada proses pelepasan dari benda hitam. Benda hitam merupakan benda yang buram dan tidak memantulkan cahaya. Diasumsikan demi perhitungan dan teori berada pada suhu konstan dan seragam. Radiasi ini memiliki spektrum dan intensitas spesifik yang bergantung hanya benda temperatur benda. Tidak lebih." Jelasku.
"Tidak buruk." Kata Iqbal. Mengangkat bahu. Tepuk tangan.
"Sekarang Gua yang tanya. Bagaimana jika hokum Plank mengalami transisi terkait perpindahan ke hukum wien?" tanyaku mencoba memancing Iqbal.
"Mudah saja. Radiasi panas yang dilepaskan spontan oleh banyak benda dapat diperkirakan sebagai radiasi benda hitam. Sebuah daerah terinsulasi sempurna yang berada pada kesetimbangan termal secara internal berisi radiasi benda-hitam dan akan melepaskannya melalui lubang yang dibuat pada dinding, lubang dibuat kecil sehingga tidak berpengaruh pada kesetimbangan. Benda-hitam pada suhu ruang terlihat hitam, karena semua energi yang ia radiasikan adalah inframerah dan tak dapat dilihat mata manusia. Karena mata manusia tak dapat melihat warna pada intensitas cahaya sangat rendah, sebuah benda hitam jika dilihat dalam gelap terlihat berwarna abu-abu (namun ini hanya karena mata manusia hanya sensitif terhadap hitam dan putih pada intensitas cahaya sangat rendah- pada kenyataanya, frekuensi cahaya pada range terlihat tetaplah berwarna merah), meski spektrum puncaknya berada pada kisaran inframerah. Jika sedikit dipanaskan, warnanya terlihat merah tua. Jika temperatur dinaikkan terus maka menjadi biru-putih. Meski planet dan bintang tidak berada pada kesetimbangan termal dengan sekitarnya dan juga bukanlah benda hitam sempurna, radiasi benda-hitam digunakan pertama kali sebagai perkiraan untuk energi yang mereka lepas. Lubang hitam adalah benda hitam yang mendekati sempurna, karena ia menyerap semua radiasi yang datang padanya. Telah diajukan bahwa mereka melepas radiasi benda hitam disebut radiasi Hawking, dengan suhu tergantung massa lubang hitam. Jika dijelaskan berubahnya kekekalan masa pada perpindahan wien tidaklah sulit karena masa bisa menjelaskan bagaimana spektrum radiasi benda-hitam pada suhu berapapun berkorelasi dengan spektrum pada suhu lainnya. Jika diketahui bentuk spektrum pada suatu suhu, maka bentuk spektrum pada suhu lainnya dapat dihitung. Intensitas spektrum dapat dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang atau fungsi frekuensi. Akibat dari hukum perpindahan Wien adalah panjang gelombang saat intensitas per satuan panjang gelombang dari radiasi yang dihasilkan benda hitam ketika maksimum, hanya sebagai fungsi temperature." Jelas Iqbal. Tersenyum seperti tadi.
Luar biasa. Aku dan Zakky tercengang. Bukan main. Bahkan aku sendiri masih tidak bisa menjelaskan ulang jika disuruh. Mencba memahami. Dan kosentrasi. Iqbal bukan kaleng-kaleng. Mengapa anak ini tidak ikut perlombaan di SMP dulu? Jika semua tahu andiakan saja.
"Gua nggak nyangka perkataan Akmal terbukti benar." Kata Zakky. Iqbal menggaruk garuk kepala yang tidak gatal. "Hey mana tepuk tangannya?" Kata Iqbal. Aku dan Zakky tepuk tangan. Perasaanku masih tidak terima. Aku pernah melihat hal ini sebelumnya. Persis yang aku katakana sebelumnya. Saat Iqbal memintaku untuk belajar bersama, hal ini pernah terjadi. Kami saling berdebat. Perasaan tidak ingin kalah terus membara membakar ambisi satu sama lain. Kali ini aku melihatnya lagi.
"Bisa lu jelasin?" tantangku kembali. Kali ini lebih beresiko. Jika Iqbal bisa menjawab mampus-lah aku. Aku sendiri hanya tahu sedikit. Jika ia balik betanya maka kalahlah aku. Iqbal melihatku. Metanya fokus. "Hey tatapan apa itu? Jika lu bertanya mudah saja gua jawab. Tapi lihat muka lu, kok rasanya lu tanya tapi nggak tahu jawabannya." Kata Iqbal. Sialan! Ia membacaku. Aku mencoba relax. Berpikir sejenak.
"Hanya orang bodoh kalau tanya nggak tahu jawabannya." Sialan mengapa malah ngomong gini. Haduhh. Malah mancing ini mah rasanya. Bodohnya aku. Terlalu naif terhadap egoku.
Iqbal tersenyum. "Baiklah."
Bagus. Ia tidak menyadarinya. Syukurlah.
"Semua zat normal melepas radiasi elektromagnetik ketika suhunya di atas absolut nol. Radiasi ini melambangkan perubahan energi panas benda menjadi energi elektromagnetik, dan karena itu disebut radiasi termal. Proses ini merupakan proses spontan distribusi radiatif dari entropi.Sebaliknya semua benda normal menyerap radiasi elektromagnetik sampai derajat tertentu. Benda yang menyerap semua radiasi yang jatuh padanya, pada semua panjang gelombang, disebut benda hitam. Jika benda hitam berada pada suhu yang seragam, emisinya memiliki distribusi frekuensi karakteristik yang tergantung dari suhu. Emisinya disebut radiasi benda-hitam.
Konsep benda hitam adalah idealisasi, karena benda hitam sempurna tidak ada di alam. Grafit dan karbon hitam, dengan emisivitas lebih dari 0.95, adalah perkiraan material hitam. Secara eksperimen, radiasi benda-hitam dapat muncul sempurna sebagai radiasi kesetimbangan steady-state stabil pada rongga dalam benda tegar, pada suhu seragam, yang sepenuhnya buram dan hanya sedikit memantul reflektif. Sebuah boks tertutup dengan dinding grafit pada suhu kontan dengan lubang kecil pada satu sisi menghasilkan perkiraan yang baik bagi radiasi benda-hitam memancar dari bukaannya.
Radiasi benda hitam memiliki distribusi intensitas radiatif yang stabil, absolut, dan unik yang dapat bertahan dalam kesetimbangan termodinamika dalam rongga. Dalam kesetimbangan, untuk tiap frekuensi, total intensitas radiasi yang dilepas dan dipantulkan dari sebuah benda, jumlah radiasi bersih yang meninggalkan permukaan, disebut radiansi spektral ditentukan hanya dengan temperatur kesetimbangan, tidak tergatung dari bentuk, material, atau struktur benda. Untuk benda hitam penyerap sempurna tidak ada radiasi yang dipantulkan, maka radiansi spektral sepenuhnya akibat emisi. Selain itu, benda hitam adalah diffuse emitter emisinya tidak tergantung arah. Akibatnya, radiasi benda-hitam dapat dilihat sebagai radiasi dari benda hitam pada kesetimbangan termal. Radiasi benda hitam akan memancarkan cahaya yang dapat dilihat jika suhu objek cukup tinggi. Titik Draper adalah temperatur dimana semua padatan memancarkan warna merah redup, berkisar 798 K. Pada 1000 K, bukaan kecil pada rongga dinding benda buram yang dipanaskan, dilihat dari luar, berwarna merah; pada 6000 K, akan terlihat putih. Tidak peduli bagaimana oven itu dibuat atau materialnya dari apa, selama semua cahaya diserap oleh dindingnya, maka dapat dianggap perkiraan yang baik untuk radiasi benda-hitam. Spektrum dan warna cahaya yang keluar menjadi gungsi temperatur rongga saja. Grafik yang berisi jumlah energi didalam oven per satuan volume dan per satuan interval frekuensi yang diplot vs frekuensi, disebut kurva benda-hitam. Kurvanya berbeda-beda untuk tiap suhu." Iqbal menjelaskannya santai. Tidak ada kendala. Sepert hafal diluar kepala.
"Dua benda yang suhunya sama berada dalam kesetimbangan termal, maka benda pada temperatur T dikelilingi oleh awan cahaya pada temperatur T, rata-rata akan melepas cahaya ke awan sebanyak yang ia serap, mengikuti azas pertukaran Prevost yang merujuk ke kesetimbangan radiatif-" Lanjut Iqbal. Tunggu dulu, ia masih ingin menjelaskan? Oh ayolah seberapa Genius ni anak. Menyebalkan tapi harus kuakui itu. Batinku. "Azas neraca terperinci mengatakan bahwa pada kesetimbangan termodinamik semua proses elementer dapat dipahami dengan akal sehat dilihat dari sisi depan maupun sisi belakang. Prevost juga membuktikan bahwa emisi dari sebuah benda secara logika ditentukan hanya dari keadaan internalnya. Efek sebab akibat absorpsi dalam emisi termodinamik (spontan) tidak secara langsung karena hanya berakibat pada keadaan internal benda. Hal ini berarti pada kesetimbangan termodinamik jumlah setiap panjang gelombang pada tiap arah radiasi termal dilepas oleh benda pada temperatur T, hitam atau bukan, sama dengan jumlah yang diserap benda karena ia dikelilingi cahaya pada temperatur T.
Ketika benda adalah hitam, absorpsinya jelas: jumlah cahaya yang diserap adalah semua yang mengenai permukaan. Untuk benda hitam yang lebih besar daripada panjang gelombang, energi cahaya yang diserap pada panjang gelombang berapapun per satuan waktu adalah berbanding lurus dengan kurva benda-hitam. Hal ini berarti kurva benda-hitam adalah jumlah energi cahaya yang dilepas oleh benda hitam. Ini menjadi kondisi untuk pengaplikasian Hukum radiasi termal Kirchhoff kurva benda-hitam adalah karakteristik cahaya termal, yang hanya tergantung pada temperatur dinding rongga, menyatakan bahwa dinding rongga adalah sepenuhnya buram dan sama sekali tak memantul, dan rongga berada dalam kesetimbangan termodinamik. Ketika benda hitam berukuran kecil, ukurannya sebanding dengan panjang gelombang cahaya, maka absorpsinya menjadi berbeda, karena objek kecil bukanlah penyerap yang efisien bagi cahaya dengan panjang gelombang besar, tetapi asas persamaan emisi dan absorpsi selalu digunakan pada kondisi kesetimbangan termodinamik.
Di laboratorium, radiasi benda-hitam didekati dengan radiasi dari sebuah lubang kecil dalam rongga besar, dalam sebuah benda buram yang hanya memantul sebagian, yang dijaga pada suhu konstan. Teknik ini mengarah pada istilah alternatif radiasi rongga. Tiap cahaya yang memasuki lubang harus memantulkan dinding rongga beberapa kali sebelum ia lolos, dimana pada proses tersebut ia hampir pasti diserap. Absorpsi muncul tidak peduli berapa panjang gelombang radiasi yang masuk selama itu kecil bila dibandingkan dengan lubangnya. Lubang ini, adalah pendekatan dari sebuah benda hitam teoretis dan, jika rongga dipanaskan, densitas spektral daya dari radiasi lubang jumlah cahaya yang dilepas dari lubang tiap panjang gelombang akan kontinu, dan hanya akan tergantung dari suhu dan fakta bahwa dindingnya buram dan paling tidak menyerap sebagian, tapi tidak pada material tertentu dimana mereka dibuat atau pada material dalam rongga bandingkan dengan spektrum emisi.
Perhitungan kurva benda-hitam merupakan tantangan utama dalam fisika teoretis selama abad ke-19. Masalah ini diselesaikan tahun 1991 oleh Max Planck yang saat ini dikenal dengan Hukum Planck, yang lu jelasin tadi. untuk radiasi benda-hitam. Dengan mengubah hukum radiasi Wien tidak sama dengan hukum perpindahan Wien konsisten dengan termodinamika dan elektromagnetisme, ia menemukan persamaan matematika dengan mem-fitting data percobaan dengan hasil yang lumayan baik. Planck harus mengasumsi bahwa energi osilator dalam rongga dikuantisasi, dengan kata lain ia ada pada kelipatan bilangan bulat. Einstein mengembangkan ide ini dan mengajukan kuantisasi radiasi elektromagnetik pada tahun 1905 untuk menjelaskan efek fotolistrik. Teori ini akhirnya menggantikan elektromagnetisme klasik dengan munculnya elektrodinamika kuantum. Kuanta ini disebut foton dan rongga benda-hitam disebut berisi gas foton. Kemudian, ia mengarahkan pada pengembangan distribusi probabilitas kuantum, disebut statistik Fermi–Dirac dan statistik Bose–Einstein, tiap hukum diaplikasikan ke kelas partikel yang berbeda, fermion dan boson.
Panjang gelombang dimana radiasi pada posisi terkuat dinyatakan pada hukum perpindahan Wien, dan daya keseluruhan yang dilepas per satuan luas dinyatakan pada Hukum Stefan–Boltzmann. Maka, jika temperatur meningkat, warna terang berubah dari merah menjadi kuning, kemudian putih, dan menjadi biru. Meski jika puncak panjang gelombang menjadi ultra-violet, radiasi tetap dilepaskan pada panjang gelombang biru dan benda tetap terlihat biru. Benda tidak mungkin menjadi tak terlihat - radiasi cahaya terlihat meningkat secara monotonik terhadap suhu.
Radiansi atau intensitas teramati bukan merupakan fungsi arah. Maka, benda hitam adalah radiator Lambertian sempurna. Benda real tidak pernah berperilaku seperti benda hitam ideal, dan radiasi yang dilepaskan pada frekuensi tersebut itu hanya sebagian dari emisi ideal seharusnya. Emisivitas material menspesifikasi seberapa baik sebuah benda meradiasikan energi jika dibandingkan dengan benda hitam. Emisivitas ini tergantung dari beberapa faktor seperti suhu, sudut emisi, dan panjang gelombang. Namun, pada ilmu rekayasa pada umumnya diasumsikan bahwa emisivitas dan absorpsivitas permukaan tidak tergantung pada panjang gelombang, sehingga besar emisivitas adalah konstan. Hal ini dikenal dengan asumsi 'benda abu-abu'." Iqbal menjelaskan layaknya pakar terkemuka. Kali ini aku benar-benar mengakui kalau ia seorang Proffesor. Mencengangkan memang tapi ini nyata. Perkembangan teknologi paling mutakhir umat manusia mungkin akan terus berkembang salah satunya karena Iqbal. Menakjubkan.
"Yah. Sepertinya Gua kalah." Aku-ku. Menyebalkan. Zakky menoleh tidak percaya. Menatap ke arahku. Mungkin Zakky menganggap aku adalah teman paling genius yang ia kenal. Tidak ada yang lain. Zakky juga mengenalku orang yang nggak mau kalah. Menggapa sekarang malah mengaku. Tidak seperti biasanya.
"Ayolah. Segitu pengetahuan lu?" ejek Iqbal bersendekap. Tersenyum merendahkan. Sialan. Aku benci mengakui ini. Aku membusungkan dadaku. Meghembuskan napas secara perlahan, mencoba menahan emosi. "Baiklah. Kuberi lu keringanan. Kalau lu bisa jawab pertanyaan gua, pemenangnya adalah lu. Bukan gua. Gua akan mengaku kalah. Bagaimana?"
Aku tidak terima ini. Se-enaknya saja ia merendahkanku. Seakan-akan mengalah tidak melawan. Memberi musuh kesempatan, atau mungkin sengaja kalah. Lebih baik aku kalah daripada menang dari belas kasih lawan.
"Nggak. Gua nggak butuh belas kasih lu." Jawabku tegas. "Hey ayolah ini kesempatan bagus. Bukankah lu bisa unjuk gigi setelah ini." Ejek Iqbal. Astaga ni anak sombong amat. Gua tonjok biar mokad bisa aja sih, tapi gua urungkan niat itu. "Tunggu dulu. Pertandingan ini belum selesai. Gua wasitnya. Jadi gua berhak mutusin siapa yang menang. Untuk urusan pengakuan itu jika salah satu pihak tidak menerima pengakuan kalah dari pihak satunya. Maka tidak dianggap. Paham?" kata Zakky selaku wasit. Ia melihatku dan Iqbal bergantian. Mencoba memastikan. "Nggak bisa gitu dong. Dimana-mana orang yang mengaku kalah sudah diputuskan kalah. Masak nggak ada sih." Bantahku. Bukankah ini kesempatan bagus? Astaga aku tidak mengerti pada diriku sendiri. Egoku terlalu kuat atau bahkan menguasai harga diriku. Tidak bisa kalau gini.
"Ssssttt!! Keputusan wasit adalah mutlak. Lu pasti tahu itu kan. Akmal." Kata Zakky. Kayaknya Zakky ingin melindungiku. Memang keras kepala. Aku mengeratkan kedua tanganku. Menggigit bibir. "Bagaimana Bal? apakah kau menerima pengakuan kalah Akmal?" Iqbal melihatku. Matanya melihat bawah hingga atas. Lagi-lagi tersenyum. Kurang ajar. Batinku. "Aku masih mau bermain." Kata Iqbal singkat. Mengangkat bahu.
"Baik. Sudah kuputuskan. Pertandingan terakhir. Kali ini permainan ditentukan siapa yang paling cepat angkat tangan. Jawab pertanyaan ini dan jika benar. Maka pemenangnya adalah dia. Dimengerti? Begitu simpel kan?" Jelas Zakky. Mengambil aba-aba. Kedua tangannya diangkat. Tanganku dan Iqbal harus ada di bawah. Ketika ada aba-aba baru bisa angkat satu tangan. Kali ini aku harus lebih cepat. Kesempatan akhir. Padahal aku benci ini. Merasa dikasihani musuh memang berat menerimanya. Tapi tidak apalah. Bukan masalah. Yang terpenting sekarang adalah memenangkan pertandingan ini. Semoga saja beruntung.
"Pertanyaannya adalah Jelaskan tentang nano teknologi!!!" kata Zakky cepat. Ini dia! Dengan cepat kuangkat tanganku. Belum genap satu detik. Sepersekian detik kuangkat tangan. Aku menutup mata. Semoga saja aku yang pertama. Perlahan kubuka mataku. Zakky terlihat berpikir. Aku menoleh ke samping. Iqbal juga mengangkat tangan. Sialan. Tangan Zakky mengarah padaku. Yess!! Aku menghela napas lega.
"Nanoteknologi adalah manipulasi materi pada skala atom , molekuler , dan supramolekul . Deskripsi nanoteknologi yang paling awal dan tersebar luas [1] [2] merujuk pada tujuan teknologi khusus untuk memanipulasi atom dan molekul secara tepat untuk pembuatan produk skala makro, juga sekarang disebut sebagai nanoteknologi molekuler . Deskripsi yang lebih umum dari nanoteknologi kemudian didirikan oleh National Nanotechnology Initiative , yang mendefinisikan nanoteknologi sebagai manipulasi materi dengan setidaknya satu dimensi ukuran dari 1 hingga 100 nanometer.. Definisi ini mencerminkan fakta bahwa efek mekanika kuantum penting pada skala ranah kuantum ini , dan definisi tersebut bergeser dari tujuan teknologi tertentu ke kategori penelitian termasuk semua jenis penelitian dan teknologi yang berhubungan dengan sifat khusus materi yang terjadi. di bawah ambang ukuran yang diberikan. Oleh karena itu umum untuk melihat bentuk jamak "nanoteknologi" serta "teknologi skala nano" untuk merujuk pada berbagai penelitian dan aplikasi yang sifat umumnya adalah ukuran.
Nanoteknologi sebagaimana didefinisikan oleh ukuran secara alami sangat luas, termasuk bidang ilmu yang beragam seperti ilmu permukaan , kimia organik , biologi molekuler , fisika semikonduktor , penyimpanan energi , pembuatan mikro , rekayasa molekuler , dll. Penelitian dan aplikasi terkait sangat beragam, mulai dari perluasan fisika perangkat konvensional hingga pendekatan yang benar-benar baru berdasarkan pada self-assembly molekuler , dari pengembangan bahan barudengan dimensi pada skala nano untuk mengarahkan kontrol materi pada skala atom.
Para ilmuwan saat ini memperdebatkan implikasi nanoteknologi di masa depan . Nanoteknologi mungkin dapat membuat banyak bahan dan perangkat baru dengan beragam aplikasi , seperti dalam pengobatan nano , nanoelektronika , produksi energi biomaterial , dan produk konsumen. Di sisi lain, nanoteknologi menimbulkan banyak masalah yang sama dengan teknologi baru, termasuk kekhawatiran tentang toksisitas dan dampak lingkungan dari bahan nano dan efek potensial mereka pada ekonomi global, serta spekulasi tentang berbagai skenario kiamat. Kekhawatiran ini telah menyebabkan perdebatan di antara kelompok-kelompok advokasi dan pemerintah tentang apakah peraturan khusus nanoteknologi diperlukan.
Nanoteknologi mungkin memiliki kemampuan untuk membuat aplikasi medis yang ada lebih murah dan lebih mudah digunakan di tempat-tempat seperti kantor dokter umum dan di rumah. Mobil sedang diproduksi dengan bahan nano sehingga mereka mungkin membutuhkan lebih sedikit logam dan lebih sedikit bahan bakar untuk beroperasi di masa depan. Para ilmuwan kini beralih ke nanoteknologi dalam upaya mengembangkan mesin diesel dengan asap knalpot yang lebih bersih. Platinum saat ini digunakan sebagai katalis mesin diesel di mesin ini. Katalis inilah yang membersihkan partikel-partikel asap buangan. Pertama, katalis reduksi digunakan untuk mengambil atom nitrogen dari molekul NOx untuk membebaskan oksigen. Selanjutnya katalis oksidasi mengoksidasi hidrokarbon dan karbon monoksida untuk membentuk karbon dioksida dan air. Platinum digunakan dalam katalis reduksi dan oksidasi. Menggunakan platinum, tidak efisien karena mahal dan tidak berkelanjutan. Perusahaan Denmark, InnovationsFonden menginvestasikan DKK 15 juta dalam pencarian pengganti katalis baru menggunakan nanoteknologi. Tujuan proyek, diluncurkan pada musim gugur 2014, adalah untuk memaksimalkan luas permukaan dan meminimalkan jumlah material yang dibutuhkan.
Objek cenderung meminimalkan energi permukaannya; dua tetes air, misalnya, akan bergabung membentuk satu tetes dan mengurangi luas permukaan. Jika area permukaan katalis yang terpapar ke asap knalpot dimaksimalkan, efisiensi katalis dimaksimalkan. Tim yang bekerja pada proyek ini bertujuan untuk membuat partikel nano yang tidak akan bergabung. Setiap kali permukaan dioptimalkan, material disimpan. Jadi, menciptakan nanopartikel ini akan meningkatkan efektivitas katalis mesin diesel yang dihasilkan — pada gilirannya mengarah pada asap buangan yang lebih bersih — dan akan mengurangi biaya. Jika berhasil, tim berharap untuk mengurangi penggunaan platinum hingga 25%.
Nanoteknologi juga memiliki peran penting dalam bidang Teknik Jaringan yang berkembang pesat . Ketika merancang perancah, para peneliti berusaha untuk meniru fitur skala nano dari lingkungan mikro sel untuk mengarahkan diferensiasinya ke garis keturunan yang sesuai. Misalnya, saat membuat perancah untuk mendukung pertumbuhan tulang, para peneliti mungkin meniru lubang-lubang resorpsi osteoklas.
Para peneliti telah berhasil menggunakan nanobot berbasis origami DNA yang mampu melakukan fungsi logika untuk mencapai pengiriman obat yang ditargetkan pada kecoak. Dikatakan bahwa kekuatan komputasi dari nanobots ini dapat ditingkatkan hingga menjadi Commodore 64" Terangku. Huh. Syukurlah aku bisa menjelaskan.
"Wow!!" Seru Zakky. Menepuk pundakku. Dua sampai tida keringatku bercucuran. Pertanyaan ini membuatku berpikir sedikit keras. Tapi tak apalah aku berhasil menjawabnya.
"Yah. Gua kalah. Kalah cepet sih tadi. Sial." Kata Iqbal pasrah. Tubuhnya meriuk lemas. Syukurlah tuhan, kalau saja kalah cepet tadi. Mokad gua. Aku tersenyum walaupun sedikit tidak terima tadi diremehkan. "Hey hey. Kali ini mungkin lu nggak beruntung Bal. tapi lu juga hebat. Gua kaget banget awal-awal tadi. Huhu." Aku dan Zakky merasakan hal yang sama pada perubahan Iqbal. Professor bukan kaleng-kaleng batinku. Aku menoleh ke samping memperhatikan ruangan sekitar. Bersih dan rapi dengan dekorasi ala abad masa depan. Menakjubkan sampai sekarang aku masih tidak percaya kalau teknologi mutakhir berkembang pesat diorganisasi ini. Dunia tidak mengetahuinya.
"Ok, karena gua yang menang pasti ada hadiahnya bukan?" tanyaku. Hehehe ini memang kebiasaanku. Terkadang sombong. Sombong sedikit gak apa-apa kale lagian juga lagi hoki. "Woi-woi. Tunggu sebentar. Emang dari awal ada perjanjian? Nggak lah ya. Enak aje." Sewot Iqbal kurang ajar. Zakky menjitak kepalanya. Buru-buru aku juga menjitak kepalanya juga.
"Aduh!! Pelan-pelan lah." Rengek Iqbal. Sejak kapan orang kena jitak minta keringanan. Lagian siapa yang mau sukarela dijitak. Aku tertawa. "Gua Cuma ikut-ikut. Hohoho." "Hmmm.. biar pala lu nggak ke-gedean. Udah kalah, nggak ngakuin. Laki macam apa lu." Jelas Zakky. "Bukannya gua nggak ngakuin. Tapi emang kenyataannya kan gak ada perjanjian." Elak Iqbal. "Yah kalau nggak gitu, sebagai sahabat, lu kasih penghargaan kek kek gua." Kataku memelas. Mataku berbinar-binar. Tertawa ringan. Semoga saja Iqbal kena hasut. Zakky melihatku hanya menggeleng-geleng tidak percaya. Bersendekap dan mengangguk-ngangguk menyetujuinya. Bagus Zakky lu tau aja maksudku. Iqbal melihatku jijik. Kurang ajar kalau saja aku nggak bersandiwara.
Iqbal pasrah termakan kata-kataku. "Huh. Baiklah. Tapi hadiahnya bukan buat lu aja, Zakky juga." Aku dan Zakky langsung menoleh kaget. Ada apa ini. "Apaan?" tanyaku. "Yah seharusnya ini perlakuan khusus sih. Tapi nggak apalah. Bukan masalah, toh aku juga punya wewengan. Hadiahnya untuk God Eater. Namanya Blood arc." Kata Iqbal.
"Kok gua nggak tertarik ya." Kata Zakky singkat. Aku menghela napas, "Bener. Kayaknya nggak menarik." Kataku sembari merebahkan diri ke sofa. Merentangkan kedua tangan. Menguap. "Hey!! Ini sesuatu yang langka tahu!! Enak aja kalau ngomong." Teriak Iqbal menyumbat daun telingaku. Suaranya begitu menyekik siapapun yang mendengarnya. "Astaga. Nggak bisa lu kecilin gitu suara lu?" tanyaku protes. Zakky merasakan hal yang sama denganku. "Ayolah. Ini hadiah besar buat lu berdua. Asal lu tahu aja ya. Nggak sembarang orang, oh lebih tepatnya nggak sembarang God Eater punya Blood Arc. Sebuah seni berpedang." Jelas Iqbal mengangkat tangan. Seperti memperlihatkan sebuah maha karya yang agung. Ditimpa sorotan lampu mengarah ke arah tangannya. Wajahnya begitu meyakinkan sumpah. Aku melihatnya ingin rasanya hati ini ngakak. Menghayati banget.
"Masih nggak tertarik." Kata Zakky. Wajahnya datar. Suasana hening. Iqbal masih tetap dalam posisi tangan terangkat tadi. Kayak patung.
"Yaudah lah. Nggak maksa." Sekarang Iqbal pasrah. Aku tersenyum melihat wajah Iqbal. Seakan-akan semua hasrat kehidupan atau sari-sari kehidupannya terserap habis. Zakky menyikutku. Aku menoleh. Satu matanya berkedip seperti mengisyaratkan sesuatu, yah aku tahu itu. Kita mungkin sedang mengerjai Iqbal. Aku balik tersenyum sebelah menampakkan gigi taringku. Berhasil.
Tiba-tiba jam tangan Iqbal berbunyi. TIT! TIT! TIT!
"Bal itu jam lu mau meledak?" tanyaku. Bunyinya itu persis bom waktu. Tinggal menunggu waktu yang ditentukan untuk meletupkan suara menggelegar plus guncangan mematikan. "Nggak lah, enak aja." Kata Iqbal sewot. Membantah. "Terus apa lho?" tanyaku. "Ada panggilan."
"Sudah waktunya." Kata Iqbal singkat.
Aku dan Zakky hanya bisa menelan ludah.